Kekuatan Militer Taiwan: Bisakah Bertahan Jika China Menginvasi? Ini Faktanya!

Dipublikasikan 11 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Hubungan antara Tiongkok (China) dan Taiwan memang selalu jadi sorotan dunia. Beijing bersikeras mengklaim Taiwan sebagai bagian tak terpisahkan dari wilayahnya, bahkan tak segan-segan menyatakan kesiapan untuk merebut pulau itu, termasuk dengan kekuatan militer jika diperlukan. Lantas, di tengah ancaman yang kian nyata ini, seberapa kuat sebenarnya kekuatan militer Taiwan? Dan bisakah Taiwan benar-benar bertahan jika China memutuskan untuk menginvasi? Mari kita bedah lebih dalam.

Kekuatan Militer Taiwan: Bisakah Bertahan Jika China Menginvasi? Ini Faktanya!

Ilustrasi untuk artikel tentang Kekuatan Militer Taiwan: Bisakah Bertahan Jika China Menginvasi? Ini Faktanya!

Mengapa China Terus Mengancam Taiwan?

Ketegangan antara China dan Taiwan bukanlah hal baru. Beijing menganggap Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri, yang harus disatukan kembali, bahkan jika itu berarti menggunakan kekuatan. Klaim ini semakin dipertegas dengan retorika yang kian agresif, terutama setelah Taiwan melantik presiden baru, Lai Ching-te, yang dipandang China sebagai “separatis”.

Tekanan militer dari China pun tak pernah surut. Mereka rutin mengirimkan pesawat tempur melintasi garis tengah Selat Taiwan, yang berfungsi sebagai batas de facto. Aktivitas militer yang intens ini tak lain adalah upaya untuk mengintimidasi Taipei dan menegaskan dominasi Beijing di kawasan.

Kapan Invasi Mungkin Terjadi? Proyeksi Para Ahli

Pertanyaan “kapan” ini seringkali menghantui. Beberapa pejabat dan ahli militer Amerika Serikat telah memberikan proyeksi yang cukup spesifik. Mantan Kepala Komando Indo-Pasifik AS, Philip Davidson, pernah menyebut tahun 2027 sebagai waktu potensial bagi serangan militer China terhadap Taiwan. Senada dengan itu, Komandan Komando Indo-Pasifik AS, Laksamana John Aquilino, juga menyatakan bahwa militer China bersiap untuk invasi Taiwan pada tahun yang sama, mengikuti arahan langsung dari Presiden Xi Jinping.

Menteri Pertahanan Taiwan, Chiu Kuo-cheng, sendiri mengakui bahwa penilaian tahun 2027 itu “masuk akal”. Namun, ia menambahkan dengan nada serius, “Evaluasinya mengatakan enam tahun, tetapi kekhawatiran saya termasuk enam jam.” Ini menunjukkan betapa mendesaknya ancaman yang dirasakan oleh Taiwan.

Perbandingan Kekuatan Militer: Taiwan vs. China

Melihat perbandingan angka, rasanya sulit membayangkan Taiwan bisakah bertahan China menginvasi. Berdasarkan laporan Departemen Pertahanan AS tahun 2024, perbedaan kekuatan militer kedua belah pihak memang sangat mencolok:

  • Personel Militer Aktif:
    • China: Lebih dari 427.000 personel
    • Taiwan: 104.000 personel
  • Artileri:
    • China: Unggul lebih dari dua kali lipat dari Taiwan
  • Kekuatan Angkatan Laut China (contoh):
    • 30 kapal perusak
    • 36 fregat
    • 51 kapal pendarat amfibi
    • 1 kapal induk

Angka-angka ini tentu saja menunjukkan dominasi China, terutama dalam konteks skenario invasi lintas selat yang membutuhkan kekuatan besar. China telah menghabiskan puluhan tahun memodernisasi pasukannya untuk memproyeksikan kekuatan di kawasan.

Strategi Pertahanan Taiwan: Tak Bisa Diremehkan!

Meskipun kalah jumlah, kekuatan militer Taiwan tak bisa diremehkan. Para ahli menilai, Taiwan memiliki strategi jitu yang bisa membuat China putar otak jika perang benar-benar pecah. Menteri Pertahanan Taiwan, Chiu Kuo-cheng, dengan tegas menyatakan bahwa militer mereka mampu menghalau serangan awal dari China. “China tentu saja cukup kuat untuk memulai perang, tetapi tidak terlalu kuat sehingga dapat berhasil merebut Taiwan dalam satu atau dua minggu,” ujarnya.

Kemauan keras untuk mempertahankan diri adalah kunci utama. Taiwan telah mempersiapkan diri dengan latihan militer besar-besaran, seperti latihan Han Kuang ke-41, yang dirancang dengan asumsi invasi China pada 2027. Mereka menegaskan akan melawan pasukan China “selama mereka ingin bertempur.”

Menghadapi Berbagai Skenario Invasi China

Para pakar mengidentifikasi beberapa skenario invasi yang mungkin dilancarkan China, dan Taiwan telah menyiapkan strategi untuk masing-masing:

  • Serangan “Pemenggalan Kepala” (Decapitation Strike): China kemungkinan akan menargetkan infrastruktur militer vital Taiwan dengan serangan udara dan rudal, seperti pusat komando, pangkalan udara/laut, dan gudang amunisi. Tujuannya adalah melumpuhkan kemampuan komando dan kontrol Taiwan. Namun, Taiwan telah berinvestasi pada sistem pertahanan udara yang canggih dan kemampuan untuk menyebarkan aset militer secara tersembunyi.
  • Blokade: China bisa mencoba memblokade penuh Taiwan, mencegah siapa pun atau kiriman apa pun masuk dan keluar. Meskipun PLA pernah mensimulasikan blokade, skenario ini butuh waktu lama untuk menimbulkan dampak signifikan dan bisa memicu intervensi internasional karena Selat Taiwan adalah jalur pelayaran global yang sangat sibuk. Taiwan juga yakin mereka bisa mengatasi kepungan jika pasokan memadai dan mampu menggunakan berbagai bentuk komunikasi alternatif.
  • Pendaratan Amfibi: Untuk menduduki pulau, China perlu melakukan serangan amfibi. Ini adalah operasi yang sangat kompleks dan sulit. Geografi Taiwan yang bergunung-gunung, ditambah kondisi cuaca muson yang tak menentu, menjadi penghalang alami. Meskipun ada “pantai merah” yang cocok untuk pendaratan skala besar (misalnya di Taoyuan, dekat bandara internasional), kemungkinan serangan amfibi penuh dalam jangka pendek dinilai kecil karena risiko kegagalan yang tinggi bagi Beijing.
  • Serangan Siber: Pejabat Taiwan juga khawatir China akan melancarkan serangan siber besar-besaran untuk melumpuhkan infrastruktur penting seperti komunikasi, listrik, dan perbankan. Taiwan terus memperkuat pertahanan sibernya untuk menghadapi ancaman ini.

Dilema Keamanan dan Dukungan Internasional

Situasi yang dihadapi Taiwan adalah contoh nyata dari “dilema keamanan”, di mana peningkatan kekuatan militer satu pihak (China) justru menjadi ancaman bagi pihak lain (Taiwan), yang kemudian mendorong Taiwan untuk meningkatkan pertahanannya, berpotensi memicu spiral eskalasi.

Meskipun AS telah mengalihkan pengakuan diplomatik dari Taiwan ke China pada tahun 1979, Amerika Serikat tetap menjadi sekutu tidak resmi dan pendukung militer terpenting bagi Taiwan di bawah perjanjian Taiwan Relations Act. AS terus mendesak negara-negara di Asia untuk meningkatkan belanja pertahanan dan bekerja sama dengan Washington guna mencegah terjadinya perang. Ini menunjukkan bahwa Taiwan tidak sendirian dalam menghadapi ancaman invasi, dan stabilitas kawasan Indo-Pasifik menjadi perhatian banyak negara.

Kesimpulan

Pertanyaan bisakah kekuatan militer Taiwan bertahan jika China menginvasi adalah kompleks, tanpa jawaban yang sederhana. Di satu sisi, China memiliki keunggulan jumlah personel dan peralatan militer yang masif. Namun, di sisi lain, Taiwan memiliki strategi pertahanan yang cermat, tekad yang kuat, dan dukungan (meskipun tidak langsung) dari kekuatan global seperti Amerika Serikat.

Invasi China ke Taiwan bukanlah skenario yang mudah bagi Beijing, mengingat tantangan geografis, potensi kerugian ekonomi global, dan kemungkinan intervensi internasional. Kekhawatiran yang paling mendesak saat ini mungkin adalah “tekanan Beijing yang semakin ketat” dalam bentuk aktivitas militer yang lebih sering dan narasi politik yang semakin agresif. Masa depan Taiwan tetap menjadi isu geopolitik yang sangat sensitif dan akan terus diawasi ketat oleh dunia.