Yogyakarta, zekriansyah.com – Tradisi Pacu Jalur di Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, mendadak jadi perbincangan hangat di seluruh dunia. Bukan cuma karena keseruannya, tapi juga berkat aksi seorang bocah cilik yang menari lincah di ujung sampan. Namanya Rayyan Arkan Dikha, dan tariannya yang spontan kini populer dengan sebutan ‘aura farming’ yang banyak diparodikan di media sosial.
Ilustrasi: Semangat bocah 11 tahun Rayyan beraksi di Pacu Jalur Riau, memukau penonton hingga dijuluki ‘aura farming’.
Artikel ini akan membawa Anda menyelami lebih dalam kisah Rayyan, bocah berusia 11 tahun yang berhasil mengangkat nama Pacu Jalur Kuansing ke kancah internasional. Anda akan tahu siapa Rayyan, bagaimana ia bisa viral, dan bagaimana dampak positifnya bagi budaya serta pariwisata Riau. Siap-siap terinspirasi oleh semangat bocah ini!
Mengenal Rayyan, “Togak Luan” Pembawa Keberuntungan
Rayyan Arkan Dikha, yang akrab disapa Dikha, adalah bocah kelahiran 28 Desember 2014, berasal dari Desa Pintu Lobang Kari, Kecamatan Kuantan Tengah, Kuansing. Ia kini duduk di bangku kelas 5 SD. Dalam tradisi Pacu Jalur, Rayyan dikenal sebagai “Togak Luan” atau “Anak Coki”. Istilah ini merujuk pada penari yang berdiri di ujung perahu panjang, menari untuk menunjukkan bahwa tim mereka sedang memimpin lomba.
Aksi Rayyan yang mengenakan setelan teluk belanga hitam, tanjak khas Melayu Riau, dan kacamata hitam saat menari di atas sampan menjadi viral. Gerakannya yang spontan, tanpa latihan khusus, berhasil mencuri perhatian warganet dari berbagai negara.
“Saya tidak menyangka bisa seviral itu. Tahunya setelah melihat media sosial banyak orang luar yang menirukan tarian itu,” ujar Rayyan saat ditemui di rumahnya.
“Itu spontan saja. Tidak ada belajar atau latihan,” tambahnya sambil tersenyum.
Meskipun tariannya terlihat sederhana, namun kemampuannya menjaga keseimbangan di atas perahu yang melaju kencang menjadi daya tarik tersendiri.
Jejak Sang Ayah dan Mimpi Besar Rayyan
Rayyan tumbuh besar di pinggir Sungai Kuantan, tempat di mana tradisi Pacu Jalur berakar kuat. Sejak kecil, ia sudah akrab dengan sungai, terbiasa berenang dan naik sampan. Dua hal ini adalah bekal penting bagi seorang Togak Luan.
Ketertarikan Rayyan pada Pacu Jalur tidak lepas dari pengaruh keluarganya. Ayahnya, Jufriono (40), adalah mantan atlet Pacu Jalur dari tim Jalur Tuah Koghi Dubalang Ghajo. Kakak Rayyan juga pernah menjadi Togak Luan. Rayyan sendiri sudah bergabung sebagai Togak Luan di tim ayahnya selama dua hingga tiga tahun terakhir, dimulai sejak usianya 9 tahun.
“Ayah sering ngajak ke Pacu Jalur, jadi saya tertarik,” ungkap Rayyan.
Meski kini dikenal luas, Rayyan tetaplah anak-anak biasa dengan cita-cita besar. Ia bercita-cita menjadi seorang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Bahkan, ia juga pernah berkelakar ingin menjadi seorang Gubernur di masa depan.
Kebanggaan Ibu dan Kekhawatiran di Balik Sorotan
Popularitas Rayyan yang mendunia tentu membuat sang ibu, Rani Ridawati, merasa sangat bangga. Rani mengaku menerima banyak telepon dari dalam maupun luar negeri.
“Banyak yang menelepon saya. Ada yang dari Inggris, Dubai juga ada, minta live gitu. Saya iyakan,” cerita Rani.
Namun, di balik kebanggaan itu, Rani juga tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Setiap kali Rayyan naik ke jalur, ia selalu cemas putranya terjatuh ke sungai.
“Ya, khawatirnya itu dia jatuh. Di situ ada tim penyelamat juga. Makanya setiap tanding saya ingatkan selalu jaga keseimbangan,” ujar Rani.
Meski demikian, Rani sepenuhnya mendukung semangat Rayyan untuk melestarikan tradisi daerahnya. Ia berharap momen viral ini bisa semakin memperkenalkan budaya Pacu Jalur Kuansing ke seluruh dunia.
Dampak ‘Aura Farming’ Rayyan bagi Pariwisata Riau
Fenomena ‘aura farming’ yang dibawa Rayyan ternyata membawa dampak positif yang signifikan bagi pariwisata Riau, khususnya di Kuansing. Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Riau, Roni Rakhmat, mengungkapkan kebanggaannya.
“Tentu ini merupakan kebanggaan luar biasa bagi kami, bagi Riau, dan khususnya Kuansing. Dengan adanya viralitas ‘aura farming’ ini, perhatian dunia semakin tertuju pada festival Pacu Jalur. Ini membuktikan bahwa budaya lokal kita memiliki daya tarik universal dan bisa dikenal secara global,” kata Roni.
Peningkatan minat wisatawan pun terasa. Hotel-hotel penuh, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) laris manis, dan transportasi pun hidup. Ini menggerakkan roda perekonomian masyarakat setempat.
Sebagai bentuk apresiasi atas jasanya memperkenalkan Pacu Jalur ke panggung lebih luas, Rayyan bahkan dinobatkan sebagai Duta Pariwisata Riau oleh Gubernur Abdul Wahid dan diberikan beasiswa pendidikan. Gubernur berharap langkah ini bisa menginspirasi anak-anak lain agar bangga dengan budaya lokal.
Puncak Pacu Jalur Kuansing sendiri dijadwalkan akan diadakan pada 20-25 Agustus 2025. Momen ini diharapkan akan menarik lebih banyak lagi wisatawan mancanegara untuk datang dan menyaksikan langsung kemeriahan tradisi unik ini.
Menjaga Warisan Budaya Lewat Generasi Muda
Kisah Rayyan adalah bukti nyata bagaimana sebuah tradisi lokal bisa mendunia berkat sentuhan spontanitas dan teknologi. Dari seorang bocah biasa yang menari di ujung sampan, Rayyan telah menjadi simbol kebanggaan Riau, membawa Pacu Jalur dikenal hingga ke penjuru dunia.
Semoga kisah Rayyan ini menginspirasi kita semua untuk terus mencintai, melestarikan, dan memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia. Karena dari hal-hal kecil yang dekat dengan kita, bisa lahir fenomena besar yang memukau dunia.