Yogyakarta, zekriansyah.com – Pernahkah Anda merasa dunia ini runtuh begitu saja hanya karena satu kegagalan? Mungkin IP kuliah Anda jeblok, bisnis yang Anda rintis merugi, atau hubungan personal tidak berjalan sesuai harapan. Rasanya seperti semua usaha menjadi sia-sia dan diri ini mendadak jadi orang yang paling payah di dunia. Perasaan ini manusiawi, kok. Banyak dari kita pernah mengalaminya, apalagi di era media sosial yang penuh dengan “highlight reel” kesuksesan orang lain.
Kegagalan di satu aspek kehidupan tidak mengakhiri segalanya, hidup multidimensi mengajak kita melihat setiap kemunduran sebagai tantangan terpisah dalam perjalanan yang lebih luas.
Namun, bagaimana jika kita mengubah cara pandang itu? Bagaimana jika kegagalan di satu area hidup tidak lantas berarti kita gagal sebagai manusia secara keseluruhan? Konsep inilah yang diajukan oleh Dr. Fahruddin Faiz dalam salah satu sesi Ngaji Filsafat yang ditayangkan daring oleh NU Online. Beliau mengajak kita memahami bahwa hidup itu multidimensi, dan gagal di satu dimensi bukan berarti Anda gagal di semua aspek kehidupan. Artikel ini akan membantu Anda melihat kegagalan dari kacamata yang berbeda dan menemukan kekuatan untuk bangkit.
Memahami Konsep Hidup Multidimensi: Lebih dari Sekadar Satu Peran
Coba bayangkan ini: Anda sedang bermain game dengan puluhan misi dan quest yang harus diselesaikan. Jika Anda gagal di satu misi sulit, apakah Anda akan langsung menghapus game itu dan menyerah total? Tentu tidak, kan? Anda pasti akan mencoba misi lain, atau bahkan mengulang misi yang sama dengan strategi berbeda. Begitulah analogi sederhana tentang hidup multidimensi.
Kita ini lebih dari sekadar satu label atau satu peran. Seorang mahasiswa, misalnya, bukan hanya seorang pelajar. Ia juga seorang anak, kakak, teman, tetangga, atau bahkan calon orang tua di masa depan. Jika nilai kuliahnya kurang memuaskan, itu tidak serta-merta menggugurkan semua identitas dan potensi yang ia miliki. Seperti kisah Anis, seorang mahasiswa dari Lampung yang diceritakan Dr. Fahruddin Faiz, yang harus berjuang keras sampai menjual motor demi kuliah. Di tengah kesulitan, ia diingatkan bahwa kuliah itu penting, tapi bukan satu-satunya tolok ukur sukses dalam hidup.
Gagal Bukan Berarti Payah: Kenapa Kita Sering Merasa Begitu?
Seringkali, tekanan sosial dan perbandingan di media sosial membuat kita terjebak dalam pusaran pemikiran bahwa kita harus sukses di segala lini, dan itu pun harus cepat. Ketika melihat teman sudah sukses dengan bisnisnya atau memiliki mobil mewah, kita cenderung merasa apa yang sudah diusahakan selama ini sia-sia. Padahal, keberhasilan itu banyak bentuknya, dan jalur akademik hanyalah salah satu di antaranya. Ada yang sukses lewat bisnis, karya seni, organisasi, atau bahkan kerja sosial.
Perasaan gagal total ini bisa memicu overthinking atau terlalu banyak berpikir. Pikiran terus berputar pada “apa jadinya kalau…” atau “kenapa aku begini…”, yang pada akhirnya justru menimbulkan kecemasan berlebih dan bahkan menurunkan kepercayaan diri. Inilah mengapa penting untuk menyadari bahwa kegagalan hanyalah bagian dari proses, bukan identitas permanen.
Bangkit dari Kegagalan: Strategi Mengubah Perspektif
Gagal memang menyebalkan. Rasa malu, frustrasi, dan penyesalan bisa bercampur jadi satu. Namun, Anda punya pilihan untuk tidak terjebak dalam perasaan itu selamanya. Berikut beberapa strategi praktis untuk mengubah perspektif dan bangkit dari kegagalan:
- Ingatlah, Anda Tetap Baik-baik Saja: Coba ingat kembali, pernahkah Anda merasa gagal sebelumnya? Apakah Anda hancur setelahnya? Kemungkinan besar tidak. Pertahankan kegagalan dalam perspektif yang tepat. Syukuri apa yang masih Anda miliki, entah itu kesehatan, keluarga yang utuh, atau hal-hal kecil lainnya.
- Kegagalan Adalah Bukti Usaha: Jika Anda jatuh, itu adalah bukti bahwa Anda pernah “memanjat” untuk meraih sesuatu. Anda tidak akan pernah tahu batas kemampuan Anda jika tidak pernah mencoba sesuatu yang berisiko gagal. Seperti kata pepatah, “Tidak ada kesuksesan yang tak diawali dengan kegagalan terlebih dahulu.”
- Fokus pada yang Bisa Anda Kendalikan: Kegagalan tidak selalu bersifat personal. Mungkin Anda gagal mendapatkan beasiswa bukan karena Anda tidak cukup baik, tapi karena ada orang lain dengan kualifikasi yang lebih tinggi. Daripada menyalahkan orang lain atau diri sendiri, fokuslah pada hal-hal yang bisa Anda kendalikan untuk menjadi lebih baik.
- Gagal Itu Kata Kerja, Bukan Kata Benda: Ini adalah salah satu kunci. “Gagal” bukanlah cap permanen yang melekat pada diri Anda. Itu adalah tindakan yang bisa Anda pilih untuk tidak lakukan lagi di masa depan. Dr. Fahruddin Faiz juga mengingatkan bahwa kuliah itu soal memahami, bukan cuma mengisi absen. Ini menekankan pentingnya belajar sungguh-sungguh dan introspeksi, bukan sekadar memenuhi formalitas.
Belajar dari Pengalaman, Bukan Terjebak Penyesalan
“Kegagalan hanyalah kesempatan lain untuk memulai lagi dengan lebih pandai,” demikian salah satu kata bijak tentang kegagalan. Ini adalah cara kita belajar, mengoreksi kesalahan, dan merevisi strategi. Jangan pikirkan kegagalan kemarin; hari ini sudah lain.
Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental di Tengah Tekanan
Ketika pikiran terasa overheat akibat tekanan dan rasa gagal, penting untuk menjaga kesehatan mental. Anda bisa mencoba:
- Menulis Pikiran (Journaling): Luapkan semua yang dirasakan lewat tulisan. Ini membantu otak berhenti berputar pada hal yang sama.
- Latihan Mindfulness: Fokus pada saat ini melalui meditasi sederhana, bahkan hanya 5 menit dengan mengatur napas.
- Bicara dengan Orang Terpercaya: Kadang yang dibutuhkan bukan solusi, tapi didengarkan. Bercerita pada teman, keluarga, atau konselor bisa sangat melegakan dan membantu memproses pikiran secara rasional.
Kesuksesan Itu Beragam, Pilih Jalanmu Sendiri
Jika ternyata jalur yang Anda pilih tidak berjalan mulus, atau bahkan bukan passion Anda, tidak perlu memaksakan diri. Seperti yang disampaikan Dr. Fahruddin Faiz, yang penting adalah punya prinsip dan tujuan yang jelas. Hidup multidimensi berarti Anda memiliki banyak jalur menuju tujuan. Jangan biarkan diri Anda terjebak dalam satu dimensi hidup saja sampai lupa bahwa ada banyak bentuk keberhasilan.
Ingatlah, hidup multidimensi gagal satu bukan berarti gagal sepenuhnya. Kegagalan di satu bidang hanyalah satu dimensi dari banyak dimensi kehidupan Anda. Masih banyak ruang untuk tumbuh, berkembang, dan bahkan meraih kemenangan di dimensi lain. Anda tidak sendiri dalam menghadapi kegagalan, dan setiap kali Anda berhasil bangkit, “otot” mental Anda akan semakin kuat. Teruslah berusaha, karena tidak ada kata gagal selama kita masih berusaha untuk meraih sukses.