Dalam sebuah pengumuman yang mengguncang dunia, Republik Islam Iran telah melaporkan bahwa 610 orang tewas imbas serangan Israel selama 12 hari konflik bersenjata yang intens. Angka tragis ini, bersama dengan ribuan korban luka dan kerusakan infrastruktur vital, menjadi cerminan nyata dari eskalasi ketegangan yang belum lama ini mencengkeram Timur Tengah. Artikel ini akan mengupas tuntas fakta-fakta di balik klaim Iran, menguraikan dampak kemanusiaan yang mendalam, dan meninjau dinamika geopolitik yang melingkupi gencatan senjata yang rapuh ini.
Konflik yang pecah pada Jumat, 13 Juni 2025, dan berlangsung selama hampir dua pekan ini, telah meninggalkan luka mendalam bagi kedua belah pihak, dengan Iran melaporkan kerugian yang signifikan di tengah klaim kemenangan oleh Israel. Di tengah laporan korban jiwa yang terus bertambah, perhatian dunia kini tertuju pada upaya-upaya untuk memastikan gencatan senjata dapat bertahan dan mencegah terulangnya tragedi serupa.
Rincian Korban Jiwa dan Luka: Potret Kemanusiaan di Tengah Konflik
Juru bicara Kementerian Kesehatan Iran, Hossein Kermanpour, adalah sosok yang menyampaikan kabar duka ini kepada publik. Ia merinci bahwa dari 610 korban jiwa, terdapat 13 anak-anak, dengan yang termuda baru berusia dua bulan. Selain itu, 49 wanita juga menjadi korban tewas, dua di antaranya sedang hamil. Tragedi ini juga merenggut nyawa lima petugas kesehatan, sementara 20 lainnya mengalami luka-luka saat berjuang menyelamatkan nyawa di garis depan kemanusiaan.
Angka korban luka jauh lebih besar, mencapai 4.746 orang, dengan 971 di antaranya masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Sebanyak 687 pasien bahkan telah atau akan menjalani prosedur operasi, menandakan tingkat keparahan cedera yang mereka alami. Kermanpour menyoroti pemandangan “sangat mengerikan” yang dihadapi rumah sakit selama 12 hari terakhir, menunjukkan tekanan luar biasa pada sistem kesehatan Iran.
Kerusakan Infrastruktur Vital
Dampak serangan Israel tidak hanya terbatas pada korban jiwa. Infrastruktur sipil dan medis juga mengalami kerusakan parah, memperparah krisis kemanusiaan. Kementerian Kesehatan Iran melaporkan bahwa:
- Tujuh rumah sakit mengalami kerusakan signifikan.
- Enam pangkalan tanggap darurat rusak.
- Empat klinik tidak dapat beroperasi.
- Sembilan ambulans rusak, menghambat upaya penyelamatan dan evakuasi.
Mohammad Reza Zafarqandi, Menteri Kesehatan Iran, menambahkan bahwa sebagian besar korban jiwa, sekitar 95 persen, meninggal akibat tertimbun reruntuhan bangunan yang hancur. Ia juga mengungkapkan bahwa tiga rumah sakit terpaksa dievakuasi untuk menyelamatkan pasien. Ini menunjukkan betapa luasnya kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan udara Israel, yang menyasar berbagai titik penting termasuk fasilitas nuklir, pangkalan militer, dan bahkan kawasan permukiman.
Gencatan Senjata: Secercah Harapan di Tengah Abu Perang
Setelah 12 hari yang penuh gejolak, Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengumumkan gencatan senjata dengan Israel pada Selasa, 24 Juni 2025. Pengumuman ini disampaikan melalui kantor berita resmi IRNA, menandai berakhirnya periode konflik yang dipicu oleh apa yang disebut Pezeshkian sebagai “petualangan dan provokasi Israel”.
“Hari ini, setelah perlawanan heroik bangsa kita yang hebat, yang tekadnya membuat sejarah, kita menyaksikan terbentuknya gencatan senjata dan berakhirnya perang 12 hari,” kata Pezeshkian dalam pesannya kepada bangsa.
Pezeshkian juga menegaskan komitmen Iran untuk tidak melanggar gencatan senjata ini, selama Israel juga menahan diri. Ia menyatakan kesiapan Iran untuk berunding guna mempertahankan hak-haknya yang sah, termasuk penggunaan tenaga nuklir secara damai, sebuah isu yang menjadi salah satu pemicu ketegangan.
Peran Mediasi Donald Trump
Gencatan senjata ini tidak lepas dari peran mediasi yang mengejutkan dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Berita tentang kesepakatan gencatan senjata muncul setelah percakapan telepon antara Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Awalnya, Trump bahkan mengkritik Israel karena melancarkan serangan udara besar-besaran ke Iran segera setelah kesepakatan dicapai, menunjukkan kerapuhan awal dari gencatan senjata tersebut.
Trump menegaskan bahwa AS tidak menginginkan perubahan rezim di Iran, melainkan hanya ingin melihat situasi kembali tenang. Pernyataan ini meredakan spekulasi tentang niat tersembunyi AS di balik mediasi tersebut. Dunia menyambut baik gencatan senjata ini, meskipun dengan kehati-hatian. Berbagai pemimpin negara, mulai dari Kremlin hingga Prancis, Jerman, Arab Saudi, dan Tiongkok, menyatakan dukungan mereka sambil mengingatkan akan situasi yang masih sangat rapuh.
Tokoh-Tokoh Penting yang Gugur dan Dampak Strategisnya
Konflik 12 hari ini tidak hanya merenggut nyawa warga sipil, tetapi juga menewaskan sejumlah tokoh penting militer dan ilmuwan nuklir Iran, yang memiliki dampak strategis bagi Teheran.
- Hossein Salami, Kepala Garda Revolusi Iran (IRGC): Gugur pada hari pertama serangan Israel, 13 Juni. Kematiannya merupakan pukulan telak bagi struktur komando militer Iran. Pemakaman kenegaraan untuk Salami dan para komandan serta ilmuwan lainnya dijadwalkan pada Sabtu, 28 Juni, di Teheran.
- Mohammad Reza Sedighi Saber, Ilmuwan Nuklir Terkemuka: Tewas dalam serangan Israel, bahkan disebut sebagai korban serangan malam terakhir sebelum gencatan senjata. Sedighi Saber adalah sosok yang disanksi oleh Departemen Luar Negeri AS karena keterkaitannya dengan proyek-proyek bahan peledak di organisasi riset pertahanan Iran, SPND, yang dapat diterapkan pada pengembangan perangkat peledak nuklir. Kematiannya menambah panjang daftar ilmuwan nuklir Iran yang menjadi sasaran.
- Mohammad Taqi Yousefvand, Komandan Senior IRGC: Dilaporkan tewas dalam serangan rudal Israel di Teheran sehari setelah gencatan senjata, menunjukkan bahwa ketegangan masih sangat tinggi bahkan setelah kesepakatan dicapai.
- Mohammad Kazemi, Kepala Intelijen IRGC: Gugur pada 15 Juni.
- Mayor Jenderal Ali Shadmani: Tewas pada 17 Juni, digambarkan sebagai komandan militer paling senior di Iran yang baru diangkat.
- Tiga Komandan Pasukan Quds IRGC: Mohammed Said Izadi, Behnam Shahriyari, dan Aminpour Joudaki, tewas pada 21 Juni. Pasukan Quds adalah sayap IRGC yang bertanggung jawab atas operasi di luar negeri.
- Enam Ilmuwan Nuklir Lainnya: Bersama Sedighi Saber, total ada 10 ilmuwan nuklir yang dilaporkan tewas selama perang ini (termasuk Mohammad Mehdi Tehranchi, Fereydoun Abbasi, Abdolhamid Minouchehr, Ahmad Reza Zolfaghari, Amir Hossein Faghihi, dan Motallebzadeh).
Kematian para tokoh ini, terutama ilmuwan nuklir, mengindikasikan bahwa salah satu tujuan utama Israel adalah menghentikan program nuklir Iran, yang menurut Tel Aviv berpotensi menghasilkan bom nuklir. Iran sendiri secara konsisten membantah tuduhan ini dan menegaskan program nuklirnya bertujuan damai.
Dampak Lebih Luas dan Langkah Selanjutnya
Di sisi Israel, angka resmi otoritas Tel Aviv mencatat setidaknya 28 orang tewas akibat serangan balasan Iran. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memuji “kemenangan bersejarah” negaranya dalam perang 12 hari ini, dan berjanji untuk mencegah Teheran membangun kembali fasilitas nuklirnya.
Namun, gencatan senjata ini tidak berarti akhir dari semua masalah. Pasca-gencatan senjata dengan Iran, militer Israel segera memfokuskan kembali operasi mereka ke Jalur Gaza untuk melawan Hamas dan memulangkan sandera. Selama 12 hari konflik Iran-Israel, laporan menunjukkan bahwa pasukan Israel menewaskan setidaknya 870 warga Palestina di Gaza, menambah total korban jiwa menjadi 56.077 di wilayah tersebut. Kondisi kemanusiaan di Gaza pun semakin memburuk.
Penangkapan Mata-Mata dan Keamanan Dalam Negeri
Di Iran, otoritas juga bertindak cepat untuk mengatasi ancaman internal. Lebih dari 700 orang di seluruh negeri ditangkap karena dicurigai sebagai mata-mata badan intelijen Israel, Mossad. Operasi penangkapan ini menyasar individu dengan perilaku mencurigakan, termasuk mereka yang mengambil gambar di sekitar area militer, industri, dan permukiman. Tindakan ini menunjukkan keseriusan Iran dalam mengamankan diri dari infiltrasi intelijen asing.
Warga Negara Asing Terdampak
Eskalasi konflik juga berdampak pada warga negara asing. Kementerian Luar Negeri RI melaporkan puluhan WNI sempat tertahan di Israel, Yordania, dan Iran akibat penutupan wilayah udara dan terhentinya penerbangan. Meskipun tidak ada laporan WNI yang menjadi korban jiwa, insiden ini menunjukkan jangkauan luas dampak konflik tersebut.
Kesimpulan: Refleksi Atas Sebuah Konflik dan Harapan Masa Depan
Angka 610 korban tewas yang dilaporkan Iran adalah pengingat yang menyakitkan akan harga kemanusiaan dari konflik bersenjata. Di balik setiap angka adalah kisah hidup yang terenggut, keluarga yang berduka, dan komunitas yang porak-poranda. Kerusakan pada rumah sakit dan infrastruktur vital semakin memperparah penderitaan, menyoroti urgensi perlindungan warga sipil dalam setiap konflik.
Gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat, meski disambut baik oleh dunia, masih sangat rapuh. Tuduhan pelanggaran dan fokus baru Israel di Gaza menunjukkan bahwa perdamaian sejati masih jauh dari jangkauan. Kematian para komandan militer dan ilmuwan nuklir Iran juga menambah kompleksitas situasi, yang berpotensi memicu ketegangan di masa depan terkait program nuklir Teheran.
Konflik 12 hari ini adalah cerminan dari ketegangan geopolitik yang mendalam di Timur Tengah, dengan implikasi yang meluas secara global. Penting bagi semua pihak untuk menghormati gencatan senjata, memprioritaskan dialog, dan mencari solusi diplomatik yang berkelanjutan demi mencegah terulangnya tragedi kemanusiaan yang lebih besar. Hanya dengan upaya kolektif dan komitmen terhadap perdamaian, stabilitas di kawasan ini dapat terwujud. Masyarakat internasional harus terus mengawasi situasi, memastikan bantuan kemanusiaan tersalurkan, dan mendorong semua pihak untuk menahan diri demi masa depan yang lebih aman dan damai.