Yogyakarta, zekriansyah.com – Jaksa KPK Balas Tuntas Bantahan Hasto, Tegaskan Keyakinan di Kasus Harun Masiku
Jaksa KPK tanggapi bantahan Hasto terkait kasus Harun Masiku, tegaskan keyakinan dalam pembuktian.
Persidangan kasus yang menjerat Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto kembali menyita perhatian publik. Kali ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat jaksa penuntut umum mereka, memberikan balasan yang sangat tegas terhadap semua bantahan yang disampaikan Hasto dalam nota pembelaannya. Ini adalah momen penting untuk memahami bagaimana jaksa KPK tepis bantahan Hasto, khususnya dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan. Mari kita selami lebih dalam argumen-argumen yang disampaikan jaksa KPK.
Jaksa KPK Tepati Janji, Serahkan Replik Penuh Argumen
Pada Senin, 14 Juli 2025 lalu, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, jaksa KPK menyampaikan replik mereka. Replik ini adalah jawaban jaksa atas pleidoi atau nota pembelaan yang sebelumnya disampaikan oleh Hasto Kristiyanto dan tim kuasa hukumnya. Jaksa menegaskan bahwa mereka telah mempelajari setiap poin pembelaan tersebut dan kini siap mematahkan argumen yang disampaikan Hasto. Ini menunjukkan keseriusan jaksa KPK dalam menghadapi kasus yang melibatkan salah satu tokoh politik nasional ini.
Tiga Poin Utama Jaksa dalam Mematahkan Pembelaan Hasto
Dalam replik yang dibacakan, jaksa KPK memfokuskan pada tiga poin penting untuk menepis bantahan Hasto. Argumen-argumen ini diharapkan dapat memperkuat keyakinan hakim bahwa Hasto memang terlibat dalam perkara yang dituduhkan.
Sosok “Bapak” yang Kuat Diyakini adalah Hasto
Salah satu bantahan Hasto adalah mengenai sosok “Bapak” yang disebut-sebut dalam komunikasi Harun Masiku. Hasto berdalih, ada banyak laki-laki di DPP PDIP, sehingga penyebutan “Bapak” tidak bisa serta-merta diasosiasikan kepadanya. Namun, jaksa KPK punya argumen kuat. Mereka yakin bahwa sosok “Bapak” yang meminta Harun Masiku untuk siaga di DPP PDIP agar tidak terdeteksi penyidik KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) adalah Hasto Kristiyanto.
Jaksa menjelaskan bahwa konteks percakapan sangat penting. Ahli bahasa, Dr. Frans Asisi Datang, berpendapat bahwa logika sebuah perkataan harus dilihat dari teks dan konteksnya. Saat Harun menanyakan keberadaan “Bapak”, satpam DPP PDIP, Nurhasan, langsung mengerti dan menyampaikan amanat dari Hasto tanpa perlu bertanya lebih lanjut siapa “Bapak” yang dimaksud. Ini menunjukkan bahwa Harun dan Nurhasan sama-sama memahami bahwa “Bapak” itu merujuk pada Hasto. Jaksa pun meminta hakim mengesampingkan pembelaan Hasto ini.
Misteri Ponsel “Sri Rejeki Hastomo” yang Tak Kunjung Ditemukan
Poin kedua yang dibantah jaksa adalah mengenai keberadaan ponsel staf Hasto, Kusnadi. Hasto menyebut bahwa ponsel Kusnadi tidak ditenggelamkan, melainkan sudah disita oleh penyidik. Jaksa KPK dengan tegas membantah hal ini. Mereka menjelaskan bahwa ponsel yang disita dari Kusnadi hanyalah iPhone 11 dengan nomor atas nama Gara Baskara. Sementara itu, ponsel dengan nomor “Sri Rejeki Hastomo” yang diyakini digunakan Hasto untuk berkomunikasi, serta nomor “Kus SS” yang biasa digunakan Kusnadi, tidak ditemukan oleh penyidik KPK.
Hasto sendiri juga tidak mengakui kepemilikan ponsel iPhone 15 dengan nama “Sri Rejeki 3.0”, menyatakan bahwa itu milik sekretariat DPP. Jaksa menganggap dalih ini tidak berdasar. Bahkan, terkait perintah “ditenggelamkan” yang sempat disangkutpautkan dengan ritual melarung pakaian, ahli bahasa Frans Asisi Datang menegaskan bahwa secara bahasa, perintah itu jelas merujuk pada ponsel, bukan pakaian. Menurutnya, tidak masuk akal jika kata “ditenggelamkan” mengacu pada baju.
Tuntutan 7 Tahun Penjara untuk Hasto Tetap Berdiri Tegak
Setelah mematahkan bantahan-bantahan di atas, jaksa KPK tetap pada pendiriannya. Mereka meminta majelis hakim menolak seluruh nota pembelaan Hasto Kristiyanto dan tetap menjatuhkan hukuman sesuai tuntutan awal, yaitu 7 tahun penjara dan denda Rp 600 juta. Jaksa meyakini bahwa Hasto, bersama dengan eks kader PDIP Saeful Bahri, pengacara Donny Tri Istiqomah, dan Harun Masiku, telah bekerja sama dalam kasus suap pengurusan PAW anggota DPR.
Jaksa juga meyakini bahwa Hasto, Harun, Saeful, dan Donny secara bertahap telah memberikan suap sebesar 57.350 dolar Singapura atau setara Rp 600 juta kepada eks komisioner KPU Wahyu Setiawan. Selain itu, jaksa juga tetap berkesimpulan bahwa Hasto terbukti melakukan perintangan penyidikan kasus suap Harun Masiku, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Kasus Hasto Bukan “Daur Ulang”, Ada Bukti Baru Kata Jaksa
Hasto dan tim hukumnya sempat mengklaim bahwa kasus ini adalah “daur ulang” atau rekayasa. Namun, jaksa KPK membantah keras tudingan tersebut. Mereka menegaskan bahwa penyidikan terhadap Hasto didasarkan pada penemuan bukti baru yang belum pernah dijadikan alat bukti dalam persidangan kasus Wahyu Setiawan dan Saeful Bahri sebelumnya.
Jaksa bahkan merujuk pada keterangan ahli hukum seperti Maruarar Siahaan dan Muhammad Fatahillah Akbar yang mendukung bahwa sebuah perkara dapat diusut kembali jika ditemukan bukti atau pelaku baru, meskipun kasus sebelumnya sudah inkrah. Ini memperkuat posisi jaksa bahwa keterlibatan Hasto dalam dugaan suap PAW Harun Masiku dan perintangan penyidikan adalah hal yang baru terungkap dan harus dituntaskan.
Dengan segala argumen dan bukti yang telah disampaikan dalam replik ini, jaksa KPK telah memberikan balasan kuat terhadap pembelaan Hasto Kristiyanto. Kini, nasib Hasto berada di tangan majelis hakim yang akan memutuskan berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan. Kita tunggu saja bagaimana kelanjutan dari kasus yang menarik perhatian banyak pihak ini.