Dunia kembali dikejutkan oleh kabar duka dari Jalur Gaza. Dalam kurun waktu 24 jam terakhir, laporan mengindikasikan bahwa israel kembali serang gaza, lebih dari 80 orang tewas, dengan ratusan lainnya mengalami luka-luka. Angka ini bukan sekadar statistik; ia adalah cerminan dari penderitaan manusia yang tiada henti, siklus kekerasan yang terus berputar, dan krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di salah satu wilayah paling bergejolak di dunia. Artikel ini akan membawa Anda menyelami lebih dalam konteks di balik serangan terbaru ini, dampaknya terhadap warga sipil, serta berbagai perspektif yang menyelimuti konflik yang tak kunjung usai. Memahami dinamika kompleks ini krusial, bukan hanya untuk mengikuti berita, tetapi untuk merenungkan konsekuensi kemanusiaan yang mendalam dan mencari titik terang di tengah kegelapan.
Kembalinya Gempuran: Fokus Baru Pasca-Gencatan Senjata dengan Iran
Kabar mengenai israel kembali serang gaza, lebih dari 80 orang tewas dalam 24 jam terakhir datang tak lama setelah tercapainya kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Iran. Gencatan senjata yang mengakhiri 12 hari perang udara antara kedua negara tersebut, yang secara mengejutkan diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mulai berlaku sejak Selasa, 24 Juni 2025. Namun, ketenangan di front Iran tampaknya justru mengalihkan kembali perhatian militer Israel sepenuhnya ke Jalur Gaza.
Menurut laporan dari Kementerian Kesehatan di Gaza, yang dilansir oleh Al Jazeera pada Kamis, 26 Juni 2025, setidaknya 79 hingga lebih dari 80 orang tewas dan hampir 400 orang terluka akibat serangan Israel di seluruh wilayah kantong tersebut dalam satu hari. Beberapa laporan lain pada periode berbeda juga mencatat angka kematian yang serupa atau bahkan lebih tinggi, seperti 84 orang pada 14 Mei 2025, dan 140 orang pada 19 Juni 2025, menunjukkan pola serangan intensif yang konsisten.
Fokus utama Israel, sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Staf Militer Israel Eyal Zamir, adalah untuk memulangkan semua sandera yang tersisa dan membubarkan rezim Hamas yang berkuasa di Gaza. Zamir menyatakan bahwa kampanye Israel terhadap Iran belum berakhir, melainkan telah memasuki fase baru, dengan fokus kini beralih kembali ke Gaza. Pernyataan ini menegaskan tekad Tel Aviv untuk melanjutkan operasi militernya di wilayah Palestina.
Meluasnya Penderitaan: Korban di Tepi Barat dan Target yang Beragam
Tragedi ini tidak hanya terbatas di Jalur Gaza. Di Tepi Barat, empat warga Palestina, termasuk seorang remaja, juga dilaporkan tewas. Remaja tersebut ditembak oleh pasukan Israel, sementara tiga warga Palestina lainnya kehilangan nyawa dalam serangan pemukim Israel di kota Kafr Malek, timur laut Ramallah. Tujuh orang lainnya terluka dalam serangan pemukim tersebut. Ini menunjukkan bahwa kekerasan dan penderitaan meluas di luar Jalur Gaza, mencakup wilayah Palestina lainnya yang juga berada di bawah pendudukan atau tekanan Israel.
Serangan udara Israel dilaporkan menargetkan berbagai lokasi, termasuk kamp pengungsian seperti Jabaliya di utara Gaza (tempat sebagian besar korban dilaporkan berasal), serta kamp pengungsian Maghazi, Zeitoun, dan Kota Gaza. Bahkan, laporan menyebutkan bahwa 14 orang tewas dalam serangan Israel terhadap kerumunan warga yang tengah menunggu truk bantuan PBB di sepanjang jalan Salahuddin, Gaza tengah. Insiden ini, yang oleh petugas medis dikonfirmasi, semakin menyoroti risiko ekstrem yang dihadapi warga sipil bahkan saat mereka berusaha mendapatkan kebutuhan dasar untuk bertahan hidup.
Di Balik Angka: Potret Penderitaan Kemanusiaan yang Mendalam
Angka kematian yang terus meningkat, seperti “lebih dari 80 orang tewas dalam 24 jam terakhir” di Gaza, adalah puncak gunung es dari krisis kemanusiaan yang mengerikan. Konflik yang telah berlangsung sejak Oktober 2023 ini telah merenggut puluhan ribu nyawa dan menyebabkan kehancuran yang tak terbayangkan.
Krisis Kemanusiaan dan Kelaparan Massal
Salah satu aspek paling mengkhawatirkan dari situasi di Gaza adalah krisis kemanusiaan yang parah. Blokade yang diberlakukan Israel sejak 2 Maret 2025 telah menghentikan pasokan makanan, obat-obatan, dan bantuan lainnya selama berminggu-minggu. Meskipun bantuan terbatas mulai diizinkan masuk pada akhir Mei setelah tekanan internasional, organisasi kemanusiaan menegaskan bahwa jumlah tersebut masih sangat tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat.
Warga Gaza kini menghadapi pilihan yang mematikan: mati karena bom Israel atau mati karena kelaparan. Banyak yang mempertaruhkan nyawa mereka setiap hari hanya untuk mendapatkan makanan. Pusat distribusi bantuan, yang seharusnya menjadi penyelamat, justru menjadi “lokasi eksekusi” karena serangan berulang di sana. Ribuan warga Palestina yang kelaparan tetap berkumpul mencari bantuan, meskipun lokasi distribusi seringkali ditutup atau menjadi target serangan. Sejak operasi distribusi bantuan dimulai, sedikitnya 274 orang tewas dan lebih dari 2.000 terluka di sekitar lokasi penyaluran bantuan.
Pengungsian dan Kehilangan Tempat Tinggal
Serangan Israel telah memaksa sebagian besar penduduk Gaza untuk mengungsi. Lebih dari 80% Jalur Gaza kini telah diklasifikasikan oleh Israel sebagai zona militer atau telah menjadi sasaran perintah evakuasi. Hal ini menyebabkan hampir 665.000 orang mengungsi lagi sejak Israel melanggar gencatan senjata pada Februari 2025.
Tentara Israel secara sistematis menghancurkan rumah, pabrik, dan lahan pertanian, melarang penangkapan ikan dan menghancurkan sebagian besar kapal penangkap ikan. Ini bukan hanya tentang kehancuran fisik, tetapi juga penghancuran mata pencarian dan infrastruktur dasar yang esensial bagi kehidupan. Malnutrisi kini tersebar luas di antara penduduk yang terpaksa mengungsi, menambah daftar panjang penderitaan yang harus mereka alami.
Perspektif Berbeda: Tujuan dan Taktik di Balik Konflik
Ketika israel kembali serang gaza, lebih dari 80 orang tewas dalam 24 jam terakhir, penting untuk memahami narasi yang berbeda dari pihak-pihak yang terlibat.
Klaim dan Tujuan Militer Israel
Dari sisi Israel, operasi militer ini diklaim sebagai upaya untuk melumpuhkan militer Hamas dan memulangkan sandera. Militer Israel (IDF) menyatakan bahwa mereka hanya berupaya melumpuhkan militer Hamas dan bahwa warga telah berulang kali diperingatkan bahwa daerah tertentu adalah zona pertempuran aktif. Mereka mengklaim bahwa pasukan melepaskan tembakan peringatan ketika warga mendekati pasukan dengan cara yang mengancam.
Selain itu, Kepala Staf Militer Israel Eyal Zamir juga mengklaim bahwa rentetan serangan Israel terhadap Iran telah menghambat program nuklir negara itu “selama beberapa tahun.” Ini menunjukkan bahwa tindakan militer Israel di Gaza juga dilihat dalam konteks strategi regional yang lebih luas, di mana Iran dianggap sebagai pendukung utama Hamas.
Tanggapan Hamas dan Jalan Buntu Negosiasi
Hamas, di sisi lain, menggambarkan tindakan Israel sebagai “balas dendam brutal” yang menargetkan warga sipil tak berdosa. Mereka memperingatkan bahwa eskalasi militer yang sedang berlangsung di Jalur Gaza justru membahayakan nyawa para sandera Israel, bukan memberikan harapan bagi mereka untuk kembali dengan selamat. Hamas dengan tegas menyatakan bahwa “satu-satunya cara untuk mengamankan kembalinya para sandera adalah melalui negosiasi.”
Upaya mediasi gencatan senjata yang dilakukan oleh Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar hingga kini masih menemui jalan buntu. Meskipun Hamas disebut telah menerima proposal gencatan senjata yang ditawarkan oleh mediator, Israel malah mengajukan proposal lain, menunjukkan kurangnya kesediaan kedua belah pihak untuk mundur dari tuntutan inti mereka. Siklus kekerasan terus berlanjut, meskipun ada upaya diplomatik internasional.
Dampak Jangka Panjang dan Seruan Global
Konflik yang terus berkecamuk ini telah menimbulkan dampak jangka panjang yang menghancurkan. Sejak 7 Oktober 2023, data dari Kementerian Kesehatan Gaza menunjukkan bahwa total warga Palestina yang tewas telah mencapai angka yang mengejutkan, berkisar antara 50.357 hingga 55.290 jiwa, dan lebih dari 115.688 hingga 124.054 orang terluka. Angka-angka ini terus bertambah setiap harinya, dengan setiap laporan baru seperti “lebih dari 80 orang tewas dalam 24 jam terakhir” menambah daftar panjang korban.
Penderitaan yang dialami warga Gaza, baik secara fisik maupun psikologis, tidak dapat diukur. Mereka hidup dalam ketakutan akan serangan udara, kelaparan, kehilangan orang-orang terkasih, dan pengungsian berulang. Kondisi ini diperparah dengan fakta bahwa perhatian dunia terkadang teralihkan oleh konflik lain, seperti perang Israel-Iran yang baru-baru ini terjadi. Beberapa warga Gaza mengungkapkan kekhawatiran bahwa penderitaan mereka akan terlupakan. “Orang-orang dibantai di Gaza, tetapi perhatian telah beralih ke perang Iran-Israel. Hanya sedikit berita tentang Gaza akhir-akhir ini,” ujar Adel, seorang warga Kota Gaza.
Seruan global untuk mengakhiri kekerasan dan mencapai solusi komprehensif terus digaungkan, namun implementasinya masih jauh dari kenyataan. Organisasi internasional, aktivis kemanusiaan, dan berbagai negara terus mendesak gencatan senjata permanen dan pembukaan akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan. Namun, selama tuntutan inti dari kedua belah pihak tidak dapat dipertemukan, siklus kekerasan dan penderitaan akan terus berulang.
Kesimpulan: Sebuah Seruan untuk Empati dan Tindakan
Kenyataan bahwa israel kembali serang gaza, lebih dari 80 orang tewas dalam 24 jam terakhir adalah pengingat yang menyakitkan akan urgensi situasi di Palestina. Ini bukan sekadar berita, melainkan cerminan dari krisis kemanusiaan yang mendalam, di mana nyawa tak bersalah terus menjadi korban dalam konflik yang kompleks. Angka-angka kematian, kisah-kisah penderitaan, dan kehancuran yang terjadi adalah panggilan bagi kita semua untuk tidak berpaling.
Meskipun dinamika politik dan militer sangat rumit, dampak paling fundamental selalu jatuh pada warga sipil yang tak berdaya. Mereka adalah anak-anak yang kehilangan masa depan, orang tua yang kehilangan keluarga, dan komunitas yang kehilangan harapan. Memahami konteks ini secara menyeluruh, di luar narasi sederhana, adalah langkah pertama menuju empati yang lebih dalam dan, pada akhirnya, mendorong upaya nyata untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan.
Penting bagi kita untuk terus memantau perkembangan, menyebarkan informasi yang akurat, dan mendukung upaya kemanusiaan yang berjuang untuk meringankan penderitaan di Gaza. Hanya dengan perhatian dan tekanan global yang berkelanjutan, harapan akan perdamaian dan keadilan bagi mereka yang terjebak dalam lingkaran kekerasan ini dapat terwujud. Konflik di Gaza adalah luka terbuka bagi kemanusiaan, dan penyembuhannya membutuhkan partisipasi dan kepedulian dari seluruh dunia.