Terkuak! ‘Mas Pelayaran’ Penganiaya Pacar Ojol Ternyata Bukan Pelaut, Ini Profesi Aslinya

Dipublikasikan 7 Juli 2025 oleh admin
Kriminal

Yogyakarta, zekriansyah.com – Kasus penganiayaan pacar driver ojek online (ojol) di Sleman beberapa waktu lalu sempat bikin heboh dan viral di media sosial. Pelakunya, yang sempat dijuluki ‘Mas Pelayaran’ karena pengakuannya, kini fakta aslinya terungkap. Ternyata, dia bukan seorang pelaut seperti yang sempat diakui dalam video!

Terkuak! 'Mas Pelayaran' Penganiaya Pacar Ojol Ternyata Bukan Pelaut, Ini Profesi Aslinya

Ilustrasi: Terungkapnya identitas asli pelaku penganiayaan pacar ojol di Sleman, bukan pelaut melainkan profesi lain yang mengejutkan.

Artikel ini akan mengupas tuntas siapa sebenarnya sosok di balik julukan ‘Mas Pelayaran’ ini, profesi aslinya, kronologi lengkap kejadian, hingga konsekuensi hukum yang dihadapinya, serta ‘serangan balik’ dari warganet. Mari kita pahami duduk perkaranya agar tidak salah informasi dan bisa mengambil pelajaran dari kejadian ini.

Mengapa Julukan ‘Mas Pelayaran’ Viral? Ini Fakta Aslinya

Julukan ‘Mas Pelayaran’ mulai viral setelah sebuah video cekcok beredar luas di media sosial. Dalam video tersebut, pelaku penganiayaan, Takbirdha Tsalasiwi Wartyana (T/TTW), 25 tahun, terdengar lantang menyebut dirinya ’orang pelayaran’ saat memarahi pacar driver ojol yang mengantar pesanannya.

“Aku wong pelayaran, mbak (Saya bekerja di pelayaran). Kowe ngerti disiplin ora?” ujar T dalam video yang beredar.

Namun, pengakuan itu ternyata tidak benar. Polresta Sleman meluruskan bahwa T bukanlah seorang pelaut atau lulusan sekolah pelayaran. Ia adalah seorang staf admin untuk sebuah perusahaan pelabuhan di Fatufia, Morowali, Sulawesi Tengah. T sendiri merupakan lulusan S-1 Akuntansi dari sebuah universitas di Yogyakarta.

Kasat Reskrim Polresta Sleman, AKP Wahyu Agha Ari Septyan, menjelaskan bahwa pengakuan T sebagai ’orang pelayaran’ itu semata-mata untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah sosok yang tertib dan disiplin, tidak suka keterlambatan.

Kronologi Lengkap Insiden Penganiayaan Pacar Driver Ojol di Sleman

Insiden penganiayaan ini bermula dari hal sepele: keterlambatan pesanan. Berikut kronologi lengkapnya:

  • Kamis, 3 Juli 2025 Malam: Takbirdha Tsalasiwi Wartyana (T) memesan kopi Fore melalui aplikasi ShopeeFood. Driver ShopeeFood bernama Arzeto (AD) mengantar pesanan ditemani pacarnya, Ayuningtyas (AN/AML), 22 tahun. Pesanan ini terlambat tiba di rumah T di Bantulan, Sidoarum, Godean, Sleman.
  • Penyebab Keterlambatan: AD mendapat pesanan ganda (double order) dari aplikasi dan saat itu ada acara kirab budaya di Jalan Godean yang menyebabkan kemacetan. Keterlambatan pesanan hanya sekitar 5 menit dari perkiraan waktu.
  • Cekcok dan Penganiayaan: Meskipun AD sudah menginformasikan kemungkinan keterlambatan, T merasa tidak terima. Saat AN mencoba membantu AD menjelaskan situasi double order dan kemacetan, T malah mengamuk. Terjadilah cekcok yang berujung pada penganiayaan. AN ditarik hingga jatuh dan dijambak, serta didorong oleh T. Akibatnya, AN mengalami luka lecet dan perih di tangan kanan, wajah, serta nyeri di kepala.
  • Jumat, 4 Juli 2025 Dini Hari: AN melaporkan kejadian penganiayaan ini ke Polresta Sleman.

Tiga Tersangka Penganiayaan, Termasuk Ayah dan Kakak Pelaku

Setelah laporan masuk dan dilakukan penyelidikan, termasuk pemeriksaan rekaman CCTV, polisi menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan ini. Mereka adalah:

  1. Takbirdha Tsalasiwi Wartyana (TTW), 25 tahun: Pelanggan yang memesan ShopeeFood. Perannya menarik baju korban dan meneriakkan kata-kata kasar.
  2. RHW, 32 tahun: Kakak kandung TTW. Perannya menarik baju dan mendorong korban hingga sempat terjatuh beberapa kali.
  3. RTW, 58 tahun: Ayah kandung TTW. Perannya menarik rambut dan tangan korban, menyebabkan korban terjatuh.

Menurut pengakuan RHW dan RTW kepada polisi, mereka bermaksud melerai cekcok tersebut. Namun, polisi menegaskan bahwa cara mereka melerai justru salah dan menyebabkan korban terluka. Ketiga tersangka kini telah ditahan di Polresta Sleman.

Aksi Solidaritas Ojol Berujung Perusakan, Dua Pelaku Diamankan

Kasus penganiayaan yang viral ini memicu gelombang kemarahan dan aksi solidaritas dari ratusan driver ojol di Yogyakarta.

  • Jumat, 4 Juli 2025 Malam: Ratusan driver ojol mendatangi rumah TTW di Bantulan, Godean. Mengetahui rumahnya digeruduk massa, TTW mengamankan diri ke Polsek Godean sebelum akhirnya dibawa ke Polresta Sleman.
  • Sabtu, 5 Juli 2025 Dini Hari: Meskipun polisi sudah meminta massa untuk pulang, sebagian driver kembali mendatangi rumah TTW. Aksi solidaritas ini berujung anarkis. Massa melempari batu, memblokade jalan, membakar ban, dan merusak mobil patroli Polsek Godean. Beberapa warga juga menjadi korban pemukulan.

Polisi kemudian bergerak cepat mengidentifikasi pelaku perusakan. Dua orang pelaku perusakan mobil dinas kepolisian berhasil diamankan:

  • BAP, 18 tahun: Pelajar, warga Caturharjo, Sleman.
  • MTA, 18 tahun: Pelajar, warga Banguntapan, Bantul.

Kapolresta Sleman Kombes Pol Edy Setyanto Erning Wibowo mengungkapkan bahwa kedua pelaku ini bukan driver ojol resmi. Mereka menggunakan akun milik orang tua dan teman untuk beroperasi, serta belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Polisi masih terus menyelidiki untuk mengidentifikasi pelaku perusakan lainnya.

Ancaman Hukuman dan ‘Serangan Balik’ Order Fiktif

Atas perbuatan penganiayaan, Takbirdha Tsalasiwi Wartyana, RHW, dan RTW dikenakan Pasal 170 atau Pasal 351 KUHP tentang tindak kekerasan secara bersama-sama atau penganiayaan. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara 5 tahun.

Selain menghadapi proses hukum, keluarga “Mas Pelayaran” juga harus berurusan dengan ‘serangan balik’ digital dari warganet. Rumah Takbirdha dibanjiri pesanan fiktif dengan sistem Cash on Delivery (COD) dari berbagai platform belanja online. Barang-barang yang dipesan pun bermacam-macam, mulai dari kaos tahanan Nusakambangan, lemari, hingga kulkas dua pintu, yang tentunya merugikan kurir dan penjual.

Fenomena ini menunjukkan kemarahan publik yang menilai tindakan arogan dan kekerasan TTW sangat tidak berperikemanusiaan. Banyak warganet menyindir sikap TTW yang mengaku disiplin namun bertindak brutal hanya karena keterlambatan pesanan yang sepele.

Kesimpulan

Kasus ‘Mas Pelayaran’ ini menjadi cerminan bahwa klaim status atau profesi tidak bisa menjadi pembenaran atas tindakan kekerasan. Kejadian ini mengingatkan kita semua akan pentingnya menahan diri, berempati, dan menyelesaikan masalah dengan kepala dingin. Keterlambatan sepele tak seharusnya berujung pada kekerasan dan konsekuensi hukum yang serius, apalagi sampai memicu kerusuhan dan ‘serangan balik’ digital yang merugikan banyak pihak. Bijak dalam bertindak dan bertutur adalah kunci untuk menjaga ketertiban dan harmoni dalam masyarakat.