Kota Bandung, dengan segala pesonanya sebagai pusat mode, kuliner, dan destinasi wisata, seringkali dihadapkan pada tantangan klasik perkotaan: kemacetan. Namun, dalam beberapa waktu terakhir, kemacetan di Kota Kembang ini semakin diperparah oleh fenomena yang tak asing lagi bagi warganya: proyek galian kabel. Janji “bebas macet proyek galian kabel Kota Bandung” seolah menjadi harapan yang terus dinanti, di tengah realitas jalanan yang berlubang, semrawut, dan bahkan memakan korban. Artikel ini akan mengupas tuntas permasalahan ini, langkah-langkah yang telah diambil, serta harapan akan masa depan infrastruktur kota yang lebih tertata dan aman.
Ketika Estetika Berbenturan dengan Realitas: Mengapa Galian Kabel Begitu Mengganggu?
Proyek penanaman kabel bawah tanah, atau yang dikenal dengan ducting, sejatinya adalah inisiatif mulia Pemerintah Kota Bandung untuk mewujudkan “Bandung Bebas Kabel Udara”. Program ambisius ini bertujuan merapikan pemandangan kota dari belitan kabel-kabel udara yang semrawut, sekaligus meningkatkan infrastruktur telekomunikasi. Dengan target ambisius memindahkan seluruh kabel telekomunikasi di 148 ruas jalan sepanjang 204 kilometer ke bawah tanah hingga tahun 2027, proyek ini digarap oleh PT Bandung Infra Investama (BII) bersama PT Jaringan Pintar Bersama (JPB).
Namun, niat baik ini justru berbenturan dengan realitas di lapangan. Sejak akhir tahun 2024, keluhan masyarakat membanjiri media sosial dan pemberitaan. Warga Bandung mengeluhkan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh galian kabel ini, antara lain:
- Kemacetan Parah: Proyek galian yang tersebar di banyak ruas jalan protokol, seperti Jalan Merdeka, Tamansari, Braga, Perintis Kemerdekaan, hingga Asia Afrika, secara signifikan mempersempit lajur jalan. Akibatnya, arus lalu lintas tersendat, bahkan di jalanan yang tadinya bisa dilewati tiga hingga empat lajur kini hanya menyisakan dua lajur.
- Kondisi Jalan yang Membahayakan: Lubang-lubang galian seringkali ditinggalkan tanpa penanganan yang rapi. Ada yang hanya ditutup dengan material seadanya seperti semen, tanah, atau karung, tanpa diaspal kembali secara sempurna. Kondisi ini menciptakan “ranjau darat” berupa tonjolan, amblasan, dan lubang dalam yang sangat membahayakan pengguna jalan, terutama pengendara sepeda motor.
- Minimnya Penerangan dan Rambu Peringatan: Banyak lokasi galian yang kurang mendapatkan tanda peringatan yang memadai atau minim penerangan jalan umum, menjadikan area tersebut gelap dan sangat berbahaya, terutama di malam hari atau saat hujan. Spanduk peringatan pun seringkali terlihat robek atau lepas.
- Dampak Lingkungan dan Kenyamanan: Material bekas galian yang tidak segera dibersihkan membuat jalanan terlihat berantakan, berlumpur saat hujan, dan mengotori sepatu para pejalan kaki.
- Korban Kecelakaan: Dampak paling fatal adalah terjadinya kecelakaan. Beberapa warga menjadi korban, seperti pejalan kaki Ade Supriatna yang terperosok ke lubang galian di Jalan Tamansari, dan pengendara motor Yonatan Kurniawan yang menabrak material proyek hingga mengalami luka berat di kepala dan patah tangan. Pengemudi ojek online, Ahmad, juga mengaku home steer motornya rusak dan nyaris celaka akibat menggilas tambalan. Bahkan, seorang pekerja kantoran, Nuni Julianti, sampai menjual motornya karena khawatir dengan kondisi jalanan Bandung yang penuh jebakan.
“Bandung sekarang tidak hanya musim hujan, tapi juga musim galian,” ujar Yusuf Maulana, seorang warga Bandung, dengan nada satir yang mencerminkan kekesalan kolektif. Keluhan ini menunjukkan bahwa meskipun tujuan proyek mulia, implementasi di lapangan masih jauh dari ideal.
Hentikan Sementara: Langkah Darurat di Tengah Badai Keluhan
Merespons gelombang keluhan dan insiden kecelakaan yang kian marak, Pemerintah Kota Bandung akhirnya mengambil tindakan tegas. Penjabat (Pj) Wali Kota Bandung, A. Koswara, memerintahkan pengembang proyek, PT BII, untuk menghentikan sementara seluruh aktivitas galian kabel.
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 15 Desember 2024, bertepatan dengan persiapan menyambut libur Natal dan Tahun Baru (Nataru). Alasan utama penghentian ini adalah untuk mengurangi dampak kemacetan dan meningkatkan keamanan serta kenyamanan masyarakat selama periode liburan yang biasanya dipenuhi lonjakan lalu lintas.
Pemberhentian sementara ini disambut dengan kelegaan sekaligus kekhawatiran di kalangan warga. Rasa lega karena jalanan akan lebih lega selama Nataru, namun kekhawatiran muncul mengenai nasib lubang-lubang galian yang sudah ada. “Jalan nu barolong moal ditutupan heula ieu teh? Aspal pada dibolongin cuman ditutup pake tanah da jalan teh jadi lalegok, rek nungguan nu maot heula karek diberesan?” tanya seorang warganet, menyuarakan keresahan banyak pihak.
Pihak kepolisian, melalui Polrestabes Bandung, juga turut mendesak penghentian proyek ini. Kapolrestabes Bandung Kombes Budi Sartono, melalui Kasat Lantas AKBP Eko Iskandar, menekankan pentingnya penyelesaian lubang-lubang yang sudah digali secara maksimal dan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan proyek agar tidak lagi mengganggu dan membahayakan masyarakat.
PT BII, sebagai pelaksana proyek, menyatakan telah menghentikan penggalian sejak 15 Desember 2024 setelah berkoordinasi dengan Pemkot Bandung dan kepolisian. Mereka berjanji akan membersihkan seluruh area proyek pada 16 hingga 18 Desember 2024 dan bertanggung jawab atas biaya pengobatan korban yang terdampak.
Harapan Baru: Metode Penggalian yang Lebih Ramah dan Efisien
Di tengah kritikan dan penghentian sementara, ada secercah harapan mengenai masa depan proyek galian kabel di Bandung. Wali Kota Bandung Muhammad Farhan memastikan bahwa proyek penanaman kabel bawah tanah akan dilanjutkan dengan metode baru yang diklaim jauh lebih ramah terhadap lalu lintas kota dan dapat menjaga jalanan tetap mulus.
Metode inovatif ini menggunakan alat semacam gergaji besi berukuran besar yang mampu membuka aspal, menanam kabel, dan langsung menutup kembali jalan seperti sedia kala. Farhan mengklaim bahwa dengan metode ini, penggalian nyaris tidak terasa oleh masyarakat dan tidak menimbulkan kemacetan sama sekali. Contoh keberhasilan metode ini terlihat di persimpangan Jalan Sumatera dan Jalan Jawa, di mana penggalian telah selesai tanpa hambatan berarti.
Meskipun demikian, beberapa titik jalan masih menunggu persetujuan dari pemerintah pusat karena statusnya sebagai jalan nasional. Pemkot Bandung terus berkoordinasi dengan Pusat Jalan dan Jembatan (Pusjatan) Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR untuk mendapatkan izin agar proyek dapat dilanjutkan di ruas-ruas tersebut.
Akuntabilitas dan Komitmen: Suara Pemangku Kepentingan
Berbagai pihak telah menyuarakan komitmen dan tuntutan terkait proyek ini:
Pemerintah Kota Bandung
Pj Wali Kota A. Koswara secara tegas meminta PT BII untuk mengutamakan kepentingan dan mobilitas masyarakat. Ia mengakui rambu-rambu yang ada belum signifikan dan perlu ada pemberitahuan yang jelas, termasuk pengalihan arus lalu lintas. Koswara juga meminta PT BII menambah tenaga kerja agar proyek lebih cepat selesai dan fokus pada penutupan lubang yang rapi, bahkan menyarankan penggunaan bahan aditif untuk mempercepat pengerasan beton.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung
Komisi 3 DPRD Kota Bandung, melalui H. Andri Rusmana, telah meminta evaluasi menyeluruh terhadap proyek ini. Sorotan utama adalah kurangnya sosialisasi, ketiadaan petugas di lapangan untuk mengatur lalu lintas, dan standar operasional pekerjaan yang tidak tertib – terutama terkait waktu pengerjaan yang seharusnya diprioritaskan pada malam hari untuk mengurangi kemacetan. DPRD juga menekankan kualitas perbaikan jalan pasca-galian dan kesiapan PT BII untuk mengganti kerugian korban. Mereka bahkan siap membantu advokasi bagi warga yang kesulitan berkomunikasi dengan PT BII.
Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Bandung
Polrestabes Bandung tidak hanya meminta penghentian sementara, tetapi juga melakukan olah tempat kejadian perkara di lokasi kecelakaan. Mereka menemukan indikasi minimnya cahaya dan rambu peringatan di area proyek. Kasat Lantas AKBP Eko Iskandar dan Kanit Gakkum AKP Arif Saepul Haris menekankan pentingnya tanggung jawab kontraktor dan mengingatkan tentang Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang ini menyatakan bahwa warga berhak atas jalan yang aman, dan pemerintah wajib melakukan perawatan serta perbaikan jalan sesegera mungkin. Warga bahkan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi atau pidana jika terjadi kelalaian yang menyebabkan kecelakaan.
PT Bandung Infra Investama (BII)
Direktur Utama PT BII, Asep Wawan Darmawan, menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi. Ia mengakui adanya konsekuensi hambatan lalu lintas dan berjanji akan menjadikan kecelakaan sebagai bahan evaluasi untuk bekerja sesuai prosedur standar operasi. Pengawasan pekerja juga akan lebih diperketat saat proyek dilanjutkan kembali.
Menuju Bandung Bebas Macet dan Aman: Sebuah Refleksi dan Harapan
Proyek ducting kabel di Kota Bandung adalah manifestasi dari visi “Smart City” dan kota yang lebih tertata. Namun, perjalanan menuju visi tersebut haruslah tanpa mengorbankan keselamatan dan kenyamanan warga. Insiden dan keluhan yang muncul menjadi pengingat penting bahwa pembangunan infrastruktur harus dilakukan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang matang, serta komunikasi yang transparan dengan masyarakat.
Harapan akan bebas macet proyek galian kabel Kota Bandung kini bertumpu pada beberapa hal:
- Implementasi Metode Baru yang Konsisten: Keberhasilan metode penggalian baru di beberapa titik harus dapat direplikasi secara masif di seluruh ruas jalan, termasuk jalan nasional yang masih menunggu izin.
- Peningkatan Profesionalisme Pelaksana: PT BII harus memastikan standar operasional yang ketat, termasuk pengerjaan di malam hari, pemasangan rambu yang jelas dan memadai, serta penutupan galian yang sempurna dan permanen dengan aspal berkualitas.
- Akuntabilitas dan Responsivitas: Komitmen untuk mengganti kerugian korban harus direalisasikan dengan cepat dan tanpa birokrasi berbelit. Saluran pengaduan harus berfungsi efektif.
- Pengawasan Multi Pihak: DPRD, kepolisian, dan masyarakat harus terus mengawasi jalannya proyek. Penerapan sanksi tegas bagi kontraktor yang lalai adalah kunci.
- Partisipasi Publik: Sosialisasi yang merata dan informasi yang jelas mengenai jadwal dan lokasi pengerjaan sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat mengantisipasi dan beradaptasi.
Bandung adalah kota yang berhak atas infrastruktur modern dan estetika yang menawan. Namun, hak yang paling fundamental bagi warganya adalah jalanan yang aman dan nyaman. Ke depan, sinergi antara pemerintah, pelaksana proyek, dan masyarakat akan menjadi penentu apakah proyek galian kabel ini akan menjadi warisan kemacetan dan petaka, atau justru tonggak sejarah menuju Bandung yang benar-benar “bebas macet” dan aman bagi setiap penggunanya. Mari kita bersama-sama mengawal agar visi ini dapat terwujud dengan baik, demi kenyamanan dan keselamatan seluruh “Wargi Bandung”.