Terkuak! Direksi Jawa Pos Sebut Dividen Rp 89 Miliar Tak Disetor Dahlan Iskan: Sengketa Aset Lama yang Memanas Kembali

Dipublikasikan 14 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Siapa yang tidak kenal Jawa Pos? Salah satu raksasa media di Indonesia ini tengah menjadi sorotan publik. Bukan karena terobosan baru, melainkan karena mencuatnya kembali sengketa kepemilikan aset dan dugaan penggelapan dividen yang melibatkan nama besar, Dahlan Iskan, mantan Direktur Utama yang kini memiliki 3,8 persen saham di Jawa Pos, serta Nany Wijaya.

Terkuak! Direksi Jawa Pos Sebut Dividen Rp 89 Miliar Tak Disetor Dahlan Iskan: Sengketa Aset Lama yang Memanas Kembali

Direksi Jawa Pos Ungkap Dividen Rp 89 Miliar Tak Disetor Mantan CEO, Sengketa Aset Lama Memanas Kembali.

Baru-baru ini, direksi Jawa Pos buka suara, menyebut ada dividen PT Dharma Nyata Press (DNP) atau Majalah Nyata senilai Rp 89 miliar yang diduga tidak disetorkan kepada induk perusahaan. Angka yang fantastis, bukan? Mari kita selami lebih dalam duduk perkara yang tengah memanas ini.

Awal Mula Sengketa Dividen: Klaim Jawa Pos Rp 89 Miliar

Persoalan ini bermula dari klaim Jawa Pos mengenai dividen PT Dharma Nyata Press (DNP), penerbit Majalah Nyata. Menurut keterangan Daniel, salah satu kuasa hukum Jawa Pos, ada dividen senilai Rp 89 miliar dari perolehan tahun 2014-2016 yang seharusnya disetorkan ke Jawa Pos. Namun, penyerahan dividen ini macet sejak tahun 2017.

“Kemudian diduga kuat terdapat dividen sejumlah Rp 89 miliar yang ditarik dan tidak diserahkan ke PT Jawa Pos, seperti sebelum-sebelumnya,” ujar Daniel.

Pada periode tersebut, Dahlan Iskan dan Nany Wijaya masih tercatat sebagai pemegang saham di DNP. Padahal, sebelumnya, pembayaran dividen dari DNP ke Jawa Pos berjalan lancar hingga tahun 2013. Aliran dana ini tiba-tiba terhenti setelah Nany Wijaya dicopot dari jabatannya sebagai Direktur Jawa Pos Holding pada 21 Juni 2017.

Jejak Kepemilikan DNP: Dari Nominee Hingga Sengketa

Untuk memahami sengketa ini, kita perlu melihat sejarahnya. Pihak Jawa Pos menjelaskan, sejak awal pendirian pada tahun 1991, PT DNP merupakan anak perusahaan dari PT Jawa Pos. Namun, saat itu, pendirian perusahaan lazim menggunakan nama direksi pribadi, seperti Dahlan Iskan, karena keperluan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) di era Orde Baru. Ini yang dikenal sebagai praktik nominee atau penitipan aset/saham atas nama pribadi.

Tahun 1999, Jawa Pos mengakuisisi PT DNP, dan sahamnya dicatatkan atas nama Nany Wijaya (45%) dan Dahlan Iskan (55%). Meskipun demikian, baik Dahlan maupun Nany disebut telah menegaskan bahwa PT DNP adalah milik PT Jawa Pos. Pernyataan ini bahkan terekam dalam berbagai dokumen hukum dan notulen rapat. Logo Jawa Pos Group pun tertera di kop surat DNP, dan direksi Jawa Pos ditempatkan sebagai komisaris di DNP.

Namun, drama dimulai ketika Nany Wijaya diberhentikan pada pertengahan 2017. Sejak saat itu, DNP mulai diakui sebagai milik pribadi Nany, menyangkali dokumen dan akta yang ada tentang kedudukan Jawa Pos sebagai induk. Ironisnya, Nany Wijaya juga diduga melakukan pemalsuan dokumen notaris terkait kepemilikan DNP, dengan menunjukkan akta notaris nomor 65 tahun 2009 yang membatalkan pernyataan sebelumnya pada akta 2008 bahwa DNP adalah milik Jawa Pos. Pihak Jawa Pos menuding notaris yang sama tidak pernah membuat akta pembatalan tersebut.

Upaya Jawa Pos Holding untuk menertibkan aset-aset perusahaan yang tersebar atas nama pribadi ini sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2001, setelah wafatnya pendiri Eric Samola. Banyak aset lain berhasil dipulihkan, namun kasus DNP ini menjadi “alot”.

Reaksi dan Bantahan dari Pihak Dahlan Iskan

Di sisi lain, pihak Dahlan Iskan memiliki pandangan berbeda. Johanes Dipa, kuasa hukum Dahlan Iskan, menyatakan bahwa saham PT Dharma Nyata Press sampai saat ini masih tercatat secara sah milik Dahlan Iskan dan Nany Wijaya. Ia bahkan menantang pihak Jawa Pos untuk membuktikan pembayaran jika merasa pernah membeli perusahaan tersebut dari kliennya.

Johanes menegaskan bahwa PT Dharma Nyata didirikan Dahlan Iskan tanpa sepeser pun uang dari Jawa Pos. Menurutnya, pernyataan pribadi Dahlan yang mengakui DNP milik Jawa Pos bukanlah sebuah perjanjian yang sah untuk mengklaim kepemilikan saham.

Selain itu, Dahlan Iskan juga mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap Jawa Pos terkait klaim kekurangan pembayaran dividen sebesar Rp 54,5 miliar. Namun, klaim ini dibantah keras oleh Jawa Pos. Leslie Sajogo, kuasa hukum Jawa Pos, menegaskan bahwa tidak ada utang yang jatuh tempo dan seluruh keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terkait dividen telah disepakati bulat, termasuk oleh Dahlan Iskan sendiri saat menjabat sebagai Dirut. Jawa Pos menegaskan, dividen bukanlah utang komersial yang bisa menjadi dasar PKPU.

Proses Hukum Berlanjut: Siapa yang Bertanggung Jawab?

Untuk menuntut pertanggungjawaban dan hak perusahaan, Jawa Pos Holding telah melayangkan laporan kepada polisi terhadap Nany Wijaya dan kawan-kawan per 13 September 2024. Nany kini telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penggelapan dalam jabatan, penggelapan umum, pemalsuan surat, dan TPPU.

Terkait dengan Dahlan Iskan, pihak Jawa Pos menyatakan akan menunggu proses penyidikan berlangsung. Direktur Jawa Pos, Kristianto Indrawan, menjelaskan bahwa penyidikan bisa saja mengarah kepada Dahlan Iskan atau pihak lain berdasarkan dokumen dan penelusuran aliran uang dividen Rp 89 miliar tersebut, mengingat Dahlan juga merupakan pemegang saham DNP saat dividen dibagikan.

Meskipun demikian, Direktur Jawa Pos Holding Hidayat Jati menegaskan bahwa pihaknya tetap membuka ruang dialog untuk menyelesaikan masalah ini. Namun, jalur hukum tetap ditempuh demi menyelamatkan aset perusahaan. Kasus ini menjadi bukti bahwa sengketa kepemilikan aset yang berawal dari praktik lama bisa menjadi rumit dan berlarut-larut.

Kesimpulan

Sengketa antara direksi Jawa Pos dengan Dahlan Iskan dan Nany Wijaya ini adalah kisah panjang tentang klaim dividen yang tak disetor, kepemilikan aset yang kabur karena praktik nominee di masa lalu, dan upaya perusahaan untuk menertibkan administrasi. Klaim Jawa Pos atas dividen Rp 89 miliar dari PT Dharma Nyata Press yang melibatkan nama Dahlan Iskan dan Nany Wijaya, serta bantahan dari pihak Dahlan, menunjukkan kompleksitas hukum dan bisnis.

Kasus ini masih bergulir di ranah hukum, dengan Nany Wijaya sudah menjadi tersangka. Kita akan terus menantikan bagaimana kelanjutan dari sengketa Jawa Pos Dahlan Iskan ini. Satu hal yang pasti, transparansi dan tata kelola perusahaan yang baik adalah kunci untuk menghindari masalah serupa di masa depan.