Israel Diduga Tak Mampu Perang Jangka Panjang Lawan Iran: Ini Alasan di Balik Gencatan Senjata

Dipublikasikan 26 Juni 2025 oleh admin
Sosial Politik

Ketegangan antara Israel dan Iran yang sempat memuncak dan memicu kekhawatiran perang besar-besaran di Timur Tengah, tiba-tiba mereda dengan diumumkannya gencatan senjata. Banyak pihak bertanya-tanya, mengapa konflik yang begitu panas ini bisa berakhir begitu cepat?

Israel Diduga Tak Mampu Perang Jangka Panjang Lawan Iran: Ini Alasan di Balik Gencatan Senjata

Artikel ini akan mengupas tuntas analisis para ahli, peran penting Amerika Serikat, hingga dampak ekonomi yang mungkin menjadi alasan utama di balik singkatnya perang Israel-Iran. Dengan memahami poin-poin ini, Anda akan mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang dinamika konflik di Timur Tengah dan mengapa Israel diduga tidak mampu berperang dalam jangka waktu yang lama melawan Iran.

Analisis Pakar: Israel Kesulitan Perang Jangka Panjang

Berakhirnya perang Israel-Iran dalam waktu singkat, terutama setelah campur tangan Amerika Serikat, menimbulkan banyak pertanyaan. Menurut Will Todman, peneliti senior dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), ada dugaan kuat bahwa Pemerintah Israel tidak akan mampu mempertahankan perang jangka panjang.

“Saya tidak berpikir Pemerintah Israel mampu mempertahankan perang jangka panjang, tetapi saya pikir faktor utamanya di sini adalah Presiden Trump. Dia tidak ingin melihat perang baru di wilayah tersebut pecah di bawah pengawasannya,” ujar Todman seperti dikutip AFP.

Pandangan ini didasari pada beberapa faktor, salah satunya adalah tekanan yang dihadapi Israel dari berbagai front militer, termasuk operasi di Gaza, Suriah, dan Lebanon yang sudah berlangsung lama. Serangan udara Iran yang terjadi dalam beberapa hari terakhir disebut sebagai yang paling mematikan dalam beberapa dekade, menambah beban militer dan ekonomi Israel.

Peran Krusial Amerika Serikat dan Donald Trump

Presiden AS Donald Trump memainkan peran sentral dalam meredakan konflik ini. Gencatan senjata diumumkan hanya beberapa hari setelah Iran menembakkan rudal ke pangkalan militer AS di Qatar. Serangan Iran ini disebut terukur dan mudah dicegat, namun Trump memilih untuk tidak melakukan serangan balasan. Sebaliknya, ia mendesak Israel untuk tidak melanjutkan rencana operasi militer ke wilayah Iran.

Langkah cepat Trump ini dipandang sebagai manuver untuk menghindari konflik berkepanjangan yang bisa menyeret militer AS, sekaligus menepis kritik terhadap komitmennya selama kampanye untuk tidak terlibat konflik di luar negeri.

Meski demikian, pendekatan Trump yang menggabungkan komunikasi digital dengan kebijakan militer justru membingungkan banyak pengamat. Brian Katulis, peneliti senior di Middle East Institute, menyebut bahwa negara-negara Teluk seperti Qatar juga memainkan peran penting dalam diplomasi senyap di balik layar, terlepas dari “kekuatan troll” Trump.

Trump bahkan sempat melontarkan kritik tajam terhadap Israel karena diduga melanggar gencatan senjata. “Segera setelah kami mencapai kesepakatan, Israel langsung meluncurkan serangan udara besar-besaran ke Iran. Itu belum pernah saya lihat sebelumnya,” kata Trump, menunjukkan ketidakpuasannya.

Beban Ekonomi Perang dan Dampaknya bagi Israel

Salah satu alasan terkuat mengapa Israel diduga tak mampu perang lama adalah beban ekonomi yang sangat besar. Konflik singkat 12 hari ini saja sudah menguras kas negara secara signifikan.

Beberapa poin penting terkait dampak ekonomi ini meliputi:

  • Biaya Perang yang Fantastis: Financial Express melaporkan bahwa Israel menghabiskan sekitar 5 miliar dolar AS (sekitar Rp81,6 triliun) hanya dalam pekan pertama serangan ke Iran.
  • Pengeluaran Harian: Biaya harian perang mencapai 725 juta dolar AS (sekitar Rp11,8 triliun), dengan sebagian besar digunakan untuk serangan ofensif.
  • Biaya Pertahanan Udara: Sistem pertahanan udara Israel saja membutuhkan 10 hingga 200 juta dolar AS (sekitar Rp3,2 triliun) per hari.
  • Potensi Kerugian Jangka Panjang: Jika perang berlangsung sebulan, total biaya yang dikeluarkan Tel Aviv bisa lebih dari Rp195,8 triliun.
  • Dampak Makroekonomi: Perang menggerus anggaran militer, mengganggu aktivitas produksi, dan diperkirakan meningkatkan defisit anggaran Israel hingga 6 persen.
  • Klaim Kompensasi Warga: Pemerintah Israel menerima hampir 39.000 klaim kompensasi atau ganti rugi dari warganya atas kerusakan material akibat serangan rudal Iran. Ini termasuk kerusakan bangunan, kendaraan, dan barang lainnya.
  • Penipisan Cadangan Keuangan: Kementerian Keuangan Israel mengungkapkan bahwa cadangan keuangan negara makin menipis, bahkan meminta tambahan dana untuk pertahanan dan pemangkasan anggaran kesehatan serta pendidikan.
  • Dampak pada Pasar dan Infrastruktur:
    • Nilai tukar shekel sempat melemah.
    • Kilang minyak terbesar Israel, Bazan, mengalami kerugian sekitar 3 juta dolar AS (sekitar Rp48,9 miliar) per hari.
    • Bandara Ben Gurion sempat ditutup, mengganggu penerbangan dan menyebabkan kerugian operasional El Al, maskapai nasional Israel.
    • Bursa Berlian Israel dan Bursa Efek Tel Aviv juga terpukul, memicu aksi jual besar-besaran dari investor yang panik.

Klaim Kemenangan dan Realitas di Lapangan

Setelah pertempuran 12 hari, baik Iran, Israel, maupun Presiden Trump sama-sama mengeklaim kemenangan.

  • Klaim Iran: Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengklaim kemenangan penuh, menyatakan Israel telah “porak-poranda” dan Amerika Serikat ikut campur karena khawatir Israel kalah telak. Iran juga mengklaim telah menyerang pangkalan militer AS di Qatar.
  • Klaim Israel: Israel menyatakan telah mencapai semua tujuan militernya, termasuk menghentikan ancaman dari program nuklir dan rudal balistik Iran.
  • Klaim Trump: Trump menyatakan bahwa kedua belah pihak “capai dan kelelahan” sehingga sepakat untuk pulang.

Namun, di balik klaim-klaim tersebut, realitas di lapangan menunjukkan gambaran yang lebih kompleks:

  • Program Nuklir Iran Masih Utuh: Meskipun AS melancarkan serangan udara terhadap tiga situs nuklir Iran (Fordo, Natanz, Isfahan) menggunakan bom penghancur bunker, laporan rahasia menyebutkan bahwa bagian inti fasilitas nuklir Iran tidak mengalami kerusakan berarti. Para ahli independen juga meragukan kelumpuhan total program nuklir Iran, bahkan ada indikasi Iran telah memindahkan stok uranium yang diperkaya sebelum serangan AS.
  • Korban dan Kerugian: Kedua belah pihak mengalami kerugian dan korban. Iran menyebut sedikitnya 610 warga sipil tewas akibat serangan Israel, termasuk seorang ilmuwan nuklir senior.

Fokus Kembali ke Gaza: Sebuah Prioritas Baru

Setelah gencatan senjata dengan Iran, Militer Israel segera mengalihkan fokusnya kembali ke Jalur Gaza. Kepala Staf Militer Israel, Eyal Zamir, menegaskan bahwa prioritas utama kini adalah memulangkan semua sandera yang tersisa dan membubarkan rezim Hamas yang didukung Teheran.

Perang antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza telah berlangsung sejak Oktober 2023, memicu krisis kemanusiaan yang parah dengan puluhan ribu korban jiwa dan kondisi kelaparan di wilayah tersebut. Gencatan senjata dengan Iran memungkinkan Israel untuk kembali memusatkan sumber daya dan perhatian militernya pada konflik yang lebih dekat dan berkepanjangan ini, meskipun serangan ke Lebanon dan Gaza tetap berlanjut bahkan setelah kesepakatan gencatan senjata diumumkan.

Kesimpulan

Singkatnya perang antara Israel dan Iran bukan semata-mata karena tercapainya perdamaian mendalam, melainkan dipengaruhi kuat oleh berbagai faktor, terutama dugaan ketidakmampuan Israel untuk menanggung beban perang jangka panjang. Analisis para pakar, intervensi cepat Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump yang ingin menghindari konflik baru, serta tekanan ekonomi yang masif terhadap Israel, menjadi alasan utama mengapa perang ini berakhir dalam hitungan hari.

Peristiwa ini menunjukkan bahwa di balik retorika keras, kekuatan militer dan ekonomi sebuah negara memiliki batasnya. Gencatan senjata ini, meski disambut baik dunia, tetap rapuh dan menjadi pengingat akan kompleksitas serta biaya tinggi konflik di Timur Tengah.

FAQ

Berikut adalah bagian FAQ yang relevan dan optimal untuk Google Snippet berdasarkan artikel Anda:

Tanya: Mengapa Israel diduga tidak mampu perang jangka panjang lawan Iran?
Jawab: Israel diduga kesulitan mempertahankan perang jangka panjang karena tekanan dari berbagai front militer yang sedang dihadapi. Selain itu, faktor eksternal seperti keinginan AS untuk menghindari perang baru juga sangat memengaruhi keputusan tersebut.

Tanya: Apa peran Amerika Serikat dalam gencatan senjata Israel-Iran?
Jawab: Amerika Serikat, khususnya Presiden Trump, diduga berperan penting dalam meredakan ketegangan dengan tidak menginginkan perang baru pecah di bawah pengawasannya. Peran ini memengaruhi keputusan Israel untuk mengakhiri konflik dalam waktu singkat.

Tanya: Apa yang membuat ketegangan Israel-Iran mereda begitu cepat?
Jawab: Ketegangan mereda cepat karena adanya dugaan ketidakmampuan Israel untuk berperang jangka panjang dan campur tangan AS yang tidak ingin ada perang baru. Faktor-faktor ini mendorong tercapainya gencatan senjata.