Bayangkan, seorang kepala puskesmas yang sehari-hari mengabdi untuk kesehatan masyarakat, tiba-tiba menjadi korban dugaan penganiayaan serius hingga mengalami pendarahan otak. Inilah yang terjadi pada Jamaluddin, Kepala Puskesmas Alu sekaligus Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Cabang Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Kasus yang menggemparkan ini menjadi sorotan tajam, memunculkan pertanyaan besar tentang keadilan dan prosedur penanganan aparat di lapangan. Mari kita selami lebih dalam fakta-fakta di balik insiden ini.
Ilustrasi untuk artikel tentang Kepala Puskesmas di Polewali Mandar Diduga Dianiaya Polisi: Antara Salah Tangkap dan Kericuhan Eksekusi Lahan
Kronologi Kejadian: Ricuh Eksekusi Lahan Berujung Luka Serius
Peristiwa tragis ini bermula pada 3 Juli 2025, saat terjadi bentrokan antara aparat kepolisian dan massa dalam proses eksekusi lahan di Dusun Palludai, Desa Katumbangan Lemo, Kecamatan Campalagian, Polewali Mandar. Situasi memanas ketika pihak termohon menolak eksekusi dengan aksi perlawanan, termasuk pelemparan batu dan bom molotov ke arah petugas. Di tengah kekacauan ini, Jamaluddin, yang berada di lokasi, justru terseret dalam insiden yang mengubah hidupnya.
Versi Keluarga: Dugaan Salah Tangkap dan Penganiayaan Brutal
Menurut keterangan Awaluddin, adik korban, Jamaluddin tidak memiliki keterlibatan dalam sengketa lahan tersebut. Ia berada di lokasi karena rumah mertuanya berdekatan dengan titik eksekusi, dan rumah tersebut tidak termasuk objek sengketa.
“Korban di lokasi karena rumahnya memang ada di situ. Tidak mungkin melakukan sesuatu yang bertentangan dengan profesinya. Dia kan ASN dan ketua asosiasi perawat,” ujar Awaluddin, Jumat (11/7/2025).
Awaluddin menjelaskan bahwa saat kericuhan pecah, Jamaluddin sempat diminta masuk ke dalam rumah oleh aparat. Namun, tak lama kemudian, beberapa polisi lain datang mendobrak pintu rumah, menyeret Jamaluddin keluar, dan diduga memukulinya hingga mengalami pendarahan otak. Keluarga menduga kuat bahwa Kepala Puskesmas Jamaluddin dianiaya polisi Polewali Mandar diduga akibat salah tangkap.
Penjelasan Polisi: Diamankan dari Kerumunan, Diserang Warga Lain
Kapolres Polewali Mandar, AKBP Anjar Purwoko, membantah adanya salah tangkap. Dalam konferensi pers, Anjar menyatakan bahwa Jamaluddin diamankan karena terlihat berada di barisan depan massa saat terjadi pelemparan.
“Tidak benar salah tangkap. Polisi hanya mengamankan korban di suatu tempat karena terdeteksi yang bersangkutan berada di depan kerumunan massa,” kata Anjar.
Namun, Anjar juga mengakui bahwa saat proses pengamanan, Jamaluddin justru menjadi sasaran amukan warga lain yang resah karena terkena lemparan batu. AKBP Anjar Purwoko mengklaim memiliki bukti bahwa penganiayaan terhadap Jamaluddin dilakukan oleh sejumlah warga, bukan oleh aparat. Bahkan, empat tersangka dengan inisial MI, N, MR, dan MB telah diamankan terkait pemukulan ini.
Kondisi Terkini Korban dan Dampaknya
Akibat benturan benda tumpul di kepala, Jamaluddin mengalami luka serius dan dinyatakan menderita pendarahan otak. Ia sempat tak sadarkan diri dan harus menjalani operasi pengangkatan gumpalan darah di kepala. Saat ini, Jamaluddin masih dirawat intensif di ruang ICU RSUD Hajja Andi Depu Polewali Mandar.
Kondisi ini tidak hanya menimbulkan penderitaan fisik bagi Jamaluddin, tetapi juga beban berat bagi keluarganya. Mirisnya, biaya perawatan di rumah sakit tidak ditanggung BPJS karena kasus ini diduga melibatkan penganiayaan.
Sorotan Publik dan Desakan Keadilan
Kasus dugaan penganiayaan kepala puskesmas di Polewali Mandar ini sontak memicu sorotan luas dari publik dan berbagai pihak, terutama karena korban merupakan pejabat publik dan tokoh kesehatan yang disegani. Wakil Gubernur Sulawesi Barat, Salim S. Mengga, turut menyatakan keprihatinan mendalam dan telah memberikan bantuan kepada keluarga korban.
Wagub Salim S. Mengga juga menyayangkan dugaan tindakan kekerasan yang terjadi dan mendesak agar kasus ini diusut tuntas secara transparan dan adil. Ia bahkan menekankan bahwa jika terbukti ada penganiayaan oleh oknum aparat, hal itu merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Keluarga korban juga didorong untuk melapor ke Kompolnas dan Komnas HAM demi mendapatkan keadilan.
Kesimpulan
Insiden yang menimpa Jamaluddin, Kepala Puskesmas Alu yang diduga dianiaya polisi di Polewali Mandar, adalah sebuah tragedi yang memerlukan perhatian serius. Dengan dua versi cerita yang berbeda – keluarga yang menduga salah tangkap dan penganiayaan oleh polisi, serta polisi yang membantah salah tangkap dan menyebut pemukulan dilakukan oleh warga – penting bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan yang objektif dan transparan.
Kasus ini menjadi pengingat penting akan perlunya kehati-hatian dan profesionalisme dalam setiap tindakan aparat, terutama dalam situasi yang berpotensi ricuh. Semoga kejelasan dan keadilan segera terungkap untuk Jamaluddin dan keluarganya, serta menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak demi terwujudnya penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia.