Belakangan ini, publik sering melihat pemandangan yang sama: para tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ditampilkan ke media selalu mengenakan masker atau penutup wajah. Fenomena ini, yang seringkali memunculkan pertanyaan di benak masyarakat, kini sedang menjadi sorotan serius di internal lembaga antirasuah itu. Ya, KPK kaji aturan larang tahanan kenakan masker atau penutup wajah lainnya saat berhadapan dengan publik. Mengapa hal ini penting dan apa dampaknya bagi upaya pemberantasan korupsi? Mari kita telusuri lebih jauh.
KPK kaji aturan larangan masker bagi tahanan: transparansi dan efek jera jadi pertimbangan.
Mengapa Tahanan KPK Sering Bermasker?
Jika Anda sering mengikuti berita kasus korupsi, mungkin Anda memerhatikan bahwa para tersangka yang baru ditahan oleh KPK kerap muncul dengan rompi oranye, tangan terborgol, namun wajahnya tertutup masker, kacamata, bahkan topi. Padahal, pandemi COVID-19 sudah berlalu. Tren ini bukan sekadar gaya, melainkan kerap dianggap publik sebagai cara untuk menghindari sorotan media dan tanggung jawab moral di hadapan masyarakat.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengakui bahwa selama ini memang belum ada ketentuan spesifik yang mengatur secara detail mengenai penampilan para tahanan ketika berhadapan dengan publik. Kondisi ini membuat banyak pihak merasa bahwa para tahanan korupsi seolah mendapat “keistimewaan” dibandingkan tersangka kasus pidana lainnya. Bahkan, tercatat dalam beberapa bulan terakhir, mayoritas dari puluhan tersangka yang dihadirkan dalam konferensi pers KPK menutup wajahnya dengan masker.
Langkah KPK: Kajian Internal dan Komitmen Transparansi
Menanggapi sorotan publik dan kebutuhan akan transparansi, KPK kini sedang mengkaji secara internal aturan terkait larangan tahanan pakai masker atau penutup wajah lainnya. Budi Prasetyo menegaskan bahwa kajian ini adalah komitmen KPK untuk menyusun ketentuan yang jelas. “Hal ini sedang kami bahas di internal,” ujarnya.
Tujuan utama dari kajian ini adalah untuk menciptakan pedoman atau mekanisme yang baku. Pedoman ini diharapkan bisa menjadi acuan bagi seluruh pihak terkait, khususnya para tahanan yang sedang menjalani pemeriksaan. Dengan adanya aturan yang jelas, diharapkan tidak ada lagi celah bagi tersangka untuk menutupi identitasnya di depan publik, sehingga proses hukum bisa berjalan lebih terbuka dan akuntabel.
Wacana Aturan Baru di RUU KUHAP: Efek Jera dan Peran Publik
Tidak hanya kajian internal, wacana untuk mengatur aturan penutup wajah tahanan ini juga mengarah pada revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, berpendapat bahwa RUU KUHAP yang sedang dibahas di DPR adalah momentum yang tepat untuk memasukkan aturan ini.
Menurut Tanak, tujuan dari memperlihatkan wajah para tersangka korupsi di hadapan publik adalah untuk menciptakan efek jera. “Apabila seseorang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi ditangkap dan ditahan, kemudian perlu di-publish, nah, itu harus diperlihatkan supaya mereka malu, dan ini perlu diatur dalam undang-undang,” jelas Tanak. Ia juga mengajak media untuk menyuarakan usulan ini kepada publik, agar kemudian masyarakat bisa memberikan masukan kepada Komisi III DPR RI. Ini adalah langkah nyata untuk memastikan bahwa akuntabilitas dan rasa malu menjadi bagian dari konsekuensi tindak pidana korupsi.
Dilema dan Perdebatan: Hak Asasi vs. Keterbukaan
Meski tujuan KPK jelas untuk transparansi dan efek jera, wacana larangan tahanan kenakan masker ini tentu memicu perdebatan. Beberapa pihak, termasuk anggota Komisi III DPR RI, mengingatkan tentang asas praduga tak bersalah dan hak asasi manusia. Misalnya, Anggota Komisi III DPR RI, Soedeson Tandra, berpendapat bahwa menampilkan tersangka ke publik, bahkan tanpa masker, bisa dianggap sebagai ‘trial by opinion’ atau pembentukan opini publik sebelum adanya putusan hukum yang inkrah. Menurutnya, hak asasi manusia, termasuk nama baik dan harga diri, harus tetap dihormati.
Namun, di sisi lain, ada pandangan bahwa masalah ini tidak perlu diatur terlalu detail dalam undang-undang. Sebagian berpendapat bahwa risiko ekspose adalah konsekuensi yang harus diterima oleh tersangka korupsi. Intinya, belum ada kesepakatan bulat apakah aturan ini sebaiknya diatur secara internal oleh KPK atau menjadi bagian dari regulasi yang lebih tinggi seperti KUHAP.
Kesimpulan
Upaya KPK untuk mengkaji aturan larang tahanan kenakan masker adalah langkah penting menuju transparansi dan akuntabilitas dalam pemberantasan korupsi. Harapannya, dengan adanya pedoman yang jelas, publik bisa melihat langsung siapa saja yang terlibat dalam tindak pidana korupsi, sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses hukum. Meskipun ada perdebatan seputar hak asasi dan asas praduga tak bersalah, komitmen KPK untuk terus mencari mekanisme terbaik patut diapresiasi. Kita tunggu saja bagaimana hasil kajian ini akan membawa perubahan positif bagi sistem hukum kita.