Mengungkap Kisah di Balik Frasa “Kok Tega” Harian Disway: Dari Perintah Dahlan Iskan hingga Dinamika Media Modern

Dipublikasikan 13 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Siapa yang tak kenal Dahlan Iskan? Sosok karismatik di balik sukses besar Jawa Pos, kini juga motor utama Harian Disway. Belakangan, sebuah frasa sederhana, “kok tega”, menjadi perbincangan hangat di kalangan pembaca Harian Disway, terutama setelah artikel berjudul sama yang ditulis oleh Kokok Herdhianto Dirgantoro viral. Namun, apa sebenarnya makna di balik frasa ini? Mengapa ia begitu relevan dengan perjalanan Dahlan Iskan dan dunia media yang ia geluti?

Mengungkap Kisah di Balik Frasa

Berikut beberapa pilihan caption yang menarik, relevan, dan informatif dalam Bahasa Indonesia untuk gambar ilustrasi artikel tersebut, dengan gaya bahasa caption berita pada umumnya: **Pilihan 1 (Fokus pada keunikan frasa):** Frasa “kok tega” kini menghiasi perbincangan hangat pembaca Harian Disway, mengungkap kisah unik di balik kreasi Dahlan Iskan dan dinamika media modern. **Pilihan 2 (Fokus pada Dahlan Iskan dan Harian Disway):** Mengupas tuntas di balik layar Harian Disway, terungkap kisah inspiratif Dahlan Iskan dan asal-usul frasa “kok tega” yang menjadi magnet perhatian pembaca. **Pilihan 3 (Lebih lugas dan investigatif):** Artikel ini membongkar makna tersembunyi di balik frasa “kok tega” yang populer di Harian Disway, menelisik peran Dahlan Iskan dan lanskap media kekinian. **Pilihan 4 (Menekankan aspek percakapan):** Perbincangan hangat pembaca Harian Disway tentang frasa “kok tega” menjadi titik tolak mengungkap kisah Dahlan Iskan dan geliat media masa kini. Silakan pilih yang paling sesuai dengan visual ilustrasi gambar Anda.

Artikel ini akan membawa Anda menyelami dua sisi makna “kok tega” yang saling berkaitan dengan sosok Dahlan Iskan: dari gaya kepemimpinannya yang unik hingga dinamika perselisihan yang kini ia hadapi. Mari kita kupas tuntas agar Anda bisa memahami lebih dalam seluk-beluk industri media dan sosok di baliknya.

“Kok Tega” Versi Wartawan Muda: Gaya Kepemimpinan Dahlan Iskan yang Revolusioner

Bagi sebagian orang, “kok tega” mungkin terdengar seperti keluhan. Namun, di mata Kokok Herdhianto Dirgantoro, seorang wartawan yang pernah merasakan langsung sentuhan kepemimpinan Dahlan Iskan, frasa ini justru bertransformasi menjadi rasa syukur. Bayangkan saja, di awal kariernya sebagai wartawan, Kokok sering menerima telepon langsung dari Dahlan Iskan, seorang CEO besar, dengan perintah tugas yang kerap terasa “di luar nalar” dan deadline yang super mepet, bahkan “kemarin”.

“Kok, kamu tahu ada semacam tren menjadikan purnawirawan tentara berpangkat bintang sebagai komisaris perusahaan. Cari dan wawancara! Itu karena skill atau mau memanfaatkannya jadi beking bisnis,” begitu salah satu perintah Dahlan Iskan yang Kokok terima via telepon tak dikenal di tahun 2001. Perintah langsung tanpa perantara redaktur ini tentu mengejutkan, apalagi bagi wartawan baru seperti Kokok.

Fenomena ini menunjukkan sisi kepemimpinan Dahlan Iskan yang spontan, disiplin, dan taktis. Ia jauh berbeda dari stereotip orang Jawa pada umumnya yang cenderung high context dan high power distance, di mana perintah biasanya disampaikan secara tidak langsung atau melalui perantara. Dahlan Iskan justru memilih jalur langsung, bahkan untuk tugas-tugas yang menuntut kreativitas tinggi, seperti saat ia meminta Kokok mewawancarai Pak Hermawan Kartajaya dan harus menghasilkan tulisan yang “unik”.

Meski awalnya Kokok sering bergumam “kok tega” dalam hati, pengalaman ini justru membentuknya. Ia belajar tentang multitasking, disiplin, orientasi hasil, dan yang paling penting, thinking out of the box. Pesan Dahlan Iskan yang selalu terngiang, “Kok, mau kondisi ekonomi bagus atau jelek, kita tetap harus kerja keras,” menjadi suntikan semangat di kala sulit. Ini adalah “kok tega” yang mendorong batas dan melahirkan potensi.

Dahlan Iskan dan Jawa Pos: Hubungan yang Kini Penuh “Kok Tega”

Namun, makna “kok tega” tidak berhenti di sana. Frasa ini kembali muncul, kali ini dengan nada keprihatinan yang mendalam, ketika Dahlan Iskan menghadapi status tersangka akibat perselisihan dengan Jawa Pos Group yang pernah ia besarkan. Bagi banyak orang, Dahlan Iskan adalah Jawa Pos, dan Jawa Pos adalah Dahlan Iskan. Ia adalah arsitek di balik transformasi koran sore yang hampir bangkrut menjadi raksasa media pagi dengan peningkatan pendapatan eksponensial di era 1980-an hingga 2000-an.

“Apa tak tersisa ingatan saling menghidupi sebegitu lamanya? Apa tak ada sisa rasa sayang dan saling dukung yang sudah berjalan hampir setengah abad sejak Jawa Pos diambil alih, sehingga Pak Dahlan di masa tua harus menghadapi status tersangka? Kok tega!” tulis Kokok, menyuarakan sentimen banyak pihak yang menyayangkan perselisihan ini. Ini adalah “kok tega” yang menggambarkan rasa tidak percaya dan kepedihan melihat hubungan yang begitu erat kini berujung pada gugatan hukum.

Dahlan Iskan dikenal dengan filosofi manajemennya yang lugas. Ia pernah menegaskan bahwa gaji karyawan dan omzet perusahaan tidak berkorelasi langsung. Laba perusahaan, menurutnya, adalah untuk pengembangan usaha, membeli mesin cetak, atau membangun koran baru, bukan semata-mata untuk menaikkan gaji di atas standar pasar. Pemikiran ini menunjukkan visi jangka panjangnya dalam membangun sebuah imperium media.

Harian Disway: Jejak Baru Dahlan Iskan di Tengah Dinamika Media Digital

Terlepas dari berbagai tantangan, semangat Dahlan Iskan dalam dunia media tak pernah padam. Setelah tak lagi aktif di Jawa Pos Group, ia mendirikan Harian Disway, yang merupakan akronim dari “Dahlan Iskan Way”. Awalnya berawal dari blog pribadinya, disway.id, yang konsisten ia isi setiap hari sejak 2018. Kemudian, pada 4 Juli 2020, Harian Disway hadir dalam bentuk media cetak, uniknya di tengah pandemi COVID-19 saat media cetak lain justru terseok-seok.

Kini, Harian Disway telah bertransformasi menjadi media daring yang menyatu dengan blog disway.id, dan bahkan telah menjalin kerja sama strategis dengan B-Universe untuk memperluas jaringannya.

Strategi pengelolaan konten Harian Disway sangat relevan dengan persaingan media online saat ini:

  • Analisis Mendalam dan Gaya Feature: Harian Disway fokus menyajikan berita berupa analisis mendalam dan bergaya feature, bukan sekadar berita cepat.
  • Target Pembaca: Konten disesuaikan dengan target pembaca, termasuk menggarap segmen anak muda dan gaya hidup, seperti yang pernah ditekankan oleh Azrul Ananda, putra Dahlan Iskan, saat memimpin redaksi Jawa Pos.
  • Keberlanjutan Media: Dengan model manajemen POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling), Harian Disway berupaya menciptakan konten yang tidak hanya informatif tetapi juga berpotensi menghasilkan keuntungan, demi keberlanjutan di tengah ketatnya persaingan media digital.

Pelajaran Berharga dari Frasa “Kok Tega”

Frasa “kok tega” dalam konteks perjalanan Dahlan Iskan dan Harian Disway mengajarkan kita banyak hal. Di satu sisi, ia merepresentasikan gaya kepemimpinan yang berani, disruptif, dan transformatif, yang mungkin terasa keras di awal namun melahirkan profesionalisme dan inovasi. Di sisi lain, ia mencerminkan kepedihan dan pertanyaan tentang loyalitas serta ingatan akan jasa-jasa besar yang telah diberikan.

Kisah “kok tega” ini adalah potret nyata dinamika kompleks di balik layar industri media, di mana visi, dedikasi, dan bahkan perselisihan bisa menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah perjalanan. Ini juga menunjukkan betapa kuatnya dampak seorang pemimpin visioner seperti Dahlan Iskan dalam membentuk sebuah entitas media.

Penutup

Perjalanan Dahlan Iskan dari membesarkan Jawa Pos hingga kini memimpin Harian Disway adalah sebuah saga yang penuh warna. Frasa “kok tega” hariandiswayid bukan sekadar keluhan, melainkan cerminan dari tantangan, pelajaran, dan bahkan rasa syukur yang mendalam. Semoga kisah ini memberikan gambaran yang lebih utuh tentang seorang tokoh media yang tak pernah berhenti berkarya dan berinovasi. Teruslah ikuti perkembangan menarik dari dunia media Indonesia!