Yogyakarta, zekriansyah.com – Kisah Zaki (12), seorang bocah kelas 5 SD di Indramayu, Jawa Barat, kini menjadi sorotan publik. Ia bersama ibu dan kakaknya harus menghadapi gugatan hukum dari kakek kandungnya sendiri terkait kepemilikan rumah yang selama ini mereka tempati. Kasus sengketa tanah warisan ini tak hanya menguras emosi, tapi juga mengancam masa depan keluarga kecil ini.
Ilustrasi: Perjuangan Zaki, bocah SD, mempertahankan rumah warisan keluarganya dari gugatan kakek kandung di Indramayu.
Artikel ini akan mengupas tuntas kronologi kasus Zaki, mengapa gugatan ini bisa terjadi, dampaknya bagi keluarga, serta dukungan yang mengalir untuk mereka. Dengan membaca artikel ini, Anda akan memahami kompleksitas masalah warisan dalam keluarga dan pentingnya dukungan bagi mereka yang membutuhkan.
Awal Mula Gugatan: Rumah dan Usaha yang Disengketakan
Zaki, bersama kakaknya Heryatno (20) dan ibunya Rastiah (37), tinggal di sebuah rumah di Blok Wanasari, Desa Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu. Rumah ini bukan sekadar tempat tinggal, melainkan juga lokasi usaha warung ikan bakar dan nasi yang menjadi tulang punggung keluarga. Mereka telah menempati rumah ini selama lebih dari 15 tahun, sejak Zaki masih balita.
Menurut Heryatno, rumah ini dibangun oleh almarhum ayahnya, Suparto, di atas lahan bekas empang yang diuruk dan dibeli pada tahun 2008. “Bangunan ini itu milik dari almarhum bapak dan ibu saya,” ujar Heryatno. Lokasi rumah yang strategis di seberang Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Karangsong membuat usaha mereka berjalan. “Makanya kalau pergi bukan cuma tempat tinggal, tapi usaha untuk kebutuhan sehari-hari juga hilang,” tambahnya.
Mengapa Sertifikat Tanah Jadi Pangkal Masalah?
Konflik ini mencuat setelah ayah Zaki, Suparto, meninggal dunia pada Desember 2023. Di balik cerita panjang keluarga ini, terungkap bahwa sertifikat tanah seluas 162 meter persegi yang menjadi lokasi rumah Zaki tercatat atas nama kakek dan neneknya.
Heryatno menjelaskan, saat pembelian lahan pada tahun 2008 dengan total harga Rp 35 juta, ada patungan dana:
- Kakek dan Nenek: Rp 23 juta
- Orang Tua Zaki (Suparto & Rastiah): Rp 12 juta
Meski kontribusi kakek lebih besar, almarhum ayah Zaki sempat berniat mengembalikan dana tersebut, namun ditolak oleh sang kakek dengan alasan kekeluargaan. “Katanya gak usah diganti karena kakek saya cuma bisa ngasih tanah saja, tapi bangunan rumahnya disuruh bangun sendiri,” ungkap Heryatno.
Pihak kakek, melalui kuasa hukumnya, Saprudin, mengungkapkan kekhawatiran jika menantu (Rastiah) menikah lagi dan rumah tersebut akan dikuasai oleh suami barunya. Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu gugatan.
Dampak Gugatan pada Zaki dan Keluarga
Gugatan ini sangat mengejutkan bagi keluarga Zaki. Zaki, yang masih berusia 12 tahun, disebut “kena mental” dan lebih banyak murung akibat tekanan ini. Ia bahkan sempat mogok sekolah. Ibu dan kakaknya pun merasakan kesedihan mendalam. “Saya sendiri sangat menyayangkan kenapa kakek dan nenek kok tega banget sama saya dan adik saya,” kata Heryatno dengan nada bergetar.
Selain ancaman kehilangan tempat tinggal, keluarga Zaki juga dihadapkan pada ancaman denda. Dalam surat gugatan, disebutkan ada denda senilai Rp 1 miliar terkait sengketa tersebut. Hal ini tentu menambah beban mental bagi Zaki dan keluarganya yang kini hidup tanpa sosok ayah sebagai kepala keluarga.
Perjuangan Zaki Mencari Keadilan dan Bantuan Datang
Merasa putus asa, Zaki melakukan aksi simpatik dengan membentangkan spanduk berisi permohonan tolong kepada sejumlah tokoh, termasuk Ketua PN Indramayu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Wakil DPRD Jabar Ono Surono, dan Bupati Indramayu Lucky Hakim.
Aksi ini direspons cepat oleh Dedi Mulyadi. Ia mengundang Zaki dan keluarganya ke kediamannya untuk memberikan dukungan moral dan bantuan.
“Ini saya sudah bertemu dengan Zaki, dengan kakaknya, ibunya, dan pamannya. Ini adalah suatu keluarga yang ditinggalkan almarhum ayahnya,” ucap Dedi Mulyadi dalam video yang diunggah di akun Instagram-nya.
Tak hanya dukungan moral, Dedi Mulyadi juga memfasilitasi bantuan hukum secara gratis dari seorang pengacara bernama Yopi, asal Tegal, Jawa Tengah.
“Dan saya sebagai Gubernur Jabar mengucapkan terima kasih nih karena warga Jabar dibantu oleh pengacara yang tidak dibayar,” kata Dedi.
Dukungan juga mengalir dari masyarakat umum, terlihat dari dibangunnya “Posko Peduli Zaki Anak Yatim 12 Tahun Digugat di PN Indramayu” di depan rumah Zaki, yang selalu ramai dikunjungi warga yang bersimpati.
Proses Hukum di Pengadilan Negeri Indramayu
Kasus ini telah terdaftar di Pengadilan Negeri Indramayu dengan nomor perkara 34/Pdt.G/2025/PN Idm. Dalam gugatan tersebut, Rastiah menjadi tergugat I, Heryatno sebagai tergugat II, dan Zaki Fasa Idan (ZI) sebagai tergugat III. Gugatan ini berjenis “Perbuatan Melawan Hukum”.
Sidang perdana telah dilaksanakan pada 2 Juli 2025. Namun, Zaki sebagai tergugat ketiga tidak hadir dalam sidang tersebut, dan belum memiliki kuasa hukum. Oleh karena itu, majelis hakim menunda persidangan dan menjadwalkan agenda pramediasi pada 16 Juli 2025, sambil menunggu kelengkapan kehadiran para pihak.
Dedi Mulyadi pun berpesan kepada keluarga Zaki agar tetap kuat menghadapi proses hukum. “Karena Allah membuka rezeki kepada siapapun yang berusaha. Gak usah takut kehilangan rumah, yang harus takut itu jika kehilangan harapan,” tutupnya.
Semoga Ada Titik Terang untuk Zaki
Kisah Zaki adalah pengingat betapa rumitnya masalah warisan dan betapa pentingnya kepekaan dalam menghadapi konflik keluarga, terutama yang melibatkan anak di bawah umur. Kasus ini masih bergulir di pengadilan, dan Zaki beserta keluarga sangat berharap ada jalan keluar terbaik.
Semoga dengan bantuan hukum dan dukungan yang terus mengalir, Zaki dan keluarganya bisa mendapatkan keadilan serta kedamaian yang mereka dambakan. Mari kita doakan agar masalah ini bisa diselesaikan secara damai dan tidak berkepanjangan, demi masa depan Zaki yang lebih baik.