Menguak Kisruh Aset: Mengapa Direktur Jawa Pos Sengketa Hukum Dahlan Iskan?

Dipublikasikan 14 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Kabar mengejutkan kembali mencuat dari ranah media nasional. Jawa Pos, salah satu raksasa media di Indonesia, kini terlibat dalam sengketa hukum dengan sosok yang tak lain adalah mantan “nahkoda” utamanya, Dahlan Iskan. Tak hanya Dahlan, nama mantan direksi lain, Nany Wijaya, juga turut terseret dalam pusaran kasus ini.

Menguak Kisruh Aset: Mengapa Direktur Jawa Pos Sengketa Hukum Dahlan Iskan?

Direktur Jawa Pos Ajukan Sengketa Hukum Terkait Aset dengan Mantan Bos, Dahlan Iskan, Guna Menertibkan Tata Kelola Perusahaan Pasca Program Amnesti Pajak 2016.

Bagi banyak orang, Dahlan Iskan adalah identitas yang tak terpisahkan dari sejarah kesuksesan Jawa Pos. Namun, Direktur Jawa Pos Holding, Hidayat Jati, menegaskan bahwa persoalan ini bukanlah upaya untuk melupakan jasa besar Dahlan. Sebaliknya, ini murni tentang penertiban aset perusahaan dan komitmen terhadap tata kelola yang baik. Apa sebenarnya yang terjadi di balik layar perseteruan ini? Mari kita selami lebih dalam duduk perkaranya.

Pelajari lebih lanjut tentang penertiban aset perusahaan di sini: penertiban aset perusahaan.

Akar Masalah: Demi Penertiban Aset Perusahaan

Menurut Hidayat Jati, langkah hukum yang diambil oleh Jawa Pos ini adalah bagian dari tanggung jawab direksi untuk merapikan pembukuan dan memastikan kejelasan status kepemilikan aset perusahaan. Ini adalah bagian dari aksi korporasi yang harus dijalankan.

Tax Amnesty 2016 sebagai Pemicu

Momen penting yang mendorong upaya penertiban aset ini adalah program tax amnesty yang diberlakukan pemerintah pada tahun 2016. Hasil dari program ini telah dilaporkan secara resmi dan disahkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Jawa Pos, dengan keputusan pemegang saham yang bulat. Sejak saat itu, upaya penertiban aset terus digencarkan.

Jejak “Praktik Nominee” di Masa Lalu

Salah satu alasan utama mengapa banyak aset Jawa Pos perlu ditertibkan adalah karena praktik lama yang dikenal sebagai “nominee”. Di era kepemimpinan Dahlan Iskan, perusahaan kerap menitipkan aset atau saham atas nama direksi atau pribadi. Praktik ini berakar dari ketentuan di era pemerintahan Soeharto, di mana Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) hanya bisa diterbitkan atas nama pribadi.

Sayangnya, kebiasaan ini masih berlanjut, bahkan setelah aturan tersebut dicabut. Sejak wafatnya pendiri Jawa Pos, Eric Samola, pada akhir tahun 2000, upaya balik nama aset mulai digalakkan sejak 2001. Namun, karena banyaknya aset yang tersebar di berbagai lokasi, proses ini berjalan lambat. Sebagian berhasil diselesaikan dengan damai, namun sebagian lain justru berakhir menjadi sengketa hukum.

Aset yang Damai dan yang Belum Terselesaikan

Hidayat Jati mengungkapkan bahwa tidak semua urusan aset yang beririsan dengan Dahlan Iskan berakhir di meja hijau. Banyak di antaranya berhasil diselesaikan secara damai berkat pendekatan yang baik.

Kompensasi Saham Dahlan Iskan

Salah satu penyelesaian damai yang dicapai adalah terkait kewajiban Dahlan Iskan yang timbul dari investasinya di proyek PLTU Kaltim. Kewajiban ini, yang nilainya cukup material, disepakati untuk dikompensasikan dengan saham yang dimiliki Dahlan Iskan di Jawa Pos. Inilah mengapa saham Dahlan Iskan di Jawa Pos kini tercatat sebesar 3,8 persen. Hal serupa juga berlaku untuk aset proyek pribadi Dahlan di bidang pengolahan nanas.

Polemik PT Dharma Nyata

Namun, ada satu aset yang hingga kini masih menjadi sumber sengketa hukum, yaitu PT Dharma Nyata. Menurut Hidayat Jati, semua mantan direksi Jawa Pos tahu betul bahwa aset ini bukan milik pribadi mereka, melainkan milik perusahaan. Bahkan, PT Dharma Nyata rutin membagikan dividen ke Jawa Pos hingga tahun 2017.

Masalah muncul ketika pembayaran dividen tersebut tiba-tiba berhenti pada tahun 2017, setelah Nany Wijaya (NW) dicopot dari holding. Karena itu, pihak Jawa Pos merasa perlu untuk menyelamatkan aset PT Dharma Nyata melalui jalur hukum.

Sisi Lain dari Dahlan Iskan: Gugatan Balik dan Bantahan

Di sisi lain, kuasa hukum Dahlan Iskan, Johanes Dipa Widjaja, memiliki pandangan yang berbeda. Ia menilai bahwa Direktur Jawa Pos Holding yang baru tidak memahami sejarah perkembangan Jawa Pos dan langkah hukum yang diambil cenderung memaksakan. Menurut Johanes, Dahlan Iskan adalah sosok yang tak terpisahkan dari Jawa Pos dan perannya sangat besar dalam membesarkan media tersebut.

Dokumen RUPS dan Dividen Rp54,5 Miliar

Johanes Dipa Widjaja mengungkapkan bahwa Dahlan Iskan justru sempat menggugat Jawa Pos karena perusahaan menolak memberikan dokumen-dokumen terkait RUPS yang terdahulu. Selain itu, Dahlan Iskan juga mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap Jawa Pos, menuntut pembayaran dividen sebesar Rp 54,5 miliar yang belum dibagi.

Terkait PT Dharma Nyata, Johanes menegaskan bahwa saham perusahaan itu masih tercatat sah milik Dahlan Iskan dan Nany Wijaya. Ia menantang pihak Jawa Pos untuk menunjukkan bukti pembayaran jika memang merasa pernah membeli perusahaan tersebut dari kliennya. Menurutnya, PT Dharma Nyata didirikan Dahlan Iskan tanpa sepeser pun uang dari Jawa Pos.

Bantahan Status Tersangka dan Klaim Sejarah

Mengenai kabar penetapan Dahlan Iskan sebagai tersangka oleh Polda Jatim, Johanes Dipa Widjaja membantah keras hal tersebut, menyebutnya sebagai “hoax” atau “isu yang digoreng”. Ia menekankan bahwa pernyataan yang digunakan pelapor untuk mengklaim kepemilikan saham PT Dharma Nyata adalah pernyataan pribadi Dahlan, bukan perjanjian hukum.

Kesimpulan

Sengketa hukum antara Jawa Pos dan Dahlan Iskan ini adalah cerminan kompleksitas pengelolaan aset perusahaan media yang memiliki sejarah panjang. Dari satu sisi, manajemen Jawa Pos berupaya merapikan dan menyelamatkan aset yang tersebar akibat praktik masa lalu. Sementara di sisi lain, Dahlan Iskan dan timnya mempertahankan hak-haknya, termasuk klaim atas dividen dan kepemilikan aset yang dianggapnya sah.

Meskipun proses hukum sedang berjalan dan melibatkan pihak kepolisian, Direktur Jawa Pos Holding Hidayat Jati menegaskan bahwa pintu dialog dan negosiasi tetap terbuka. Harapannya, konflik ini dapat diselesaikan dengan baik, berdasarkan fakta hukum dan itikad baik, demi kejelasan masa depan salah satu pilar media di Indonesia. Kita akan terus menantikan bagaimana babak baru perseteruan ini akan berlanjut.