Belakangan ini, jagat hiburan tanah air sedang dihebohkan dengan kabar panas perseteruan antara psikolog kondang Lita Gading dan musisi sekaligus anggota DPR RI, Ahmad Dhani. Konflik yang mulanya berawal dari saling sindir di media sosial ini kini telah memasuki babak baru yang lebih serius: ranah hukum. Istilah “jual beli” di sini mungkin lebih pas untuk menggambarkan adu argumen dan laporan yang dilayangkan kedua belah pihak.
Ilustrasi untuk artikel tentang “Jual Beli” Lita Gading dan Ahmad Dhani: Kisah Konflik Panas di Ranah Hukum
Apa sebenarnya yang terjadi di balik ‘jual beli’ pernyataan sengit ini? Mengapa Ahmad Dhani sampai melaporkan Lita Gading ke polisi, dan bagaimana tanggapan sang psikolog? Mari kita selami lebih dalam duduk perkara yang kini sudah merambah ke ranah hukum.
Awal Mula “Jual Beli” Kata-kata: Dari Kritik hingga Laporan Polisi
Pangkal masalahnya bermula dari unggahan video Lita Gading di media sosial pada 7 Juli 2025. Dalam video tersebut, Lita memberikan pandangannya terhadap unggahan Ahmad Dhani yang ditujukan untuk mantan istrinya, Maia Estianty. Kritik Lita ini muncul karena Dhani dianggap kembali mengungkit masa lalu.
Sebagai seorang psikolog, Lita merasa perlu memberikan psiko-edukasi kepada publik. Ia berpendapat, tindakan Dhani justru bisa melukai anak mereka, SF (Safeea Ahmad), secara tidak langsung karena kembali membuka luka lama dan menanamkan pertanyaan di hati anak. Lita menegaskan bahwa kontennya bertujuan untuk melindungi SF dari perundungan sesungguhnya yang mungkin datang dari netizen.
Namun, bagi Ahmad Dhani, konten Lita Gading ini justru dianggap memicu perundungan dan eksploitasi anak. Merasa geram atas cibiran terhadap sang anak yang terseret dalam polemik ini, Dhani pun tak tinggal diam. Ia resmi melaporkan Lita Gading ke Polda Metro Jaya pada Kamis, 10 Juli 2025.
Sudut Pandang Ahmad Dhani: Demi Perlindungan Anak
Bagi Ahmad Dhani, langkah hukum ini diambil sebagai bentuk perlindungan terhadap sang putri, Safeea Ahmad (SF/SA), yang disebut-sebut mengalami tekanan psikis akibat unggahan Lita. Menurut Dhani, konten Lita Gading yang menampilkan wajah dan inisial SA dengan narasi seperti “SA: ibuku bukan pelakor” telah melanggar hak privasi anaknya.
Melalui kuasa hukumnya, Aldwin Rahadian, Dhani melaporkan Lita Gading atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Aldwin menegaskan, anak memiliki hak privasi untuk tidak dipublikasikan atau distigmatisasi atas perilaku orang tuanya. “Anak punya hak privasi untuk tidak dipublikasikan melalui media,” ujar Aldwin.
Bahkan, putra sulung Dhani, Al Ghazali, ikut mendampingi sang ayah di kantor polisi dan menyatakan siap menjadi saksi jika dibutuhkan. Dhani sendiri menyebut bahwa konten yang dibuat oleh Lita Gading hanya berdasarkan gosip dan fitnah yang tidak berdasar.
Pembelaan Lita Gading: “Ini Edukasi, Bukan Perundungan!”
Di sisi lain, Lita Gading sama sekali tidak gentar dengan laporan yang dilayangkan Ahmad Dhani. Dengan santai, ia bahkan melontarkan kalimat menantang: “Bilang aja salah lawan.” Lita bersikeras bahwa kontennya murni psiko-edukasi dan justru berusaha menghalau netizen dari perundungan sesungguhnya terhadap SF.
Lita juga tak segan menyentil status Ahmad Dhani sebagai anggota DPR RI. Ia menuduh Dhani melakukan “abuse of power” atau penyalahgunaan wewenang dan lebih sering wara-wiri di media daripada bekerja. “Dia gak sadar menggunakan abuse of power sebagai anggota dewan yang terhormat. Kapan kerjanya? Wara-wiri di media terus. Apa kabar Komisi 11?” sindir Lita tajam.
Yang tak kalah mengejutkan, Lita menduga kuat adanya ‘buzzer’ yang dibayar untuk menyerangnya di media sosial. “Netizen sekarang cerdas! Sudah ada yang tertangkap buzzer yang menyerang saya. Eng, ing, eng… siapa yang bayar mereka? Tunggu tanggal mainnya,” katanya dengan nada tajam. Ia juga mengaku santai karena memiliki bukti digital untuk pembelaannya.
Implikasi Hukum yang Menanti
Laporan Ahmad Dhani terhadap Lita Gading ini bukan main-main. Lita dijerat dengan Pasal 76C juncto Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 27A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pasal-pasal ini mengatur tentang larangan eksploitasi anak, kekerasan psikis, serta penyebaran informasi elektronik yang melanggar hukum. Jika terbukti bersalah, tentu ada konsekuensi hukum serius yang menanti Lita Gading. Sementara itu, pihak kepolisian menyatakan akan mendalami laporan ini dan menindaklanjuti setiap laporan yang masuk.
Kesimpulan
Konflik antara Lita Gading dan Ahmad Dhani ini menjadi cerminan bahwa dunia digital, meski tampak bebas, memiliki batasan dan konsekuensi hukum yang jelas. Baik Lita Gading dengan argumen psiko-edukasi-nya, maupun Ahmad Dhani yang berjuang melindungi putrinya, keduanya kini sama-sama menanti proses hukum yang akan membuktikan kebenaran.
Kita semua berharap proses hukum dapat berjalan adil dan transparan, demi mendapatkan titik terang dari perseteruan panas ini. Yang terpenting, kasus ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga privasi dan hak anak di ruang publik, baik secara langsung maupun di dunia maya.