Pemeriksaan seorang pejabat tinggi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selalu menarik perhatian publik. Kali ini, sorotan tertuju pada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang pada Kamis, 10 Juli 2025, memenuhi panggilan KPK. Uniknya, pemeriksaan ini tidak berlangsung di markas besar KPK di Jakarta, melainkan di Polda Jatim. Mengapa demikian? Mari kita bedah lebih dalam kasus dana hibah Jatim yang menjadi inti permasalahan ini.
Ilustrasi untuk artikel tentang Gubernur Jatim Khofifah Diperiksa KPK di Polda Jatim, Bukan Gedung Merah Putih: Menguak Kasus Dana Hibah APBD
Penting bagi kita untuk memahami duduk perkara ini, karena kasus korupsi dana hibah seringkali melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar. Artikel ini akan mengupas tuntas alasan di balik lokasi pemeriksaan yang tak biasa, kronologi kasus, serta siapa saja yang terlibat dalam pusaran dugaan korupsi APBD Jawa Timur ini.
Mengapa Gubernur Khofifah Diperiksa di Polda Jatim, Bukan Gedung KPK?
Pertanyaan ini mungkin muncul di benak banyak orang. Biasanya, saksi atau tersangka yang dipanggil KPK akan mendatangi Gedung Merah Putih KPK di Jakarta. Namun, untuk Gubernur Jatim Khofifah diperiksa kali ini, lokasinya adalah Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Jawa Timur di Surabaya.
Ketua KPK Setyo Budiyanto dan Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan bahwa keputusan ini diambil murni demi efisiensi dan efektivitas penyidikan. Tim penyidik KPK saat itu memang sedang berada di Jawa Timur untuk menangani kasus lain, yakni dugaan korupsi pembangunan gedung pemerintah Kabupaten Lamongan.
“Pemeriksaan dilakukan bersamaan kegiatan penyidik di wilayah Jatim,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto, menepis anggapan adanya perlakuan istimewa.
Sebelumnya, Khofifah Indar Parawansa sempat mangkir dari panggilan pertama KPK pada 20 Juni 2025. Saat itu, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Adhy Karyono menjelaskan bahwa Khofifah tengah cuti untuk menghadiri wisuda putranya di Universitas Peking, Beijing, Cina. Penjadwalan ulang pun dilakukan, hingga akhirnya disepakati pemeriksaan di Polda Jatim.
Menariknya, di hari yang sama, mantan Ketua DPRD Jawa Timur Kusnadi juga diperiksa terkait kasus yang sama, namun ia justru hadir di Gedung Merah Putih KPK Jakarta. Perbedaan lokasi ini sempat menimbulkan pertanyaan, tetapi KPK menegaskan bahwa semua berdasarkan pertimbangan teknis penyidik.
Kasus Apa yang Menjerat Khofifah?
Gubernur Jatim Khofifah hadir sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengurusan dana hibah untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2021–2022.
Penyidik KPK mendalami keterangan Khofifah terkait proses perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan dana hibah tersebut. Setelah diperiksa selama kurang lebih 8 jam, Khofifah menyatakan telah memberikan penjelasan yang lengkap.
“Alhamdulillah, hari ini saya hadir untuk menyampaikan keterangan sebagai saksi atas beberapa tersangka,” ujar Khofifah usai pemeriksaan. Ia menambahkan bahwa pertanyaan banyak berkaitan dengan struktur Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan proses penyaluran dana hibah yang menurutnya sudah sesuai prosedur.
Nama Khofifah sendiri mencuat setelah mantan Ketua DPRD Jatim Kusnadi, yang juga terseret dalam kasus ini, menyebut bahwa Kepala Daerah Jawa Timur mengetahui persis pengurusan dana hibah tersebut.
“Ya pasti tahu, orang dia yang mengeluarkan (dana hibah) masa dia enggak tahu,” kata Kusnadi usai diperiksa KPK pada 19 Juni 2025.
Peluang Khofifah menjadi tersangka dalam kasus ini, menurut Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, akan sangat bergantung pada hasil pemeriksaan dan keterangan yang diberikan.
Jejak Kasus Dana Hibah Jatim: Dari OTT hingga 21 Tersangka
Kasus korupsi dana hibah ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada penghujung 2022. Saat itu, Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua P Simandjuntak dan tiga tersangka lainnya ditangkap.
KPK menduga Sahat menerima suap Rp 1 miliar dari pengurusan dana hibah tahun 2022, sebagai bagian dari komitmen fee total Rp 2 miliar. Praktik lancung ini diduga sudah terjadi sejak tahun-tahun sebelumnya. Tercatat, pada tahun 2021 dan 2022 saja, Provinsi Jatim mengucurkan dana hibah sebesar Rp 7,8 triliun kepada berbagai badan, lembaga, dan organisasi masyarakat.
Salah satu Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang dikoordinir Abdul Hamid disebut mendapatkan dana hibah sebesar Rp 40 miliar setiap tahun. Sahat telah divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara pada 26 September 2023. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 39,5 miliar.
Dalam pengembangan penyidikan kasus ini, KPK kemudian menetapkan 21 orang tersangka baru pada 12 Juli 2024. Mereka terdiri dari 4 tersangka penerima suap dan 17 tersangka pemberi suap.
Selain pemeriksaan saksi, KPK juga aktif melakukan penggeledahan dan penyitaan aset. Penyidik menemukan uang sekitar Rp 380 juta, dokumen terkait pengurusan dana hibah, kuitansi, catatan penerimaan uang miliaran rupiah, bukti setoran bank, bukti pembelian rumah, salinan sertifikat rumah, dan barang elektronik. KPK juga menyita beberapa aset tanah dan bangunan senilai miliaran rupiah di berbagai kota di Jawa Timur.
Siapa Saja Tersangka dalam Kasus Dana Hibah Jatim?
Dari total 21 tersangka yang ditetapkan KPK dalam pengembangan kasus korupsi dana hibah Jatim ini, mereka dibagi menjadi dua kategori utama:
- Penerima Suap (4 orang):
- Tiga di antaranya adalah penyelenggara negara, termasuk mantan Ketua DPRD Jatim Kusnadi, mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Achmad Iskandar, dan mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Anwar Sadad.
- Satu lainnya merupakan staf dari penyelenggara negara, yaitu Bagus Wahyudiono (staf Sekretariat DPRD Jatim).
- Pemberi Suap (17 orang):
- Lima belas orang dari pihak swasta, seperti Ahmad Heriyadi, Achmad Yahya, Wahid Ruslan, Jodi Pradana Putra, Hasanuddin, Ahmad Jailani, dan Mashudi.
- Dua orang lainnya juga merupakan penyelenggara negara.
Kasus ini menunjukkan upaya serius KPK dalam membongkar praktik korupsi yang merugikan keuangan daerah dan masyarakat.
Kesimpulan
Pemeriksaan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa oleh KPK di Polda Jatim, alih-alih di Gedung Merah Putih, memang menjadi sorotan. Namun, KPK menegaskan bahwa ini adalah bagian dari strategi efisiensi penyidikan yang sedang berlangsung di Jawa Timur, tanpa ada perlakuan istimewa. Khofifah sendiri hadir sebagai saksi dalam kasus korupsi dana hibah APBD Jawa Timur yang telah menyeret 21 tersangka.
Kasus ini berawal dari OTT terhadap Sahat Tua P Simandjuntak dan terus berkembang, mengungkap jaringan yang lebih luas dalam penyalahgunaan dana hibah yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Kita semua tentu berharap proses hukum ini berjalan transparan dan tuntas, demi keadilan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Mari terus ikuti perkembangan kasus ini agar kita selalu mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya.