Dalam lanskap geopolitik yang terus bergejolak, sebuah langkah monumental telah diambil oleh Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Den Haag, Belanda, seluruh negara anggota NATO sepakat untuk menambah anggaran militer besar-besaran, sebuah keputusan yang tak bisa dilepaskan dari desakan signifikan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Kesepakatan ini bukan sekadar penambahan angka pada buku kas pertahanan, melainkan sebuah refleksi dari pergeseran dinamika keamanan global, kekhawatiran yang mendalam terhadap ancaman yang berkembang, dan upaya untuk menyeimbangkan kembali beban tanggung jawab di antara para sekutu. Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa kesepakatan ini menjadi “transformasional”, bagaimana desakan Trump memainkan peran krusial, serta tantangan dan implikasi yang menyertainya bagi masa depan pertahanan kolektif.
Era Baru Pertahanan NATO: Target Anggaran 5 Persen PDB
Keputusan yang diambil di Den Haag pada Rabu, 26 Juni 2025, menandai babak baru dalam sejarah NATO. Para pemimpin dari 32 negara anggota blok pertahanan tersebut secara resmi menyepakati alokasi hingga 5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional untuk sektor pertahanan dan pengeluaran terkait keamanan. Target ambisius ini diharapkan dapat tercapai pada tahun 2035.
Sebelumnya, sejak invasi Rusia ke Krimea pada tahun 2014, target belanja militer negara anggota NATO adalah minimal dua persen dari PDB. Namun, komitmen ini sering kali sulit dipenuhi oleh banyak negara. Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte, memuji kesepakatan 5 persen ini sebagai langkah “transformasional” yang menunjukkan keseriusan aliansi dalam menghadapi tantangan keamanan global.
Peningkatan anggaran ini tidak hanya berfokus pada pengeluaran militer inti. Rencana baru tersebut menguraikan bahwa dari 5 persen PDB yang dialokasikan, 3,5 persen di antaranya adalah anggaran militer inti, sementara sisanya, 1,5 persen, akan dialokasikan untuk infrastruktur pendukung. Ini mencakup pembangunan dan peningkatan jalan, jembatan, bandara, serta pelabuhan yang vital untuk mobilisasi pasukan secara cepat. Selain itu, anggaran ini juga akan mencakup investasi dalam intelijen, keamanan siber, dan pengeluaran lain yang dapat diimbangi oleh sekutu. Pendekatan komprehensif ini menunjukkan bahwa NATO tidak hanya ingin meningkatkan kekuatan tempurnya, tetapi juga fondasi logistik dan kemampuan adaptifnya di era perang modern.
Desakan Donald Trump: Pemicu Perubahan Fundamental
Tidak dapat dimungkiri, kesepakatan NATO untuk menambah anggaran militer besar-besaran adalah hasil dari desakan yang tiada henti dari Presiden Donald Trump. Sejak masa jabatannya yang pertama, Trump telah berulang kali melontarkan kritik keras terhadap negara-negara anggota NATO yang dianggap “underspending” atau tidak memenuhi kewajiban anggaran pertahanan mereka. Ia berargumen bahwa Amerika Serikat menanggung beban yang tidak proporsional, bahkan mencapai 70 hingga 90 persen dari total pengeluaran pertahanan NATO, sebuah kondisi yang dinilainya tidak adil bagi pembayar pajak AS.
Trump seringkali mengisyaratkan bahwa AS akan menahan perlindungan bagi negara-negara Eropa yang enggan mengeluarkan anggaran lebih banyak untuk sektor pertahanan. Ancaman ini, yang kadang kala disertai dengan potensi pembalasan ekonomi, menjadi pendorong utama bagi para sekutu untuk serius mempertimbangkan kenaikan anggaran. Dalam surat-surat yang disebut “terlihat sulit” oleh New York Times pada tahun 2018, Trump bahkan mengancam akan mengubah kehadiran militer AS secara global jika permintaannya tidak diindahkan. Ia secara spesifik mengkritik Jerman yang pengeluaran pertahanannya dinilai merusak keamanan aliansi dan menjadi contoh buruk bagi sekutu lain.
Bagi Trump, kesepakatan 5 persen ini adalah “kemenangan monumental” bagi Amerika Serikat. Ia menegaskan kembali komitmen negaranya untuk melindungi sekutunya di Eropa, namun dengan syarat yang jelas: semua anggota harus berbagi beban secara adil. Mark Rutte sendiri secara terang-terangan mengakui peran vital Trump, menyatakan bahwa “tanpa Presiden Trump, ini tidak akan terjadi,” mengisyaratkan bahwa gebrakan besar di KTT NATO tahun ini sebagian besar adalah berkat kegigihan Trump. Desakan ini, meskipun kontroversial, berhasil menggeser paradigma pengeluaran pertahanan di dalam aliansi, memaksa para anggota untuk menghadapi realitas baru dan kebutuhan mendesak akan kesiapan militer.
Tantangan dan Keberatan: Bukan Jalan yang Mulus
Meskipun kesepakatan untuk menambah anggaran militer besar-besaran telah dicapai, jalan menuju implementasi target 5 persen PDB tidaklah mulus. Beberapa negara anggota NATO telah menyatakan keberatan dan keraguan mereka, menegaskan bahwa angka tersebut tidak realistis atau sulit untuk dipenuhi.
Spanyol adalah salah satu negara yang paling vokal dalam penolakannya. Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez, menegaskan bahwa pemerintahnya tetap berpegang pada ambang batas 2 persen yang berlaku saat ini dan tidak dapat memenuhi target lima persen. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2024, Spanyol hanya membelanjakan 1,24 persen dari PDB-nya untuk pertahanan, menempatkannya di antara sembilan negara anggota NATO yang tidak mencapai target 2 persen. Sikap ini langsung mendapat kritik tajam dari Trump, yang bahkan mengancam akan melakukan pembalasan melalui cara ekonomi.
Selain Spanyol, Belgia dan Slovakia juga telah menyampaikan keberatan mereka, menyebut angka 5 persen PDB sebagai sesuatu yang tidak realistis. Tantangan bagi negara-negara ini, baik secara politik maupun ekonomi, sangat besar. Menaikkan anggaran pertahanan secara drastis dalam waktu singkat memerlukan realokasi sumber daya yang signifikan, yang mungkin berdampak pada sektor-sektor lain seperti pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur sipil.
Sejarah menunjukkan bahwa bahkan target 2 persen pun sulit dicapai oleh banyak negara. Hingga saat ini, hanya 22 dari 32 negara anggota NATO yang telah mencapai target 2 persen. Bagi negara-negara yang bahkan belum mencapai target lama, loncatan ke 5 persen akan menjadi rintangan yang jauh lebih tinggi. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kesolidan internal aliansi dan potensi perpecahan jika beberapa anggota tidak dapat atau tidak mau mematuhi komitmen yang telah disepakati. NATO perlu mencari cara untuk mendukung anggotanya dalam mencapai target ini, mungkin melalui insentif, berbagi teknologi, atau bentuk kolaborasi lainnya, agar keberatan ini tidak menjadi penghalang bagi kesiapan kolektif.
Mengapa Sekarang? Ancaman Geopolitik dan Pergeseran Kekuatan
Keputusan untuk menambah anggaran militer besar-besaran tidak hanya didorong oleh desakan politik dari Amerika Serikat, tetapi juga oleh realitas ancaman geopolitik yang semakin kompleks dan mendesak. Invasi Rusia ke Ukraina, yang dimulai pada tahun 2022 setelah aneksasi Krimea pada 2014, telah menjadi titik balik yang menggarisbawahi urgensi bagi NATO untuk memperkuat kemampuan pertahanannya.
Kekhawatiran akan agresi Rusia di Eropa timur semakin meningkat. Analis menilai bahwa Rusia, jika suatu saat berdamai dengan Ukraina, akan mampu mempercepat pemulihan kekuatan militernya. Situasi ini mendorong NATO untuk bersiap menghadapi skenario terburuk, memastikan bahwa mereka memiliki deterrent yang kredibel dan kemampuan untuk merespons dengan cepat dan efektif.
Selain peningkatan anggaran, NATO juga mengesahkan “target kapabilitas” baru sebagai bagian dari pembaruan strategis terbesar sejak era Perang Dingin. Ini mencakup:
- Pengadaan sistem persenjataan prioritas: Termasuk sistem pertahanan udara canggih, rudal jarak jauh, artileri berat, amunisi dalam jumlah besar, dan pengembangan drone.
- Peningkatan infrastruktur logistik: Seperti kemampuan pengisian bahan bakar udara dan transportasi berat untuk memobilisasi pasukan dan peralatan dengan efisien.
- Pembagian tanggung jawab: Setiap negara anggota menerima tugas dan tanggung jawab berbeda berdasarkan wilayah geografis dan kapasitas militer masing-masing.
Rencana ini disusun untuk memastikan NATO dapat mengerahkan hingga 300.000 pasukan ke perbatasan timurnya dalam waktu 30 hari. Meskipun para analis menilai bahwa target kecepatan mobilisasi pasukan masih akan sulit dicapai, komitmen ini menunjukkan tekad aliansi untuk meningkatkan kesiagaan. NATO saat ini dibagi ke dalam tiga zona utama pertahanan—Eropa utara dan Atlantik, wilayah utara Pegunungan Alpen, serta wilayah selatan Eropa—masing-masing dengan skenario tanggap darurat tersendiri. Semua target ini diperkirakan harus dicapai dalam kurun waktu 5 hingga 10 tahun, jangka waktu yang tergolong singkat dalam konteks pertahanan. Ini mencerminkan pemahaman bahwa “waktu kita terbatas, tapi niat kolektif sudah mengarah ke sana,” seperti yang diungkapkan Mark Rutte. Pergeseran ini adalah respons langsung terhadap lingkungan keamanan yang semakin tidak stabil, menuntut NATO untuk lebih gesit, kuat, dan bersatu.
Implikasi Global dari Peningkatan Anggaran Militer NATO
Keputusan NATO untuk menambah anggaran militer besar-besaran akan membawa implikasi yang luas, tidak hanya bagi negara-negara anggota tetapi juga bagi tatanan geopolitik global.
Secara militer, peningkatan investasi ini diharapkan dapat memperkuat kemampuan pencegahan (deterrence) NATO secara signifikan. Dengan alokasi dana yang lebih besar untuk penelitian dan pengembangan, akuisisi teknologi mutakhir, serta latihan militer skala besar, NATO akan menjadi kekuatan yang jauh lebih tangguh. Ini berpotensi mengubah keseimbangan kekuatan di Eropa, terutama dalam menghadapi Rusia, dan mengirimkan sinyal kuat bahwa aliansi siap untuk mempertahankan wilayah anggotanya.
Namun, implikasi ekonomi juga patut dicermati. Bagi negara-negara anggota, peningkatan pengeluaran pertahanan sebesar 5 persen PDB dapat memberikan tekanan signifikan pada anggaran nasional. Meskipun sektor pertahanan dapat menciptakan lapangan kerja dan mendorong inovasi teknologi, dana yang dialihkan ke militer berarti berkurangnya investasi di sektor lain yang mungkin lebih berorientasi pada kesejahteraan sipil. Negara-negara seperti Spanyol, Belgia, dan Slovakia yang telah menyatakan keberatan mereka mungkin menghadapi dilema politik internal dalam menyeimbangkan komitmen NATO dengan prioritas domestik.
Di sisi lain, industri pertahanan akan mengalami booming. Permintaan akan sistem senjata, peralatan militer, dan teknologi terkait akan melonjak, mendorong pertumbuhan di sektor ini dan berpotensi menciptakan kemitraan baru antara perusahaan pertahanan di seluruh negara anggota NATO.
Secara hubungan internasional, langkah ini dapat dipersepsikan secara berbeda oleh kekuatan global lainnya. Bagi negara-negara seperti Tiongkok, peningkatan kekuatan NATO di Eropa bisa dilihat sebagai bagian dari strategi yang lebih luas oleh Barat untuk mempertahankan dominasinya. Sementara itu, bagi Rusia, ini kemungkinan akan memicu respons dan peningkatan belanja militer mereka sendiri, menciptakan spiral keamanan yang berpotensi meningkatkan ketegangan global.
Pada akhirnya, kesepakatan ini menggarisbawahi era baru dalam hubungan transatlantik, di mana Amerika Serikat menuntut lebih banyak dari sekutunya, dan Eropa dipaksa untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar atas pertahanannya sendiri. Ini adalah langkah yang menuntut solidaritas lebih erat dan kesiagaan yang tak tergoyahkan di tengah ketidakpastian global.
Kesimpulan
Keputusan bersejarah NATO untuk menambah anggaran militer besar-besaran hingga 5 persen dari PDB nasional pada tahun 2035 adalah sebuah respons transformasional terhadap dinamika geopolitik yang terus bergejolak. Desakan kuat dan konsisten dari Presiden Donald Trump, yang melihatnya sebagai “kemenangan monumental” bagi Amerika Serikat, telah menjadi katalisator utama di balik kesepakatan ini. Namun, lebih dari sekadar memenuhi tuntutan politis, langkah ini juga didorong oleh kekhawatiran mendalam terhadap ancaman yang berkembang, khususnya dari Rusia, dan kebutuhan mendesak untuk memperkuat pertahanan kolektif.
Meskipun ada tantangan signifikan dan keberatan dari beberapa negara anggota seperti Spanyol, Belgia, dan Slovakia, komitmen ini menandai era baru bagi aliansi. Ini bukan hanya tentang penambahan angka, tetapi juga tentang reformasi struktural, peningkatan kapabilitas, dan penyesuaian strategis untuk menghadapi konflik modern. NATO kini bertekad untuk menjadi lebih gesit, lebih kuat, dan lebih siap untuk mempertahankan kedaulatan anggotanya di tengah lanskap keamanan global yang semakin tidak pasti.
Kesepakatan ini menegaskan bahwa masa depan keamanan kolektif membutuhkan komitmen finansial yang lebih besar dan pembagian beban yang lebih adil di antara para sekutu. Bagaimana implementasi target ambisius ini akan membentuk kembali peta kekuatan global dan hubungan transatlantik akan menjadi salah satu narasi paling penting dalam dekade mendatang. Kesepakatan ini adalah pengingat bahwa di tengah ketidakpastian, aliansi yang kuat dan siap adalah fondasi penting bagi stabilitas.