Yogyakarta, zekriansyah.com – Media sosial belakangan ini lagi heboh dengan fenomena “Aura Farming” Pacu Jalur. Bayangkan, tradisi lomba perahu dari Riau ini mendadak viral di seluruh dunia, bahkan sampai menarik perhatian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka! Gibran pun ikut membuat konten menari ala “anak pacu jalur” yang bikin geger jagat maya.
Ilustrasi: Semarak Pacu Jalur viral, Gibran pun ikut merasakan semangat Aura Farming fenomena perahu Riau yang mendunia.
Penasaran kan, apa sih sebenarnya “Aura Farming” itu? Kenapa tarian di ujung perahu Pacu Jalur bisa sampai ditiru klub sepak bola dunia seperti PSG dan AC Milan? Artikel ini akan mengupas tuntas fenomena ini, mulai dari definisinya sampai dampaknya bagi budaya lokal kita. Yuk, simak biar kamu nggak ketinggalan info terbarunya!
Apa Itu “Aura Farming” yang Lagi Heboh?
Istilah “Aura Farming” mungkin terdengar asing, tapi ini adalah bahasa gaul Gen Z dan Gen Alpha yang lagi naik daun. Gampangnya, “aura farming” itu adalah momen ketika seseorang berhasil memancarkan kesan keren, karismatik, dan otentik tanpa perlu berusaha terlalu keras. Seolah-olah, mereka adalah “tokoh utama” atau “main character” dalam sebuah cerita.
Istilah ini sendiri mulai viral di media sosial seperti TikTok, Instagram, dan X sekitar September 2024 atau awal 2024. Awalnya, konsep ini banyak terinspirasi dari dunia game online (di mana “farming” berarti mengumpulkan poin atau item secara berulang) dan karakter film seperti Paul Atreides di film Dune yang diperankan Timothee Chalamet, yang selalu memancarkan aura kuat.
Dalam konteks media sosial, “aura farming” sering diwujudkan lewat:
- Gerakan tubuh yang luwes dan penuh percaya diri.
- Ekspresi wajah yang fokus tapi santai.
- Penampilan yang estetik atau unik.
- Suasana video yang sinematik.
Intinya, ini bukan soal gaya-gayaan, tapi tentang menampilkan sisi diri yang paling “cool” dan punya “vibe” yang menular. Kalau terlalu dibuat-buat, justru poin “aura”-nya bisa hilang.
Pacu Jalur: Tradisi Tua yang Mendunia Lewat Konten Digital
Nah, kenapa “aura farming” ini bisa nempel banget sama Pacu Jalur? Pacu Jalur adalah tradisi lomba perahu panjang yang berasal dari Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Tradisi ini sudah ada sejak abad ke-17, lho!
Dulu, “jalur” (perahu panjang) ini dipakai masyarakat sekitar Sungai Kuantan sebagai alat transportasi utama untuk mengangkut hasil bumi seperti pisang atau tebu. Seiring waktu, kegiatan ini berkembang jadi perlombaan seru untuk merayakan hari besar, bahkan pernah dipakai untuk merayakan ulang tahun Ratu Wilhelmina di zaman Belanda. Sekarang, Pacu Jalur jadi festival budaya tahunan yang sangat ditunggu-tunggu, terutama saat Hari Kemerdekaan di bulan Agustus.
Salah satu daya tarik utama Pacu Jalur adalah keberadaan “Tukang Tari” atau “Anak Coki”. Mereka adalah anak-anak yang menari di ujung perahu yang sedang melaju kencang. Gerakan mereka yang lincah, penuh semangat, dan tetap menjaga keseimbangan, inilah yang kemudian dianggap sebagai representasi sempurna dari “aura farming” yang otentik.
Dika, Bocah di Balik Fenomena “Aura Farming” Pacu Jalur
Sosok “Tukang Tari” yang paling viral dan menjadi ikon “aura farming” Pacu Jalur adalah Rayyan Arkhan Dikha, atau akrab disapa Dika. Bocah berusia 9-10 tahun ini berasal dari Kuantan Singingi, Riau.
Baca juga: Aksi Spontan Rayyan Dikha, Bocah Penari Pacu Jalur Riau yang Bikin ‘Aura Farming’ Mendunia
Video aksi Dika yang menari di ujung perahu dengan pakaian adat Melayu hitam lengkap dengan kacamata gelap, diiringi musik “DJ Tari Pacu Jalur Lagi Viral” atau “Young Black & Rich” dari Melly Mike, berhasil memukau jutaan penonton. Video ini pertama kali diunggah oleh akun TikTok KITA GROUP IDN.
Dika sendiri mengaku gerakannya itu spontan, tidak ada yang mengajari. Ia hanya mengekspresikan diri saat perahu melaju kencang. Dalam sebuah wawancara dengan influencer asal Amerika Serikat, Cullen Honohan dari All Hail Cullen, Dika bahkan dijuluki “The Reaper” karena dianggap mampu “mengambil jiwa” lawan-lawannya lewat tariannya.
“Tetap berani dan percaya diri,” jawab Dika polos saat ditanya bagaimana rasanya menari di ujung perahu yang melaju kencang.
Meski sudah mendunia, Dika tetap rendah hati. Ia bahkan menyebut masih banyak penari Pacu Jalur lain yang lebih hebat darinya. Kehidupan Dika di Kuansing tetap sederhana, ia rajin membantu orang tuanya dan terus berlatih Pacu Jalur.
Gibran Ikut Meramaikan, Jadi Bentuk Diplomasi Budaya Digital
Fenomena “aura farming” Pacu Jalur ini tidak hanya berhenti di kalangan anak muda atau selebgram. Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pun ikut meramaikan tren ini.
Pada Minggu, 6 Juli 2025, Gibran mengunggah video di akun Instagram resminya, @gibran_rakabuming. Video tersebut menampilkan kompilasi tarian Pacu Jalur yang viral, digabungkan dengan potongan video Gibran yang ikut menari-nari menirukan gerakan sang anak. Video Gibran ini langsung ditonton jutaan kali dan mendapat ratusan ribu likes.
Dalam keterangannya, Gibran menjelaskan bahwa viralnya Pacu Jalur adalah bentuk diplomasi budaya di era digital.
“Siapa sangka, dari tepian Kuantan Singingi, semangat Pacu Jalur bisa mengalir hingga ke jagat digital dunia,” tulis Gibran.
“Berbagai klub besar dan pemengaruh dunia turut merayakannya. Inilah kekuatan diplomasi budaya di era digital di mana konten mampu menjadi jembatan, memperkenalkan kearifan lokal Indonesia ke mata dunia,” tambahnya.
Gibran melihat Pacu Jalur bukan sekadar tradisi, melainkan narasi, warisan, dan identitas Indonesia yang menginspirasi dunia. Keterlibatan Gibran ini semakin menunjukkan bahwa tren ini bukan cuma sekadar hiburan, tapi juga punya potensi besar untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke kancah global.
Tidak hanya Gibran, berbagai akun media sosial internasional, termasuk klub sepak bola raksasa seperti Paris Saint-Germain (PSG) dan AC Milan, juga ikut membuat konten menirukan tarian Dika. Bahkan, atlet NFL Travis Kelce dan rapper KSI pun ikut terjangkit “aura” tarian ini.
Manfaat dan Tantangan Tren “Aura Farming” Budaya Lokal
Viralnya “aura farming” Pacu Jalur ini membawa angin segar sekaligus tantangan bagi pelestarian budaya.
Manfaat Positif:
- Jangkauan Global: Budaya lokal bisa dikenal luas di seluruh dunia dalam hitungan detik.
- Visual First Storytelling: Narasi budaya disampaikan lewat visual dan gerakan yang menarik, lebih mudah dipahami audiens global.
- Kolaborasi Lintas Sektor: Keterlibatan pemerintah, budayawan, influencer, hingga klub olahraga internasional bisa memperkuat promosi budaya.
- Kebanggaan Lokal: Masyarakat lokal merasa bangga karena tradisi mereka diakui dan diapresiasi dunia.
Tantangan yang Harus Diperhatikan:
- Reduksi Makna: Ada potensi makna dan ritual budaya bisa direduksi menjadi sekadar visual yang “keren” tanpa memahami esensinya.
- Kehilangan Inti: Ritual atau tradisi bisa jadi hanya latar belakang semata, bukan inti dari konten yang dibuat.
- Komunitas Jadi Figuran: Risiko komunitas lokal hanya menjadi objek konten orang lain tanpa mendapatkan manfaat yang signifikan.
Penting bagi kita untuk memastikan bahwa viralitas ini tidak hanya sekadar tren sesaat, melainkan bisa dimanfaatkan sebagai jalan untuk penguatan identitas, edukasi, dan kebanggaan akan budaya. Budaya itu harus tetap tumbuh dan mengakar, bahkan di tengah derasnya arus algoritma digital.
Kesimpulan
Fenomena “Aura Farming” Pacu Jalur adalah bukti nyata bagaimana sebuah tradisi lokal bisa beradaptasi dan bersinar di era digital. Dari gerakan spontan seorang bocah di ujung perahu, kini Pacu Jalur telah menjelma menjadi simbol karisma dan diplomasi budaya yang menarik perhatian dunia, termasuk para tokoh publik seperti Wakil Presiden Gibran.
Ini adalah kesempatan emas untuk terus memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia ke mata dunia. Mari kita manfaatkan tren ini bukan hanya untuk mencari likes atau ketenaran, tapi juga untuk memperkuat akar budaya kita, memastikan bahwa warisan leluhur kita tetap hidup, relevan, dan menginspirasi generasi mendatang.
FAQ
Tanya: Apa arti dari “Aura Farming” dalam konteks Pacu Jalur?
Jawab: “Aura Farming” adalah istilah gaul yang menggambarkan kemampuan memancarkan kesan keren dan otentik tanpa usaha berlebihan, seperti menjadi “main character”. Dalam Pacu Jalur, ini merujuk pada bagaimana tarian dan penampilan para pendayung berhasil menarik perhatian dan menciptakan daya tarik viral.
Tanya: Mengapa Pacu Jalur menjadi viral dan menarik perhatian tokoh publik seperti Gibran?
Jawab: Pacu Jalur menjadi viral karena tarian khas di ujung perahu yang dianggap memiliki “aura farming” kuat, sehingga menarik perhatian global termasuk Gibran Rakabuming Raka. Fenomena ini menunjukkan bagaimana tradisi lokal dapat beresonansi dengan tren media sosial modern.
Tanya: Siapa saja yang terinspirasi oleh tren “Aura Farming” Pacu Jalur?
Jawab: Tren “Aura Farming” Pacu Jalur telah menginspirasi berbagai pihak, termasuk klub sepak bola dunia seperti PSG dan AC Milan yang meniru tarian khasnya. Hal ini menunjukkan dampak luas dari fenomena budaya tersebut.