Husein Sastranegara: Antara Asa Revitalisasi, Dilema Kebijakan, dan Pertaruhan Ekonomi Bandung

Dipublikasikan 26 Juni 2025 oleh admin
Sosial Politik

Landasan pacu Bandara Husein Sastranegara di Bandung kini lengang. Suara bising mesin jet yang dulu rutin membelah langit, kini diganti deru sesekali pesawat baling-baling atau militer. Sejak 29 Oktober 2023, ketika sebagian besar penerbangan komersial dialihkan ke Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, Bandara Husein seolah terjerembap dalam kesunyian. Jumlah penumpang harian yang sebelumnya mencapai 2.300 hingga 4.000 orang, kini terpuruk drastis, rata-rata hanya melayani sekitar lima penumpang per hari. Sebuah kondisi yang tak hanya meredupkan aktivitas bandara, namun juga memukul telak nadi perekonomian Kota Bandung, khususnya sektor pariwisata.

Husein Sastranegara: Antara Asa Revitalisasi, Dilema Kebijakan, dan Pertaruhan Ekonomi Bandung

Di tengah kondisi yang memprihatinkan ini, Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, tak tinggal diam. Dengan lantang, ia mendesak Pemerintah Pusat untuk mereaktivasi Bandara Husein Sastranegara agar kembali melayani penerbangan jet komersial. Ini bukan sekadar permintaan, melainkan sebuah seruan darurat untuk menyelamatkan Bandung dari kerugian ekonomi yang membengkak, di mana kota ini diperkirakan kehilangan hingga empat juta wisatawan per tahun yang kini beralih terbang via Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Baca juga: Bandara Husein: Ketika Bandung Mendesak Langitnya Kembali Terbuka

Geliat Harapan di Landasan Sunyi

Meski sepi, Bandara Husein Sastranegara sejatinya tidak pernah ditutup sepenuhnya. General Manager Angkasa Pura Bandara Husein Sastranegara, Indra Crisna Seputra, menegaskan bahwa bandara ini masih beroperasi sesuai regulasi Surat Edaran tahun 2023 yang membatasi layanan untuk pesawat jenis baling-baling (propeller) seperti ATR atau A72 dengan rute intra-Jawa. Saat ini, hanya ada tiga kali penerbangan Susi Air per minggu untuk rute Pangandaran-Bandung-Halim Perdanakusuma. Kabar baiknya, mulai Juli 2025, rute baru Yogyakarta-Bandung-Halim juga akan dibuka, menambah sedikit denyut aktivitas.

Indra Crisna Seputra juga memastikan bahwa secara teknis, Bandara Husein Sastranegara sangat siap jika reaktivasi untuk pesawat jet komersial kembali dilakukan. Seluruh fasilitas, mulai dari runway hingga terminal, dirawat secara rutin dan telah memenuhi standar. Bahkan, bandara ini diklaim mampu melayani pesawat jet tipe A320 dan Boeing 737, jenis pesawat yang memang ditargetkan oleh Wali Kota Farhan. “Fasilitas tidak ada yang kami kurangi. Runway-nya masih tetap panjang, fasilitasnya juga masih ada, seperti teman-teman lihat, terminalnya pun juga masih dingin,” ujar Indra, menepis keraguan akan kesiapan teknis.

Seruan Bandung: Ekonomi yang Merana, Wisatawan yang Hilang

Argumen utama Farhan untuk reaktivasi Bandara Husein adalah dorongan ekonomi dan pariwisata. Ia merindukan kembali masa-masa sebelum pandemi COVID-19 dan pengalihan penerbangan ke Kertajati, di mana Bandara Husein mampu menampung hingga empat juta penumpang per tahun. Angka itu, menurut Farhan, sangat vital bagi perekonomian Bandung. “Empat juta penumpang setiap tahun, sekarang semuanya ke (Bandara) Halim. Yang untung siapa? Ya Jakarta. Jawa Barat enggak dapat apa-apa,” keluhnya, menggambarkan betapa Bandung kehilangan kue pariwisata yang besar.

Farhan menjelaskan, target penerbangan yang diusulkannya bukanlah pesawat berbadan lebar (wide-body) seperti A330, Boeing 777, atau A380. Landasan pacu Bandara Husein yang relatif pendek dan lokasinya yang dikelilingi pemukiman padat penduduk memang tidak memungkinkan untuk pesawat jumbo tersebut. Fokusnya adalah pesawat jet berbadan sempit (narrow-body) yang lebih kecil dan lincah, seperti Boeing 737, ATR, atau A320, yang dinilai sangat realistis dan mampu mengembalikan traffic penumpang seperti tahun 2019.

Rute yang menjadi prioritas Farhan adalah penerbangan dari luar Pulau Jawa dan negara-negara ASEAN. Data menunjukkan, mayoritas wisatawan yang datang ke Bandung melalui Bandara Husein sebelumnya berasal dari Bali, Medan, Ujung Pandang, Balikpapan, Palembang, serta negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. “Penerbangan inland itu di bawah 1% karena sudah terkoneksi lewat jalan tol,” tambahnya, menandakan bahwa konektivitas darat sudah cukup memadai untuk rute domestik dalam Jawa.

Bukan Sekadar Buka-Tutup: Dilema Kebijakan dan Teknis

Usulan Farhan ini telah dibahas bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Wakil Menteri Perhubungan Suntana mengakui adanya keinginan kuat dari Pemkot Bandung dan Pemprov Jawa Barat untuk menghidupkan kembali Bandara Husein. Namun, Kemenhub sedang mengkaji secara komprehensif, salah satunya mempertimbangkan beban operasional BIJB Kertajati yang mencapai Rp 60 miliar per tahun. Kemenhub berjanji akan mengambil langkah terbaik yang paling efektif dan efisien bagi masyarakat dan pemerintah daerah. “Nanti kita putuskan mana yang lebih efektif dan efisien,” kata Suntana.

Ada sedikit perbedaan pandangan terkait kelayakan teknis. Sementara GM Angkasa Pura Husein menegaskan kesiapan, Kepala Dinas Perhubungan Jawa Barat Dhani Gumelar sempat menyatakan Bandara Husein “secara teknis sudah tidak mungkin melayani penerbangan komersial” secara umum, meskipun Farhan kemudian mengklarifikasi bahwa maksudnya adalah untuk pesawat berbadan lebar. Ini menunjukkan bahwa kajian Kemenhub harus mencakup evaluasi mendalam terhadap kapasitas dan batasan teknis yang sebenarnya.

Menimbang Dampak dan Masa Depan: Suara dari Parlemen

DPRD Kota Bandung menyambut baik inisiatif Farhan, namun juga menyuarakan perlunya kajian yang lebih mendalam dan komprehensif. Ketua DPRD Asep Mulyadi menekankan pentingnya dasar kajian akademis yang kuat sebelum reaktivasi dilakukan. Kajian ini harus mencakup berbagai aspek, seperti dampak terhadap operasional Bandara Kertajati, potensi kemacetan lalu lintas di sekitar Bandara Husein yang berada di area padat penduduk, hingga dampak terhadap masyarakat di lingkungan sekitar.

DPRD juga menyarankan agar Farhan berdialog langsung dengan pihak-pihak terkait, termasuk Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Angkasa Pura, untuk mencari titik temu dan solusi. Perbandingan dengan Yogyakarta, yang memiliki dua bandara (Adisucipto dan Kulon Progo) yang beroperasi secara bersamaan dan memberikan pilihan kepada penumpang, menjadi sebuah referensi menarik. Hal ini mengisyaratkan bahwa pembatasan jenis pesawat mungkin tidak perlu terlalu ketat, dan biarkan pasar yang menentukan pilihan konsumen berdasarkan biaya dan kenyamanan.

Menanti Keputusan di Simpang Jalan

Saat ini, “bola panas” keputusan reaktivasi Bandara Husein Sastranegara berada di tangan Pemerintah Pusat, khususnya Kemenhub. Wali Kota Farhan optimis, namun juga realistis, mengakui bahwa pembukaan kembali tidak bisa dilakukan secara instan, melainkan “pelan-pelan.”

Kasus Bandara Husein adalah cerminan kompleksitas dalam pengembangan infrastruktur dan strategi penerbangan nasional. Di satu sisi, ada kebutuhan mendesak untuk menghidupkan kembali perekonomian regional yang lesu akibat pengalihan bandara. Di sisi lain, ada pertimbangan efisiensi operasional dan optimalisasi investasi besar di Bandara Kertajati.

Tantangan bagi Kemenhub adalah menemukan titik keseimbangan yang adil dan strategis. Bagaimana menyeimbangkan kepentingan ekonomi Bandung dengan keberlangsungan Kertajati? Bagaimana memastikan solusi yang tidak hanya “efektif dan efisien” secara finansial, tetapi juga berkelanjutan dan bermanfaat maksimal bagi masyarakat luas? Keputusan atas nasib Bandara Husein Sastranegara akan menjadi penentu penting bagi arah pertumbuhan ekonomi dan pariwisata Jawa Barat ke depan.

FAQ

Tanya: Mengapa Bandara Husein Sastranegara di Bandung tampak sepi dan hanya melayani sedikit penumpang?
Jawab: Sejak Oktober 2023, sebagian besar penerbangan komersial dialihkan ke Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati. Hal ini menyebabkan penurunan drastis jumlah penumpang di Husein Sastranegara, dari ribuan menjadi hanya sekitar lima penumpang per hari.

Tanya: Apa dampak dari pengurangan aktivitas di Bandara Husein Sastranegara terhadap perekonomian Bandung?
Jawab: Penurunan aktivitas bandara berdampak negatif signifikan pada perekonomian Bandung, khususnya sektor pariwisata. Kota Bandung diperkirakan kehilangan hingga empat juta wisatawan per tahun karena mereka kini lebih memilih terbang melalui Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta.

Tanya: Apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini?
Jawab: Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, mendesak Pemerintah Pusat untuk mereaktivasi Bandara Husein Sastranegara agar kembali melayani penerbangan jet komersial. Ini bertujuan untuk menyelamatkan perekonomian Bandung dari kerugian yang terus membesar.

Tanya: Apakah Bandara Husein Sastranegara benar-benar ditutup?
Jawab: Tidak, Bandara Husein Sastranegara masih beroperasi sesuai regulasi yang membatasi layanannya, meskipun aktivitasnya sangat berkurang karena pengalihan penerbangan komersial ke Kertajati.