Keluarga Juliana Marins Marah Besar, Minta Polisi Selidiki Kebocoran Hasil Otopsi Kematian di Rinjani

Dipublikasikan 11 Juli 2025 oleh admin
Kriminal

Kematian tragis Juliana Marins, pendaki asal Brasil di Gunung Rinjani, Lombok, Indonesia, masih menyisakan duka mendalam dan rentetan pertanyaan bagi keluarganya. Meski sudah dua kali otopsi dilakukan, kejelasan penuh tentang insiden nahas ini tampaknya masih jauh dari genggaman. Yang terbaru, keluarga Juliana Marins marah besar dan menuntut Kepolisian Federal untuk menyelidiki kebocoran hasil otopsi yang seharusnya bersifat rahasia, namun sudah beredar luas di media.

Keluarga Juliana Marins Marah Besar, Minta Polisi Selidiki Kebocoran Hasil Otopsi Kematian di Rinjani

Ilustrasi untuk artikel tentang Keluarga Juliana Marins Marah Besar, Minta Polisi Selidiki Kebocoran Hasil Otopsi Kematian di Rinjani

Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa keluarga Juliana Marins merasa kecewa, bagaimana hasil otopsi kedua di Brasil mengungkap penyebab kematiannya, serta respons dari berbagai pihak terkait dalam upaya mencari keadilan dan kebenaran.

Mengapa Keluarga Juliana Marins Marah? Bocornya Hasil Otopsi Jadi Pemicu

Cobalah bayangkan, Anda sedang menanti kabar penting tentang orang terkasih, namun informasi krusial itu justru Anda ketahui dari berita di televisi atau media online, bukan dari pihak berwenang yang seharusnya menyampaikannya langsung. Inilah yang dirasakan oleh keluarga Juliana Marins. Hasil otopsi kedua yang dilakukan di Brasil, yang seharusnya menjadi penentu banyak hal, malah bocor ke publik sebelum sempat disampaikan secara resmi kepada mereka.

“Kami sendiri belum menerima hasilnya, tapi sudah beredar di media,” keluh Mariana Marins, kakak Juliana, mengungkapkan keterkejutannya. Padahal, keluarga sudah merencanakan konferensi pers bersama lembaga bantuan hukum dan perwakilan forensik keluarga untuk mengumumkan hasil tersebut pada Jumat, 11 Juli 2025. Kebocoran ini tentu saja menimbulkan kekecewaan besar dan membuat keluarga merasa hak mereka untuk mendapatkan informasi pertama kali diabaikan. Oleh karena itu, keluarga Juliana Marins marah dan bersikeras agar Kepolisian Federal segera menyelidiki kebocoran hasil otopsi ini.

Otopsi Kedua di Brasil: Memperkuat Temuan Awal, Namun Tetap Ada Tanda Tanya

Juliana Marins, pendaki berusia 26 tahun, ditemukan meninggal setelah terjatuh dari tebing saat mendaki di jalur Gunung Rinjani pada 21 Juni 2025. Jasadnya baru berhasil dievakuasi beberapa hari kemudian, tepatnya pada 25 Juni 2025. Setelah otopsi awal di Indonesia, keluarga meminta otopsi ulang di Brasil untuk memastikan tidak ada kelalaian dalam kasus kematian Juliana.

Pada 2 Juli 2025, jenazah Juliana tiba di Instituto Medico Legal (IML) Rio de Janeiro. Otopsi kedua ini melibatkan dua ahli forensik dari Kepolisian Sipil, satu perwakilan dari Kepolisian Federal, dan satu asisten teknis yang ditunjuk keluarga. Hasilnya memang tidak jauh berbeda dari temuan di Indonesia:

  • Penyebab Kematian: Politrauma akibat benturan hebat setelah jatuh dari ketinggian.
  • Luka-luka: Tersebar di kepala, dada, panggul, perut, anggota tubuh, dan tulang belakang, disebabkan oleh satu benturan kuat.
  • Pendarahan Internal: Luka tersebut menyebabkan pendarahan internal parah di organ vital, yang menjadi penyebab kematian.
  • Waktu Kematian: Diperkirakan Juliana meninggal 10 hingga 15 menit setelah jatuh, dalam kondisi tidak mampu bergerak atau meminta bantuan.

Menariknya, dalam pemeriksaan lanjutan, tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan fisik atau pelecehan seksual. Hasil uji forensik juga menunjukkan tidak ada indikasi malnutrisi, kelelahan ekstrem, atau konsumsi zat terlarang, kecuali venlafaxina, obat antidepresan yang umum diresepkan. Meskipun demikian, bagi keluarga, kesamaan hasil ini tidak lantas menghilangkan kebutuhan akan transparansi penuh, terutama setelah adanya kebocoran informasi.

Respons Kepolisian dan Pihak Berwenang: Bantahan dan Tawaran Investigasi Bersama

Menanggapi tudingan kebocoran, Kepolisian Sipil Negara Bagian Rio dengan tegas membantah telah menyebarkan hasil otopsi tersebut. Mereka menyatakan bahwa setelah selesai, dokumen tersebut dimasukkan ke dalam proses hukum yang bersifat tertutup. Mereka juga mengklaim bahwa hasil otopsi telah disampaikan dalam rapat internal dengan keluarga.

Di sisi lain, Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Indonesia (Kumhamimipas) Yusril Ihza Mahendra, telah menawarkan kerjasama kepada Brasil untuk melakukan penyelidikan bersama (joint investigation). Tawaran ini bertujuan agar kasus kematian Juliana semakin terang dan fakta sebenarnya dapat terungkap secara adil. Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) sendiri menyatakan telah melakukan yang terbaik dalam proses evakuasi dan siap menghadapi jika ada gugatan hukum internasional dari pihak keluarga.

Sorotan pada Pemandu Pendakian: Ali Musthofa dan Kontroversi

Selain isu otopsi, sorotan juga tertuju pada Ali Musthofa, pemandu pendakian yang mendampingi Juliana Marins. Ali sempat dituding lalai karena meninggalkan Juliana saat istirahat. Ia mengakui sempat meninggalkan Juliana untuk merokok dan mengecek rombongan lain yang lebih dulu jalan.

“Posisinya Juliana sedang beristirahat di sana, dan saya meminta izin juga untuk mengecek 5 orang teman lainnya yang duluan, dan dia (Juliana) iyakan permintaan izin saya,” ujar Ali. Namun, setelah ditunggu 30 menit, Juliana tak kunjung menyusul. Ali kemudian menemukan senter Juliana di dekat tebing dan menyadari adanya insiden. Pengakuan ini memicu kemarahan ayah Juliana, yang merasa putrinya ditinggalkan.

Menanti Titik Terang bagi Keadilan Juliana Marins

Kasus kematian Juliana Marins memang kompleks, melibatkan banyak pihak dan menyisakan banyak tanda tanya. Kemarahan keluarga Juliana Marins atas kebocoran hasil otopsi adalah cerminan dari kebutuhan mereka akan transparansi dan keadilan yang utuh. Tuntutan agar polisi selidiki insiden kebocoran ini menjadi krusial untuk menjaga integritas proses hukum.

Semoga dengan adanya desakan dari keluarga dan tawaran kerja sama dari pemerintah, kasus tragis yang menimpa pendaki asal Brasil di Gunung Rinjani ini segera menemui titik terang, memberikan kejelasan dan keadilan yang layak bagi Juliana Marins dan seluruh keluarganya.