Jokowi Curiga Ada ‘Agenda Besar Politik’ di Balik Isu Ijazah Palsu dan Pemakzulan Gibran

Dipublikasikan 15 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Belakangan ini, pernyataan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) tentang manuver politik di balik beberapa isu panas kembali menjadi sorotan publik. Seolah tak ada habisnya, polemik seputar isu ijazah palsu Jokowi dan kabar mengenai pemakzulan Gibran Rakabuming Raka kini direspons langsung oleh sang mantan presiden. Jokowi merasa ada sesuatu yang lebih besar, sebuah agenda besar politik, yang bermain di balik layar. Artikel ini akan mengajak Anda menyelami lebih dalam kecurigaan Jokowi soal manuver politik balik isu ini, bagaimana respons dari berbagai pihak, dan mengapa isu-isu ini begitu penting untuk dicermati dalam dinamika politik kita. Mari kita bedah bersama agar kita bisa memahami lebih jernih.

Jokowi Curiga Ada 'Agenda Besar Politik' di Balik Isu Ijazah Palsu dan Pemakzulan Gibran

Presiden Joko Widodo curigai adanya agenda politik besar di balik isu ijazah palsu dan pemakzulan Gibran yang dinilai bertujuan merusak reputasinya.

Mengapa Isu Ini Kembali Mencuat? Kecurigaan Jokowi Pasca-Purnatugas

Setelah resmi purnatugas pada Oktober 2024 lalu, Presiden Jokowi kini lebih terbuka mengenai perasaannya terkait beberapa isu yang terus menghantuinya. Salah satunya adalah isu ijazah palsu yang kembali mencuat ke permukaan. Jokowi tak ragu melaporkan lima orang terkait dugaan pencemaran nama baik melalui narasi ijazah palsu ini.

Menurut Jokowi, kemunculan kembali isu-isu ini bukan sekadar kebetulan semata. “Saya berperasaan, memang kelihatannya ada agenda besar politik. Dibalik isu-isu ini ijazah palsu, isu pemakzulan,” ungkap Jokowi dari kediaman pribadinya di Solo, Senin (14/6/2025). Ia menambahkan bahwa tujuan dari manuver politik ini adalah untuk “menurunkan reputasi politik” atau “men-downgrade” citra dan kredibilitas Jokowi di mata publik. Kecurigaan ini juga mencakup isu yang menyasar putra sulungnya, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, terkait wacana pemakzulan.

Proses Hukum Berjalan, Sikap Jokowi Tegas Hanya di Pengadilan

Menanggapi berbagai tudingan dan dugaan ijazah palsu Jokowi, mantan Wali Kota Solo ini menegaskan bahwa proses hukum sudah berjalan. Laporan terkait dugaan pencemaran nama baik kini telah masuk tahap penyidikan di kepolisian. “Ini kan sudah dalam proses hukum, sudah dalam proses penyidikan, ya serahkan pada proses hukum yang ada,” kata Jokowi.

Uniknya, Jokowi juga menyatakan bahwa ia tidak akan menunjukkan ijazah aslinya kepada publik secara langsung. Ia memilih untuk membuktikannya di ranah hukum.

“Yang jelas saya ingin menunjukkan ijazahnya di dalam sidang pengadilan nanti. Nggak ada (rencana menunjukkan ke publik), harus dalam sidang pengadilan yang ada nanti saya tunjukkan ijazah asli yang saya miliki,” tegas Jokowi.

Polda Metro Jaya sendiri telah melakukan gelar perkara terhadap enam laporan polisi terkait proses hukum ijazah ini pada 10 Juli lalu, menunjukkan keseriusan dalam penanganan kasus ini.

Beragam Tanggapan: Dari Politikus hingga Pakar Digital

Pernyataan kecurigaan Jokowi soal manuver politik ini tentu saja memicu berbagai reaksi dari berbagai kalangan, mulai dari politikus hingga pakar di bidangnya.

Suara dari Senayan: Tanggapan Aria Bima (PDIP)

Salah satu suara yang menonjol datang dari politikus senior PDIP, Aria Bima. Ia menanggapi kecurigaan Jokowi ini dengan pandangan yang cukup kritis. Menurut Aria Bima, sebagai mantan presiden dua periode, Jokowi seharusnya berfokus pada hal-hal yang lebih besar dan strategis untuk mencerahkan bangsa.

“Narasi-narasi yang membuat suatu yang tidak jelas dan berdampak pada kebingungan publik, seperti ada skenario-skenario itu, saya kira Pak Jokowi tahu dari dulu ya di politik kayak gitu,” ujar Aria Bima. Ia menambahkan bahwa politik memang selalu penuh dengan drama dan berbagai hal tak kasatmata. Bagi Aria Bima, isu ijazah palsu Jokowi ini “terlalu berlebihan” dan justru mengalihkan perhatian dari masalah-masalah penting bangsa. Ia berharap Jokowi dapat menunjukkan sikap kenegarawanan yang lebih kuat.

Sorotan dari Pakar Digital Forensik: Transparansi atau Politik?

Tak hanya dari politikus, pakar digital forensik, Rismon Sianipar, juga turut menyuarakan pandangannya. Rismon mempertanyakan maksud dari “agenda besar politik” yang disebutkan Jokowi, terutama jika dikaitkan dengan verifikasi ijazah.

Menurut Rismon, analisis forensik terhadap dokumen bisa dilakukan secara ilmiah dan objektif menggunakan teknologi canggih, seperti metode error level analysis atau deteksi sebaran kanal RGB. “Pendekatan yang dilakukan tidak mengandung muatan politik, melainkan murni berdasarkan metode ilmiah dan verifikasi digital terhadap keaslian dokumen,” jelasnya. Rismon juga menyayangkan jika isu transparansi ijazah dibelokkan ke ranah politik. Ia berpendapat, jika memang benar lulusan UGM, seharusnya ijazah tersebut bisa ditunjukkan secara terbuka tanpa perlu diminta, sebagai sebuah kebanggaan.

Sebuah Narasi yang Terus Bergulir

Kecurigaan Jokowi soal manuver politik di balik isu ijazah palsu dan pemakzulan Gibran memang menciptakan gelombang diskusi baru di tengah masyarakat. Di satu sisi, ada kekhawatiran akan adanya upaya sistematis untuk menjatuhkan reputasi politik figur publik. Di sisi lain, muncul seruan untuk transparansi dan fokus pada isu-isu kebangsaan yang lebih krusial.

Polemik ini mengingatkan kita bahwa dinamika politik di Indonesia selalu menarik untuk diikuti, dengan berbagai narasi dan interpretasi yang muncul. Terlepas dari berbagai spekulasi, yang jelas adalah proses hukum atas isu ijazah palsu sedang berjalan. Bagaimana kelanjutannya? Tentu menarik untuk dinantikan bersama. Semoga setiap polemik dapat menjadi pembelajaran berharga bagi kematangan demokrasi kita.