Kabar mengejutkan datang dari institusi kepolisian. Seorang perwira menengah berpangkat Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) berinisial Richard B. Pakpahan, yang sebelumnya menjabat Direktur Samapta (Dirsamapta) Polda Sulawesi Tengah, kini resmi dicopot dari jabatannya. Pencopotan ini diduga kuat berkaitan dengan insiden yang viral di media sosial: dugaan penganiayaan terhadap seorang pegawai warung kopi.
Artikel ini akan mengupas tuntas bagaimana insiden kecil berujung pada sanksi serius bagi seorang perwira polisi, serta mengapa kasus semacam ini menjadi sorotan penting bagi citra Polri di mata masyarakat. Mari kita pahami lebih dalam.
Kronologi Insiden Telur Panas yang Viral
Peristiwa yang menjadi pangkal masalah ini terjadi pada Sabtu, 14 Juni 2025, di sebuah warung kopi bernama Roemah Balkot di Palu, Sulawesi Tengah. Menurut pengakuan korban, CV (17), yang saat itu masih berstatus siswa SMA dan sedang membantu di warkop, masalahnya bermula dari pesanan mi kuah.
Kombes Richard memesan mi kuah dengan dua butir telur yang diminta dicampur langsung ke dalam mangkuk. Namun, telur yang disajikan ternyata tidak sesuai dengan harapannya.
“Telurnya dimasak setengah matang, dan mungkin tidak sesuai dengan selera beliau. Tapi saya tidak menyangka reaksinya akan seperti itu,” ujar CV.
Alih-alih menyampaikan komplain dengan baik, Kombes Richard diduga langsung bereaksi secara agresif. Ia melemparkan telur panas yang masih di dalam mangkuk tersebut ke wajah CV, bahkan mengenai area mata korban. Tak hanya itu, korban juga menuturkan bahwa Kombes Richard sempat memukulnya dan bahkan mengejarnya hingga ke dapur.
Akibat insiden ini, pihak manajemen Warkop Roemah Balkot langsung mengambil tindakan tegas. Nama Kombes Richard B. Pakpahan kini masuk daftar hitam dan ia dilarang untuk kembali mengunjungi warkop tersebut.
Jabatan Dicopot, Dimutasi ke Pamen Polda Sulteng
Dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan Kombes Richard ini cepat menyebar dan menarik perhatian publik. Tidak butuh waktu lama bagi institusi Polri untuk mengambil sikap.
Berdasarkan Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/1442/VI/KEP/2025 tertanggal 24 Juni 2025, Kombes Pol Richard B. Pakpahan resmi dicopot dari jabatannya sebagai Dirsamapta Polda Sulawesi Tengah. Ia dimutasi menjadi Perwira Menengah (Pamen) di Polda Sulteng.
Apa artinya dimutasi menjadi Pamen? Ini seringkali diartikan sebagai posisi non-struktural atau “parkir” bagi seorang perwira, jauh dari jabatan strategis yang sebelumnya ia emban. Posisi Dirsamapta Polda Sulteng kini diisi oleh Kombes Pol Mikael P Sitanggang, yang sebelumnya menjabat Kepala Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Maluku Utara.
Reaksi Korban, Keluarga, dan Sang Kombes
Insiden ini tentu menimbulkan trauma bagi korban, CV, yang masih di bawah umur. Ayah korban, Jerry, mengungkapkan kekecewaannya dan mendesak agar kasus ini diproses secara hukum, meskipun Kombes Richard disebut sudah meminta maaf.
“Seharusnya ditanyakan baik-baik dulu, jangan langsung main pukul,” ucap Jerry. Ia menambahkan, “walaupun sudah ada perdamaian, saya sebagai orang tua tetap berharap pelaku diproses hukum.”
Di sisi lain, Kombes Richard B. Pakpahan sendiri mengklaim tidak ada peristiwa pemukulan. Ia menyebut kejadian itu hanya “miss komunikasi” dan bahwa ia dan keluarga korban sudah saling memaafkan.
“Tidak benar dan yang buat berita pertama sudah konfirmasi setelan saya telepon dan sudah dimuat bertanya dan tidak ada pemukulan,” jelas Kombes Richard. Ia melanjutkan, “Pada saat itu juga sudah saling maafkan karena miss (komunikasi) disaksikan oleh keluarga, boleh tanya, malah anak dan ibunya pelukan saya.”
Perbedaan keterangan ini menunjukkan bahwa kasus ini masih menyisakan pertanyaan dan memerlukan kejelasan lebih lanjut dari pihak berwenang.
Mengapa Kasus Ini Penting bagi Citra Polri?
Kasus yang melibatkan Kombes Richard ini menjadi sorotan publik karena beberapa alasan:
- Tindakan Kekerasan oleh Aparat: Masyarakat berharap aparat penegak hukum menjadi pelindung dan pengayom, bukan pelaku kekerasan, apalagi terhadap warga sipil yang lebih muda dan lemah.
- Insiden Sepele Berujung Serius: Kejadian yang dipicu hal sepele (telur setengah matang) namun berujung pada dugaan penganiayaan menunjukkan kurangnya kontrol diri dan profesionalisme.
- Sensitivitas Publik terhadap Polri: Belajar dari kasus-kasus besar sebelumnya seperti kasus Ferdy Sambo dan Brigadir RA, masyarakat kini sangat menyoroti transparansi dan akuntabilitas Polri. Kasus-kasus tersebut sempat diwarnai narasi awal yang berbeda dari fakta sebenarnya, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan publik.
“Masyarakat tentunya juga akan mencatat bagaimana kejadian kasus pembunuhan oleh Irjen Ferdy Sambo yang di awal juga disampaikan bahwa itu kasus bunuh diri, kemudian tembak menembak yang faktanya ternyata tidak demikian,” ujar Bambang Rukminto, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), terkait kasus serupa.
Oleh karena itu, penanganan kasus Kombes Richard ini, termasuk pencopotan jabatannya, adalah langkah penting bagi Polri untuk menunjukkan komitmen dalam menjaga profesionalisme dan merespons harapan publik akan keadilan dan transparansi.
Kesimpulan
Kombes Pol Richard B. Pakpahan kini telah dicopot dari jabatannya sebagai Dirsamapta Polda Sulteng dan dimutasi ke posisi Pamen, menyusul dugaan penganiayaan terhadap seorang pegawai warung kopi. Insiden yang bermula dari hal sepele ini berujung pada sanksi berat bagi sang perwira.
Kasus ini kembali mengingatkan kita akan pentingnya integritas dan profesionalisme aparat penegak hukum. Bagi institusi Polri, penanganan yang cepat dan tegas terhadap kasus-kasus seperti ini adalah kunci untuk membangun kembali kepercayaan dan citra positif di mata masyarakat, memastikan bahwa setiap anggota Polri menjunjung tinggi etika dan hukum, bukan kekerasan.