Yogyakarta, zekriansyah.com – Kasus penembakan tiga anggota polisi oleh Kopda Bazarsah saat penggerebekan judi sabung ayam di Way Kanan, Lampung, terus menjadi sorotan publik. Sidang yang digelar di Pengadilan Militer 1-04 Palembang mengungkap berbagai klaim dan bantahan yang dramatis, termasuk pernyataan Kopda Bazarsah yang bersikeras bahwa ia ditembak lebih dulu. Mari kita telusuri lebih dalam fakta-fakta mencengangkan dari persidangan ini.
Kopda Bazarsah bersikeras ditembak lebih dulu saat penggerebekan judi sabung ayam, namun klaimnya diragukan pengadilan militer karena tidak ada korban luka di kalangan 200 penjudi yang hadir.
Klaim Kontroversial Kopda Bazarsah: Merasa Ditembak Duluan?
Dalam persidangan, Kopda Bazarsah membuat pengakuan yang cukup mengejutkan. Ia menyatakan bahwa dirinya merasa terancam dan ditembak lebih dulu oleh polisi saat penggerebekan arena judi sabung ayam miliknya. Menurutnya, inilah alasan mengapa ia kemudian melepaskan tembakan yang menewaskan tiga anggota kepolisian.
Namun, klaim ini langsung diragukan oleh Ketua Majelis Hakim Kolonel CHK Fredy Ferdian Isnartanto. Hakim Fredy menegaskan bahwa tembakan peringatan yang dikeluarkan polisi kala itu diarahkan ke atas, bukan untuk melumpuhkan. “Orang (polisi) menembak ke atas. Saya merasa itu hanya perasaan saudara saja (ditembak),” ujar Hakim Fredy, yang dibantah keras oleh Bazarsah.
Diskakmat Hakim dan Oditur Militer: Logika yang Membantah
Keraguan hakim semakin diperkuat oleh Oditur Militer Letnan Kolonel CHK Zarkasih. Zarkasih menyoroti kejanggalan dalam keterangan Kopda Bazarsah, terutama mengingat ada sekitar 200 penjudi di lokasi yang tidak ada satu pun yang terkena tembakan.
“14 polisi pegang senjata menembak, masa nggak ada yang kena pemain. Logikanya kalau menembak sambil menutup mata saja ada 200 orang pemain di sana, pasti ada yang kena. Artinya apa? Berarti tidak ada tembakan (dari polisi),” ungkap Oditur Zarkasih.
Hakim pun kembali menekan Bazarsah tentang bagaimana ia bisa merasa terancam jika tidak ada luka tembak. “Saya tanya bagaimana merasa terancamnya? Apakah ada saudara terkena peluru? Tidak ada (tembakan). Kalau ada, peluru itu bisa lurus tembus 300 meter-400 meter, di sana kan banyak masyarakat. Tidak mungkin ditembak ke saudara, polisi di sana kan menjalani tugas,” tegas Hakim Fredy, membuat Kopda Bazarsah hanya bisa tertunduk.
Senjata Mematikan yang Selalu Siap Tembak
Fakta lain yang terungkap adalah bagaimana Kopda Bazarsah mempersenjatai dirinya. Ia mengaku selalu membawa senjata api laras panjang “kanibalan” dari SS1 dan FNC saat mengelola arena judi sabung ayam tersebut. Senjata itu bahkan tidak pernah dikunci dan selalu dalam posisi siap tembak, terisi penuh 30 butir amunisi kaliber 5,56mm.
“Tinggal dikokang saja langsung tembak, tidak pernah saya kunci,” kata Kopda Bazarsah. Pernyataan ini sempat membuat Oditur Militer kaget, apalagi senjata tersebut disimpan di plafon rumah dengan kondisi siap pakai.
Detik-detik Penembakan Tragis
Pada saat kejadian penggerebekan, Kopda Bazarsah mengaku sedang memasang taji ayam dan mendengar suara letusan senjata. Ia lantas mengambil senjatanya yang diletakkan di kursi dan menembak ke atas dua kali sambil berlari. Dalam kekacauan tersebut, ia melihat seseorang mengarahkan senjata kepadanya, sehingga ia langsung menembak.
Tembakan itu mengenai Bripda Ghalib. Kemudian, sambil berlari mundur, ia menembak lagi dan mengenai Bripka Petrus Apriyanto. Bahkan, saat Kapolsek Negara Batin AKP Anumerta Lusyanto mencoba membalas tembakan, Kopda Bazarsah menembaknya hingga tewas. Oditur Zarkasih mengungkapkan bahwa Kopda Bazarsah melepaskan delapan tembakan, tiga di antaranya sangat akurat dan menewaskan ketiga polisi.
Posisi “Killing Ground” dan Klaim “Koordinasi”
Olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) juga mengungkap fakta menarik. Lokasi jalan menuju gelanggang judi sabung ayam itu berada di dataran tinggi sekitar 1,5 meter, yang disebut sebagai “killing ground” atau posisi yang sangat menguntungkan dalam pertempuran. “Posisi kamu sangat menguntungkan,” ungkap Oditur, yang diiyakan oleh Bazarsah.
Yang lebih mengejutkan, Kopda Bazarsah secara blak-blakan mengaku telah lama mengelola bisnis judi sabung ayam ini dan bahkan melakukan “koordinasi” dengan sejumlah aparat, termasuk kapolsek. Ia menyebut bahwa setiap akan membuka judi sabung ayam, ia selalu memberikan setoran mulai dari Rp1 juta hingga Rp2 juta.
“Katanya (Kapolsek) ‘lanjut aja dek, asal jangan buat keributan’. Saya marah sudah dikoordininir ternyata digerebek,” tutup Bazarsah, menunjukkan kekecewaannya atas penggerebekan tersebut.
Kesimpulan: Mencari Keadilan di Tengah Kontradiksi
Kasus Kopda Bazarsah yang ngotot ditembak saat penggerebekan judi sabung ayam ini menjadi pelajaran penting tentang penegakan hukum dan integritas. Kontradiksi antara klaim terdakwa dan bukti yang disajikan di persidangan menunjukkan betapa kompleksnya kasus ini.
Peristiwa tragis ini tidak hanya merenggut nyawa aparat yang bertugas, tetapi juga membuka tabir gelap praktik judi ilegal dan dugaan keterlibatan oknum dalam bisnis terlarang. Masyarakat menantikan keadilan ditegakkan secara transparan dan tegas, agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.