Menguak Fakta di Balik Perang Israel-Iran: Siapa Untung, Siapa Buntung dalam Pusaran Konflik Global?

Dipublikasikan 25 Juni 2025 oleh admin
Sosial Politik

Konflik di Timur Tengah selalu menjadi sorotan dunia, dan ketegangan antara Israel dan Iran adalah salah satu episode paling kompleks dan penuh gejolak. Ketika berita mengenai perang Israel-Iran mendominasi lini masa, pertanyaan mendasar yang muncul di benak banyak orang adalah: siapa sebenarnya yang mendapatkan keuntungan, dan siapa yang menanggung kerugian paling besar dari eskalasi ini? Artikel ini hadir untuk menguak fakta di balik perang Israel-Iran, menyelami dinamika militer, ekonomi, politik, hingga narasi propaganda yang menyelimutinya, demi memberikan pemahaman yang komprehensif kepada Anda.

Menguak Fakta di Balik Perang Israel-Iran: Siapa Untung, Siapa Buntung dalam Pusaran Konflik Global?

Kita akan menjelajahi akar permasalahan, menganalisis dampak konkretnya, dan mencoba menimbang skala keuntungan serta kerugian yang dialami berbagai pihak, mulai dari kedua negara yang berseteru, kekuatan global yang terlibat, hingga pasar dunia yang turut merasakan dampaknya. Mari kita bersama-sama menyingkap lapisan-lapisan kompleks di balik konflik yang tak kunjung usai ini.

Awal Mula Ketegangan: Kilas Balik Konflik Israel-Iran

Hubungan antara Israel dan Iran telah lama diwarnai rivalitas dan permusuhan, yang berpuncak pada serangkaian serangan dan balasan militer baru-baru ini. Titik didih ketegangan semakin meningkat tajam setelah Israel melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir dan militer Iran pada Jumat, 13 Juni 2025. Serangan ini, yang disebut Israel sebagai “Operasi Rising Lion,” diklaim Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyasar “jantung” program nuklir Iran, dengan tudingan bahwa Teheran bertekad memproduksi senjata nuklir dalam waktu singkat. Klaim ini dibantah keras oleh Iran, yang berkeras bahwa program nuklirnya bersifat damai dan hanya untuk tujuan sipil.

Namun, pengawas nuklir global, IAEA, pada Juni lalu telah menyatakan Iran melanggar kewajiban non-proliferasi, menyebut “banyak kegagalan” dalam memberikan jawaban lengkap mengenai bahan nuklir dan persediaan uranium yang diperkaya. Laporan IAEA bahkan menunjukkan Iran telah memperkaya uranium hingga kemurnian 60%, mendekati standar kualitas pembuatan senjata yang berpotensi menciptakan sembilan bom nuklir.

Sebagai respons terhadap agresi Israel, Iran membalas dengan meluncurkan serangan rudal balistik dan drone ke wilayah Israel beberapa jam kemudian, dalam sebuah operasi yang dinamakan “True Promise 3.” Serangan balasan ini menandai eskalasi signifikan, dengan sekitar 100 rudal diklaim diluncurkan ke Israel, meskipun sebagian besar berhasil dihalau oleh sistem pertahanan udara Iron Dome. Aksi saling serang ini terus berlanjut selama berhari-hari, menciptakan ketidakpastian dan kekhawatiran global.

Medan Perang: Serangan dan Pertahanan di Lapangan

Konflik terbaru ini menunjukkan intensitas yang mengkhawatirkan dengan saling serang yang menargetkan berbagai lokasi strategis. Israel, dengan kekuatan udara superiornya, melancarkan serangan terhadap target militer Iran, termasuk lokasi peluncuran dan penyimpanan rudal, serta situs satelit dan radar militer. Dilaporkan, sekitar 20 jet tempur Angkatan Udara Israel terlibat dalam serangan-serangan ini, menggunakan lebih dari 30 amunisi. Gempuran Israel juga menyasar fasilitas nuklir Natanz, yang menyebabkan kerusakan signifikan.

Di sisi lain, Iran melancarkan serangan rudal balistik ke “puluhan target, pusat militer, dan pangkalan udara” di Israel. Meskipun sistem pertahanan Israel, termasuk Iron Dome dan Arrow, terbukti sangat efektif dalam mencegat sebagian besar proyektil, beberapa rudal tetap berhasil menerjang empat daerah berbeda di utara dan tengah Israel, menyebabkan sedikitnya delapan warga sipil tewas. Ledakan juga sempat terdengar di ibu kota Iran, Teheran, dan kota Karaj, sebelah barat Teheran, sebagai dampak serangan Israel yang menyebabkan sistem pertahanan udara Iran harus diaktifkan.

Korban jiwa dari kedua belah pihak menjadi bukti nyata dari kehancuran konflik ini. Kementerian Kesehatan Iran melaporkan lebih dari 220 orang tewas akibat serangan Israel, termasuk warga sipil dan anak-anak, serta beberapa petinggi militer dan ilmuwan nuklir terkemuka seperti Komandan Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC), Hossein Salami, dan mantan Kepala Organisasi Energi Atom Iran, Fereydoon Abbasi. Sementara itu, Israel mengatakan serangan Iran telah menewaskan 24 orang.

Dampak Ekonomi Global: Harga Minyak dan Kegelisahan Pasar

Salah satu konsekuensi paling cepat dan terasa dari perang Israel-Iran adalah gejolak di pasar energi global. Konflik ini secara instan memicu lonjakan harga minyak dunia dan gas. Harga minyak mentah Brent, misalnya, sempat naik hampir 4% dan diperdagangkan mendekati US$76,94, bahkan sempat melonjak hingga 7% di awal saling serang. Kenaikan harga ini segera menimbulkan kegelisahan di kalangan investor, yang khawatir akan stabilitas pasokan energi global.

Kekhawatiran utama pasar adalah potensi penutupan Selat Hormuz, jalur pelayaran strategis antara Iran dan Oman, yang merupakan salah satu choke point terpenting di dunia untuk pengiriman minyak. Jika selat ini ditutup, perdagangan minyak akan sangat terdampak, yang pada gilirannya dapat memperburuk tekanan inflasi global. Meskipun Israel sejauh ini belum merusak fasilitas ekspor minyak Iran, serangan terhadap fasilitas pemrosesan gas alam di Iran yang menjadi bahan bakar jaringan listrik negara tersebut sudah cukup memicu kekhawatiran. Volatilitas pasar yang tinggi menjadi indikasi jelas betapa rapuhnya ekonomi global di tengah ketidakpastian geopolitik.

Peran Amerika Serikat: Antara Mediasi dan Intervensi

Amerika Serikat, sebagai sekutu dekat Israel dan kekuatan global, memiliki peran krusial dalam dinamika konflik ini. Presiden Donald Trump secara aktif mempertimbangkan berbagai opsi, termasuk kemungkinan bergabung dengan Israel untuk menyerang lokasi fasilitas nuklir Iran secara langsung. Hal ini memicu peringatan keras dari Rusia, yang menilai bantuan militer langsung AS ke Israel dapat secara radikal mengacaukan seluruh situasi di Timur Tengah.

Trump sendiri sebelumnya telah menggunakan media sosial untuk menyerukan Iran agar “menyerah tanpa syarat” dan menginginkan “akhir yang nyata” dari konflik, bukan sekadar gencatan senjata sementara. Pertemuan antara AS dan Iran yang dijadwalkan pada 15 Juni untuk membahas pembatasan program nuklir juga terpaksa dibatalkan akibat eskalasi serangan Israel.

Pada akhirnya, gencatan senjata antara Iran dan Israel mulai berlaku pada Selasa, 24 Juni 2025, setelah negosiasi yang diinisiasi oleh Presiden Trump dan difasilitasi oleh Qatar. Kondisi ini dicapai setelah AS mengembom tiga fasilitas nuklir Iran yang kemudian dibalas Iran dengan menyerang pangkalan udara AS di Qatar. Peran AS dalam menekan kedua belah pihak, termasuk teguran keras Trump kepada Netanyahu, menjadi faktor kunci dalam meredakan situasi, setidaknya untuk sementara waktu. Ini menunjukkan bahwa meskipun AS memiliki kepentingan dan kecenderungan berpihak, menjaga stabilitas regional dan mencegah konflik skala penuh tetap menjadi prioritas.

Saling Klaim Kemenangan: Perang Narasi di Balik Gencatan Senjata

Setelah gencatan senjata diberlakukan, baik Israel maupun Iran segera melancarkan “perang narasi,” masing-masing mengklaim kemenangan. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam pidato videonya menyatakan Israel meraih “kemenangan bersejarah.” Ia mengklaim serangan Israel berhasil menghancurkan dua ancaman sekaligus: program nuklir Iran dan proyek 20.000 rudal balistik yang tengah dibangun Teheran. Netanyahu juga berterima kasih kepada Presiden Trump atas dukungannya, termasuk serangan terhadap fasilitas nuklir Fordo milik Iran.

Di sisi lain, Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, juga mengklaim kemenangan dengan narasi yang kontras. Ia menyebut konflik sebagai “perang yang dipaksakan oleh kecerobohan rezim Zionis” dan menegaskan bahwa gencatan senjata terjadi atas keputusan Iran sendiri setelah musuh mengalami “kerugian yang tak terbayangkan.” Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran bahkan menyebut hasil perang ini sebagai “kemenangan politik dan militer yang tegas,” menyoroti keberhasilan mereka dalam “meruntuhkan mitos ketangguhan Iron Dome” melalui hujan rudal ke wilayah Israel.

Menurut analis Timur Tengah dari Universitas George Washington, Sina Azodi, narasi kemenangan dari kedua negara ini lebih banyak berfungsi sebagai alat propaganda politik domestik ketimbang refleksi dari realitas militer di lapangan. Azodi menilai Israel memang berhasil melumpuhkan sebagian infrastruktur militer Iran dan mengurangi kemampuan rudal Teheran. Namun, tujuan utama Israel untuk menghancurkan sepenuhnya program nuklir Iran tidak tercapai, dan pergantian rezim di Iran juga tidak terjadi. Dari sudut pandang Iran, klaim kemenangan mereka muncul dari fakta bahwa mereka mampu memaksa negara dengan kekuatan militer dominan di kawasan untuk menyetujui gencatan senjata, sebuah narasi yang efektif untuk konsumsi domestik, menunjukkan bahwa mereka tetap berdiri tegak menghadapi tekanan. Ini membuktikan bahwa konflik di Timur Tengah tidak hanya berlangsung di medan perang fisik, tetapi juga dalam medan perang narasi dan opini publik.

Anatomi Kekuatan Militer: Perbandingan dan Strategi

Untuk memahami siapa untung dan siapa buntung, penting untuk menguak fakta mendalam mengenai kekuatan militer kedua negara. Menurut International Institute for Strategic Studies (IISS), anggaran pertahanan Israel jauh lebih besar dibandingkan Iran. Israel mengalokasikan sekitar US$19 miliar (sekitar Rp303 triliun) pada tahun 2022 dan 2023, lebih dari dua kali lipat anggaran pertahanan Iran yang sekitar US$7,4 miliar (sekitar Rp118 triliun). Perbandingan pengeluaran pertahanan Israel terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga dua kali lipat dari Iran, menunjukkan komitmen besar terhadap kekuatan militer.

Dalam hal kekuatan udara, Israel memiliki keunggulan signifikan dengan 340 pesawat militer siap tempur, termasuk jet F-15, F-35 “siluman” berteknologi tinggi, dan helikopter serang cepat. Sementara itu, Iran diperkirakan memiliki sekitar 320 pesawat tempur, namun sebagian besar merupakan jet tua dari tahun 1960-an (F-4, F-5, F-14) dan tidak jelas seberapa banyak yang masih bisa terbang mengingat sanksi Barat yang menyulitkan impor suku cadang.

Meskipun demikian, Iran memiliki program rudal terbesar dan paling bervariasi di Timur Tengah, dengan lebih dari 3.000 rudal balistik pada tahun 2022. Rudal dan drone tempur jarak jauh ini dikembangkan secara ekstensif dan telah terbukti mampu menyerang dari jarak jauh, seperti yang terlihat dari rentetan proyektil ke Israel. Di sisi pertahanan, tulang punggung Israel adalah sistem Iron Dome dan Arrow, yang terbukti sangat efektif dalam mencegat rudal. Namun, para ahli seperti Jeremy Binnie dari Janes memperingatkan bahwa Hizbullah, sekutu Iran di Lebanon, memiliki begitu banyak rudal sehingga berpotensi menggempur pertahanan udara Israel, meskipun mungkin hanya bersifat sementara.

Strategi militer Israel cenderung pada serangan udara tepat sasaran dan konsep “hukuman” untuk menimbulkan rasa sakit pada lawan agar berpikir dua kali menentang Israel. Mereka cenderung menghindari perang darat berskala besar. Di sisi lain, Iran dan sekutunya mungkin akan mempertimbangkan taktik non-konvensional, seperti serangan lintas batas atau penyitaan tanker minyak asing, meskipun yang terakhir dinilai kurang mungkin terjadi.

Siapa Untung, Siapa Buntung? Analisis Komprehensif

Menganalisis siapa yang untung dan siapa yang buntung dalam perang Israel-Iran adalah tugas yang kompleks, karena keuntungan dan kerugian dapat dilihat dari berbagai perspektif: militer, politik, ekonomi, dan narasi.

Keuntungan yang Diraih:

  • Israel:

    • Melumpuhkan Sebagian Infrastruktur Militer Iran: Serangan Israel berhasil merusak beberapa fasilitas vital Iran, termasuk lokasi peluncuran rudal dan penyimpanan, serta fasilitas nuklir seperti Natanz. Ini mengurangi kemampuan Iran untuk sementara waktu.
    • Menjaga Superioritas Udara: Israel menunjukkan kembali dominasinya di udara, menghancurkan sepertiga peluncur rudal Iran dan mengklaim “keunggulan udara penuh” atas Teheran.
    • Pesan Pencegahan: Dengan melancarkan serangan “hukuman,” Israel berusaha mengirim pesan kuat kepada Iran dan sekutunya bahwa setiap agresi akan dibalas dengan konsekuensi serius.
    • Konsolidasi Dukungan Domestik dan Internasional (Terbatas): Serangan balasan Iran memungkinkan Netanyahu untuk menggalang dukungan domestik di tengah krisis dan menarik simpati dari sekutu seperti AS.
  • Iran:

    • Menunjukkan Kapasitas Balasan: Meskipun banyak rudal dicegat, fakta bahwa Iran mampu melancarkan serangan rudal balistik ke Israel dari jarak jauh menunjukkan kemampuan militer yang signifikan dan kemauan untuk membalas. Ini penting untuk kredibilitas regionalnya.
    • Meruntuhkan “Mitos” Iron Dome (Narasi): Meskipun Iron Dome efektif, klaim Iran bahwa mereka berhasil “meruntuhkan mitos ketangguhan Iron Dome” melalui hujan rudal efektif untuk konsumsi domestik, meningkatkan moral dan citra perlawanan.
    • Memaksa Gencatan Senjata: Dari sudut pandang Iran, gencatan senjata yang diinisiasi AS setelah serangan balasan mereka dapat diklaim sebagai kemenangan politik, menunjukkan bahwa mereka mampu memaksa musuh untuk duduk di meja perundingan.
    • Meningkatkan Harga Minyak: Secara tidak langsung, ketegangan ini menguntungkan Iran sebagai produsen minyak, meskipun dampak jangka panjangnya bisa negatif karena sanksi.
  • Amerika Serikat:

    • Menjaga Pengaruh Regional: Dengan memediasi gencatan senjata, AS menegaskan kembali perannya sebagai kekuatan penyeimbang dan mediator utama di Timur Tengah.
    • Mencegah Eskalasi Penuh: Intervensi AS berhasil mencegah konflik meluas menjadi perang regional yang lebih besar, yang bisa memiliki konsekuensi global yang parah.

Kerugian yang Ditanggung:

  • Israel:

    • Gagal Sepenuhnya Menghancurkan Program Nuklir Iran: Meskipun merusak beberapa fasilitas, tujuan utama Israel untuk menghancurkan sepenuhnya program nuklir Iran dan mengganti rezim tidak tercapai.
    • Korban Jiwa dan Kerusakan: Meskipun minim, tetap ada korban jiwa sipil dan kerusakan infrastruktur akibat serangan balasan Iran.
    • Meningkatkan Ketegangan Jangka Panjang: Serangan ini memperpanjang siklus permusuhan dan membuat Israel tetap berada di bawah ancaman balasan di masa depan, baik dari Iran maupun proksinya.
    • Biaya Militer: Operasi militer berskala besar memerlukan biaya yang tidak sedikit.
  • Iran:

    • Kerusakan Fasilitas Militer dan Nuklir: Serangan Israel menyebabkan kerusakan signifikan pada infrastruktur militer dan fasilitas nuklir Iran, menghambat program mereka.
    • Kehilangan Petinggi Militer dan Ilmuwan: Kematian tokoh-tokoh kunci merupakan pukulan serius bagi kepemimpinan dan kemampuan teknis Iran.
    • Korban Jiwa Sipil: Angka korban yang tinggi di pihak Iran menunjukkan dampak kemanusiaan yang parah dari konflik ini.
    • Tekanan Sanksi dan Isolasi: Konflik ini semakin memperkuat alasan bagi komunitas internasional untuk mempertahankan atau bahkan memperketat sanksi terhadap Iran.
    • Biaya Perang: Meskipun anggaran pertahanan lebih kecil, biaya untuk melancarkan serangan dan memperbaiki kerusakan tetap memberatkan ekonomi Iran yang sudah tertekan.
  • Amerika Serikat:

    • Risiko Terjebak Konflik Langsung: Pertimbangan untuk bergabung dengan Israel dalam serangan langsung menunjukkan risiko tinggi AS terseret lebih dalam ke dalam konflik yang berpotensi membesar dan berlarut-larut.
    • Ketegangan dengan Rusia: Peringatan Rusia terhadap AS menyoroti potensi polarisasi kekuatan global dan meningkatnya ketegangan geopolitik yang lebih luas.
  • Dunia Global:

    • Ketidakpastian Pasar Global: Lonjakan harga minyak dan gas, serta kekhawatiran akan Selat Hormuz, menciptakan ketidakpastian ekonomi yang merugikan semua negara.
    • Tekanan Inflasi: Kenaikan harga energi berpotensi memperburuk tekanan inflasi global yang sudah ada.
    • Ketidakstabilan Geopolitik: Konflik ini menambah lapisan ketidakstabilan di kawasan yang sudah bergejolak, mengancam perdamaian dan keamanan global.

Secara keseluruhan, sulit untuk menunjuk satu pihak sebagai pemenang mutlak. Baik Israel maupun Iran berhasil mencapai tujuan taktis tertentu dan mengklaim kemenangan naratif untuk konsumsi domestik. Namun, biaya yang ditanggung oleh kedua belah pihak, dalam bentuk korban jiwa, kerusakan infrastruktur, dan ketidakpastian ekonomi, sangatlah besar. Konflik ini lebih merupakan skenario “buntung” bagi semua pihak yang terlibat secara langsung, dengan kerugian material dan non-material yang signifikan.

Prospek ke Depan: Akankah Perang Berlanjut?

Gencatan senjata yang dicapai mungkin hanya bersifat sementara. Ketegangan yang mendasari konflik, terutama seputar program nuklir Iran dan ambisi regional kedua negara, tetap belum terselesaikan. Israel telah menegaskan tidak akan berhenti menyerang Iran dan siap meningkatkan laju serangan selama diperlukan. Di sisi lain, Iran kemungkinan akan terus mengembangkan kemampuan militernya dan mendukung proksi regionalnya sebagai alat penyeimbang terhadap pengaruh Israel dan AS.

Perang narasi juga akan terus berlanjut, memengaruhi opini publik dan legitimasi tindakan masing-masing pihak. Peran kekuatan global seperti AS dan Rusia akan tetap krusial dalam menahan atau justru memicu eskalasi. Selama akar permasalahan tidak ditangani secara fundamental melalui diplomasi yang jujur dan efektif, siklus konflik ini berpotensi terulang kembali, dengan konsekuensi yang semakin parah bagi seluruh kawasan dan dunia.

Kesimpulan

Menguak fakta di balik perang Israel-Iran menunjukkan bahwa konflik ini adalah pusaran kompleks tanpa pemenang yang jelas. Kedua belah pihak menanggung kerugian yang signifikan, baik dalam hal korban jiwa, kerusakan infrastruktur, maupun biaya ekonomi. Israel berhasil menunjukkan kemampuan militer dan melumpuhkan sebagian kapasitas Iran, namun gagal mencapai tujuan utamanya untuk menghentikan program nuklir atau mengganti rezim. Iran, di sisi lain, berhasil menunjukkan kemampuannya untuk membalas dan mengklaim kemenangan naratif, meskipun dengan harga yang mahal.

Pada akhirnya, yang paling buntung dari konflik ini adalah rakyat sipil yang menjadi korban, serta stabilitas ekonomi dan geopolitik global yang terus-menerus diguncang. Gencatan senjata mungkin memberikan jeda, tetapi tidak menyelesaikan akar permasalahan. Untuk itu, pemahaman yang mendalam tentang dinamika konflik ini adalah langkah pertama menuju kesadaran kolektif akan pentingnya mencari solusi damai yang berkelanjutan. Mari terus mengikuti perkembangan dan berupaya menyebarkan informasi yang akurat untuk mendorong perdamaian di kawasan yang krusial ini.