Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menunjukkan taringnya dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Kali ini, nama pengusaha minyak kenamaan, Mohammad Riza Chalid, menjadi sorotan utama. Pasalnya, Kejagung telah secara resmi mencegah Riza Chalid bepergian ke luar negeri. Langkah tegas ini diambil terkait dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina.
Ilustrasi untuk artikel tentang Kejagung Cegah Riza Chalid ke Luar Negeri: Terkait Korupsi Minyak Pertamina dan Upaya Pemburuan Sang Saudagar
Pencegahan ini tentu saja menimbulkan banyak pertanyaan di benak publik. Mengapa Riza Chalid dicegah? Apa perannya dalam kasus korupsi yang merugikan negara triliunan rupiah ini? Dan bagaimana upaya Kejagung untuk membawanya ke meja hijau, mengingat ia diduga sudah berada di luar negeri? Mari kita selami lebih dalam detail kasus menarik ini.
Siapa Mohammad Riza Chalid dan Mengapa Dicegah?
Nama Mohammad Riza Chalid bukanlah nama baru dalam kancah bisnis dan politik Indonesia. Ia dikenal sebagai seorang saudagar minyak yang dijuluki “The Gasoline Godfather” karena pengaruhnya di sektor energi. Kini, ia resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus megakorupsi Pertamina.
Keterlibatan dalam Kasus Korupsi Pertamina
Riza Chalid ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis, 10 Juli 2025, menyusul anaknya, M Kerry Andrianto Riza, yang telah lebih dulu menjadi tersangka dalam kasus yang sama. Perannya dalam pusaran korupsi ini adalah selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan PT Orbit Terminal.
Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, Riza Chalid diduga bekerja sama dengan beberapa mantan petinggi Pertamina, seperti Hanung Budya (mantan Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Tahun 2014) dan Alfian Nasution (mantan VP Supply dan Distribusi PT Pertamina 2011-2015). Mereka disinyalir menyepakati kerja sama penyewaan terminal BBM tangki Merak dengan cara mengintervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina. Padahal, saat itu PT Pertamina belum memerlukan tambahan penyimpanan stok BBM. Tindakan ini jelas-jelas melawan hukum dan merugikan keuangan negara.
Status “High Risk Person” dan Manfaat Pencegahan
Pencegahan ke luar negeri terhadap Riza Chalid telah berlaku sejak Kamis, 10 Juli 2025, dan akan berlangsung selama enam bulan ke depan. Menariknya, pencegahan ini dilakukan bahkan sebelum status tersangkanya diumumkan secara resmi. Langkah ini merupakan bentuk antisipasi agar calon tersangka tidak melarikan diri, sebagaimana dijelaskan oleh Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar.
Meskipun ada informasi yang menyebutkan bahwa Riza Chalid saat ini tengah berada di Singapura, Kejagung menegaskan bahwa pencegahan ini tetap bermanfaat. “Statusnya telah kami tetapkan sebagai high risk person,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar. Ini berarti nama Riza Chalid kini terdaftar sebagai individu dengan risiko tinggi di sistem imigrasi nasional, yang akan memengaruhi lalu lintas pergerakan, proses pengurusan paspor, maupun izin tinggalnya. Ibaratnya, seseorang yang sudah dicap ‘bermasalah’ akan lebih sulit bergerak bebas, bahkan di luar negeri sekalipun.
Upaya Kejagung Memburu Riza Chalid di Luar Negeri
Komitmen Kejagung untuk membongkar tuntas kasus korupsi ini patut diacungi jempol. Meskipun Riza Chalid diduga berada di Singapura, Kejagung tidak tinggal diam.
Koordinasi dengan Imigrasi dan Atase Kejaksaan
Untuk melacak keberadaan Riza Chalid dan membawanya pulang, Kejagung telah berkoordinasi secara intensif dengan berbagai pihak. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa pihaknya telah bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Imigrasi. “Karena yang bersangkutan sudah dicegah, masuk dalam daftar cekal, kami berkoordinasi dengan instansi terkait, termasuk dengan pihak imigrasi,” jelas Harli.
Tidak hanya itu, penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) juga berkoordinasi dengan perwakilan Kejaksaan Indonesia di luar negeri, khususnya para atase kejaksaan di Singapura. Upaya monitoring pergerakan Riza Chalid terus dilakukan. Ini menunjukkan bahwa Kejagung memiliki jaringan dan komitmen untuk mengejar para terduga koruptor hingga ke manca negara.
Potensi DPO: Menunggu Sikap Kooperatif
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Riza Chalid diketahui sudah tiga kali mangkir dari panggilan pemeriksaan penyidik. Oleh karena itu, muncul pertanyaan apakah ia akan dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Harli Siregar menjelaskan bahwa keputusan untuk memasukkan Riza Chalid ke dalam daftar DPO masih sangat tergantung pada sikap kooperatifnya. “Ketika misalnya yang bersangkutan sudah dipanggil sebagai tersangka, beberapa kali secara patut menurut hukum acara tetapi tidak mengindahkan, maka penyidik akan melakukan langkah-langkah hukum itu,” terangnya. Kejagung masih memberikan kesempatan bagi Riza Chalid untuk memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka. Namun, jika ia tetap mangkir, status DPO adalah langkah hukum selanjutnya yang akan ditempuh.
Dampak dan Skala Kasus Korupsi Pertamina
Kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina ini bukan kasus biasa. Skalanya sangat besar dan menimbulkan kerugian yang fantastis bagi negara.
Kerugian Negara yang Fantastis
Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa dugaan kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara dalam kasus ini mencapai angka yang mencengangkan: Rp 285 triliun. Angka ini menggambarkan betapa masifnya praktik korupsi yang terjadi dan bagaimana hal tersebut berdampak langsung pada keuangan dan perekonomian nasional. Kerugian ini tentu saja berimbas pada kesejahteraan masyarakat, karena dana yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan atau program pro-rakyat justru ludes karena praktik ilegal.
Daftar Tersangka Lainnya
Selain Mohammad Riza Chalid, Kejagung telah menetapkan total 18 orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Sembilan tersangka baru ditetapkan bersamaan dengan Riza Chalid pada 10 Juli 2025, sementara sembilan lainnya telah lebih dulu ditetapkan pada Februari 2025. Para tersangka ini meliputi berbagai posisi strategis, mulai dari mantan petinggi PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) hingga pihak swasta.
Beberapa nama yang turut menjadi tersangka baru bersama Riza Chalid antara lain:
- Alfian Nasution (AN) selaku mantan Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina.
- Hanung Budya (HB) selaku mantan Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina.
- Toto Nugroho (TN) selaku mantan VP Integrated Supply Chain.
- Dwi Sudarsono (DS) selaku mantan VP Crude and Trading ISC PT Pertamina.
- Arif Sukmara (AS) selaku Direktur Gas Petrochemical and New Business PT Pertamina International Shipping.
- Hasto Wibowo (HW) selaku mantan VP Integrated Supply Chain.
- Martin Haendra (MH) selaku mantan Business Development Manager PT Trafigura.
- Indra Putra (IP) selaku Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi.
Ini menunjukkan bahwa kasus ini melibatkan jaringan yang luas, bukan hanya satu atau dua orang saja.
Mengawal Penegakan Hukum
Langkah Kejagung untuk mencegah Riza Chalid ke luar negeri dan memburunya menunjukkan komitmen serius dalam memberantas korupsi yang merugikan negara begitu besar. Kasus korupsi tata kelola minyak Pertamina ini adalah pengingat penting bahwa integritas dalam pengelolaan sumber daya negara harus menjadi prioritas utama.
Kita semua berharap agar proses hukum berjalan lancar, para tersangka dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya, dan kerugian negara yang fantastis ini bisa dipulihkan. Mari kita terus mengawal dan mendukung upaya Kejagung dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik korupsi.