Halo, Sobat Pembaca! Pernahkah Anda mendengar berita tentang Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang belakangan ini melontarkan kecaman keras terhadap Israel? Kecaman ini bukan tanpa alasan, melainkan dipicu oleh insiden tragis di mana warga Gaza harus kehilangan nyawa saat berjuang cari bantuan makanan. Situasi ini bukan hanya memilukan, tetapi juga mengungkap dalamnya krisis kemanusiaan yang sedang terjadi di sana.
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengecam keras tindakan Israel yang menewaskan warga Gaza saat mereka mencari bantuan makanan, menyoroti situasi kemanusiaan yang memburuk di wilayah tersebut.
Artikel ini akan membawa Anda menyelami lebih dalam mengapa Khamenei mengecam Israel, bagaimana kondisi nyata di Jalur Gaza saat ini, dan apa saja implikasi global dari insiden-insiden yang terjadi. Mari kita pahami bersama tragedi yang memicu kemarahan dunia ini.
Kecaman Keras dari Teheran: Apa Kata Ayatollah Khamenei?
Pada Minggu, 13 Juli 2025, dunia dikejutkan oleh pernyataan tajam dari Ayatollah Ali Khamenei. Ia tak segan menyebut tindakan tentara Israel yang menembak mati warga Gaza saat mengantre bantuan makanan sebagai sebuah “genosida”. Dalam unggahan di Telegram, Khamenei menegaskan, “Ini adalah bentuk genosida murahan yang dihitung dengan presisi Barat.”
Ia menggambarkan situasi mengerikan yang dihadapi warga Palestina di Gaza, seolah mereka dipaksa memilih antara dua kematian: mati kelaparan di bawah reruntuhan atau ditembak saat mencoba mendapatkan sepotong makanan. “Sebuah bangsa yang pernah mati di bawah bom senilai ratusan ribu dolar kini mati di antrean makanan akibat peluru yang harganya hanya beberapa dolar,” ujarnya, menyiratkan ironi yang pedih. Kecaman ini mencerminkan sikap konsisten Iran yang selalu mendukung perlawanan Palestina, seperti yang juga ditegaskan Khamenei setelah gugurnya Yahya Sinwar, pemimpin Hamas.
Tragedi di Jalur Gaza: Saat Bantuan Jadi Taruhan Nyawa
Insiden yang memicu kecaman Khamenei ini memang sangat memprihatinkan. Pada Jumat, 11 Juli, setidaknya 10 warga Palestina dilaporkan tewas ditembak saat menunggu di titik distribusi bantuan makanan di dekat kota Rafah, Gaza selatan. Ini menambah daftar panjang korban sipil yang mencari bantuan. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hampir 800 kematian serupa telah terjadi dalam enam minggu terakhir.
PBB sendiri telah menyuarakan keprihatinan mendalam. Ravina Shamdasani, juru bicara kantor hak asasi manusia PBB, menyatakan, “Ketika orang-orang mengantre untuk mendapatkan pasokan penting seperti makanan dan obat-obatan, dan ketika… mereka memiliki pilihan antara ditembak atau diberi makan, ini tidak dapat diterima.”
Situasi distribusi bantuan di Gaza juga semakin rumit. Setelah Israel melonggarkan blokade bantuan total pada akhir Mei, sebuah organisasi baru bernama Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung AS dan Israel, kini secara efektif menggantikan jaringan pengiriman bantuan yang dipimpin PBB. PBB sendiri menolak bekerja sama dengan GHF karena khawatir lembaga tersebut dirancang untuk melayani tujuan militer Israel.
Bukan Hanya Peluru, Kelaparan Juga Mengancam: Krisis Kemanusiaan di Gaza
Di tengah konflik, kelaparan menjadi ancaman mematikan lainnya di Gaza. Angka-angka yang dirilis Kantor Media Pemerintah di Gaza sungguh mengkhawatirkan:
- Setidaknya 67 anak telah meninggal dunia akibat kelaparan di Gaza sejak Oktober 2023.
- Lebih dari 650.000 anak di bawah usia 5 tahun menghadapi malnutrisi parah.
- Sekitar 1,25 juta orang di Gaza menderita kelaparan parah.
- 96% populasi, termasuk lebih dari 1 juta anak-anak, menderita kerawanan pangan akut.
“Kelaparan kini membunuh apa yang tidak dibunuh oleh bom,” demikian catatan pilu dari kantor tersebut. Blokade total yang dilakukan Israel terhadap wilayah tersebut telah membatasi akses makanan, susu formula bayi, serta pasokan nutrisi dan medis penting. Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) juga memperingatkan konsekuensi kesehatan yang mengerikan akibat blokade ini, termasuk kurangnya sabun dan air bersih yang menyebabkan anak-anak tidak bisa mandi dengan layak, yang berpotensi memicu penyebaran penyakit.
Blokade dan Evakuasi Paksa: Strategi Israel di Gaza
Israel telah mengeluarkan perintah evakuasi bagi warga Gaza, meminta mereka pindah ke selatan dengan dalih keamanan. Namun, ironisnya, serangan udara Israel terus berlanjut di wilayah selatan, menimbulkan ketakutan dan kebingungan di kalangan pengungsi. Militer Israel beralasan bahwa target Hamas tetap berada di antara penduduk sipil di seluruh wilayah kantong.
Akibat perintah ini, lebih dari 90 persen dari 2,3 juta warga Palestina di Gaza telah mengungsi secara paksa setidaknya satu kali. Situasi ini semakin diperparah dengan rencana Israel untuk membangun 2.339 unit permukiman ilegal baru di Tepi Barat, yang menurut Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), akan mengancam hak tinggal warga Palestina dan menciptakan isolasi geografis. Mahkamah Internasional (ICJ) sendiri telah menyatakan pendudukan Israel atas wilayah Palestina ilegal dan menyerukan evakuasi semua permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Implikasi Global dan Tuntutan Hukum
Kondisi di Gaza telah memicu seruan internasional untuk gencatan senjata dan pembukaan koridor kemanusiaan. Banyak negara Barat dan Arab terus mendesak Israel untuk menghentikan pertempuran.
Di sisi lain, konflik ini juga telah menimbulkan tuntutan hukum internasional. Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) bahkan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant, atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Situasi ini menunjukkan betapa kompleksnya konflik Israel-Palestina, di mana suara-suara seperti kecaman Khamenei menjadi cerminan dari kekhawatiran global terhadap krisis kemanusiaan yang terus memburuk.
Kesimpulan
Kecaman keras dari Ayatollah Ali Khamenei terhadap Israel atas pembunuhan warga Gaza saat cari bantuan makanan adalah puncak dari keprihatinan mendalam terhadap krisis kemanusiaan yang tak berkesudahan. Dari kematian akibat peluru hingga ancaman kelaparan yang melanda anak-anak, penderitaan di Gaza adalah kenyataan pahit yang tak bisa diabaikan.
Situasi ini bukan hanya tentang politik, tetapi tentang nyawa manusia dan hak-hak dasar yang terampas. Mari kita terus mengikuti perkembangan ini dengan hati nurani, berharap ada titik terang bagi warga Gaza yang kini hidup dalam bayang-bayang kelaparan dan kekerasan.