KPK Tak Kunjung Panggil Bobby Nasution: Mahfud MD Sentil ‘Lembaga Titipan’, Ada Apa Sebenarnya?

Dipublikasikan 12 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Publik dihebohkan dengan pernyataan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang secara terang-terangan mempertanyakan keberanian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memanggil Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution. Nama menantu Presiden Joko Widodo ini memang tengah menjadi sorotan, terutama setelah dikaitkan dengan kasus dugaan korupsi proyek jalan di Sumatera Utara. Pertanyaan besar pun muncul: mengapa KPK tak kunjung panggil Bobby Nasution? Mari kita bedah lebih dalam.

KPK Tak Kunjung Panggil Bobby Nasution: Mahfud MD Sentil 'Lembaga Titipan', Ada Apa Sebenarnya?

Ilustrasi untuk artikel tentang KPK Tak Kunjung Panggil Bobby Nasution: Mahfud MD Sentil ‘Lembaga Titipan’, Ada Apa Sebenarnya?

Sorotan Mahfud MD: KPK ‘Lembaga Titipan’ atau Profesional?

Kegemasan Mahfud MD terhadap sikap KPK ini bukan tanpa alasan. Dalam sebuah wawancara yang tayang pada Selasa, 8 Juli 2025, Mahfud mengungkapkan bahwa ia melihat KPK kini sudah tidak lagi menarik simpati dan “sorak-sorai publik” seperti dulu. Sebaliknya, menurutnya, perhatian publik justru beralih ke Kejaksaan Agung.

“Saya tidak melihat Bobbynya ya, (tapi) melihat KPK-nya. KPK ini sekarang, akhir-akhir ini kan kelihatan tidak lagi menarik ya sambutan publik, sorak-sorai publik itu untuk KPK sudah tidak seperti dulu,” ucap Mahfud.

Ia bahkan meyakini bahwa KPK tidak berani memanggil Bobby Nasution karena opini publik memandang lembaga antirasuah ini sebagai ‘KPK titipan’ atau ‘lembaga boneka’ yang menyortir perkara. Meskipun Bobby Nasution sendiri telah menyatakan siap dipanggil, Mahfud sulit membayangkan KPK akan melibatkannya, apalagi sampai menjadikannya tersangka.

Kasus Proyek Jalan Sumut: Dari OTT hingga Nama Bobby Terseret

Keterkaitan nama Bobby Nasution muncul dalam pengusutan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara, khususnya di Mandailing Natal, yang nilainya mencapai Rp 231,8 miliar. Kasus ini mencuat setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 26 Juni 2025.

Dalam kasus ini, Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, telah ditetapkan sebagai tersangka. Nama Bobby Nasution terseret karena kedekatannya dengan Topan Ginting. Bahkan, KPK menyebut bahwa kontak antara pejabat pemerintah (termasuk Bobby) dan calon kontraktor seharusnya tidak terjadi pada tahap awal proyek. Saat penggeledahan di rumah Topan, KPK juga menemukan uang tunai sebesar Rp 2,8 miliar yang diduga terkait pengaturan proyek.

Meski demikian, Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada rencana untuk memanggil Bobby Nasution. “Ya, sementara sih. Sampai dengan hari ini belum ada,” kata Setyo pada Kamis, 10 Juli 2025. Ia menambahkan, penyidik masih fokus pada pokok perkara dengan tersangka utama.

‘Blok Medan’ dan Kasus Korupsi Eks Gubernur Maluku Utara: Kahiyang Ayu Turut Disebut

Ini bukan kali pertama nama Bobby Nasution dan istrinya, Kahiyang Ayu, putri Presiden Jokowi, dikaitkan dengan kasus korupsi. Pada Agustus 2024, nama keduanya sempat disebut dalam sidang kasus korupsi yang menjerat mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba.

Dalam persidangan, Kepala Dinas ESDM Maluku Utara, Suryanto Andili, mengungkapkan adanya kode “Blok Medan” yang digunakan Abdul Gani Kasuba dalam pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Suryanto menyebut “Blok Medan” merujuk pada Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu.

Terkait hal ini, Mahfud MD juga pernah mendesak agar KPK memanggil Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu. Ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang tidak pandang bulu demi menghilangkan kesan diskriminatif. “Menurut saya, kalau ingin menegakkan hukum dengan benar, menghilangkan kesan tidak pandang bulu, seharusnya (Bobby Nasution) dipanggil paling tidak,” tegas Mahfud pada saat itu.

Respons KPK: Profesionalisme Berdasarkan Alat Bukti

Menanggapi desakan publik dan pernyataan Mahfud MD, KPK melalui ketuanya, Setyo Budiyanto, menegaskan bahwa lembaga antirasuah ini bekerja berdasarkan alat bukti dan kebutuhan penyidikan, bukan berdasarkan persepsi atau tekanan publik.

“KPK tidak bekerja berdasarkan persepsi publik. Kami bekerja berdasarkan alat bukti dan kebutuhan penyidikan,” pungkas Setyo. Ia menambahkan, jika hasil pemeriksaan saksi dan tersangka menunjukkan adanya keterkaitan Bobby Nasution, maka pemanggilan tentu akan dilakukan. Namun, jika tidak ada relevansi, KPK tidak akan mencari-cari kesalahan.

Momentum Mengembalikan Kepercayaan Publik

Bagi Mahfud MD, situasi ini seharusnya menjadi momentum bagi KPK untuk memulihkan citra dan kepercayaan publik yang sempat menurun. Ia menyarankan KPK untuk tidak ragu memanggil Bobby Nasution jika memang diperlukan, sembari mencontohkan dirinya sendiri yang pernah proaktif meminta diperiksa KPK saat namanya dikaitkan dengan sebuah kasus.

“Kalau KPK memang begitu mestinya dia segera panggil Bobby Nasution. Dan menurut saya dalam sebulan terakhir ini KPK lumayan loh sudah mulai berani kan,” ujar Mahfud, berharap KPK bisa bangkit lagi sebagai lembaga yang legendaris dalam pemberantasan korupsi.

Kasus ini memang menjadi ujian bagi KPK untuk menunjukkan independensinya dan komitmennya dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Apakah KPK akan berani memanggil Bobby Nasution? Hanya waktu dan perkembangan penyidikan yang akan menjawabnya. Publik tentu berharap proses hukum berjalan transparan dan berkeadilan, demi tegaknya supremasi hukum di Indonesia.