Gerakan Politik Sensasional: Eks Ketum PMII Agus Mulyono Herlambang Siap Guncang Perebutan Kursi Ketua Umum PSI

Dipublikasikan 23 Juni 2025 oleh admin
Tak Berkategori

Dinamika politik di Indonesia tak pernah luput dari kejutan, terutama menjelang perhelatan besar seperti pemilihan ketua umum partai. Belakangan ini, sorotan tajam tertuju pada Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang tengah menggelar Pemilu Raya untuk menentukan pucuk pimpinan barunya. Di tengah ramainya nama-nama yang mencuat, sebuah manuver tak terduga datang dari sosok yang tak asing di kancah pergerakan mahasiswa: eks Ketum PMII daftar caketum PSI siap bertarung, dia adalah Agus Mulyono Herlambang. Kehadirannya di hari terakhir pendaftaran bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah pernyataan yang mengguncang panggung kontestasi, menantang para kandidat lain dengan narasi “jagoan datang belakangan”.

Artikel ini akan mengupas tuntas profil Agus Mulyono Herlambang, strategi di balik pendaftarannya yang dramatis, serta bagaimana kehadirannya membentuk ulang peta persaingan dalam Pemilu Raya PSI. Kita akan menyelami lebih dalam siapa saja kandidat yang akan berhadapan dengannya, serta menganalisis implikasi dari kontestasi ini terhadap masa depan PSI di panggung politik nasional.

Sosok di Balik Manuver Terakhir: Mengenal Agus Mulyono Herlambang

Agus Mulyono Herlambang bukanlah nama baru dalam lingkaran aktivisme dan politik di Indonesia. Lahir di Indramayu, Jawa Barat, pada 17 Juni 1988, ia tumbuh besar dalam lingkungan keluarga guru agama yang kental dengan nilai-nilai kesederhanaan dan pendidikan. Jejak pendidikannya menggambarkan perpaduan antara tradisi pesantren dan akademisi modern yang kuat.

Ia menempuh pendidikan dasar di kampung halaman, lalu melanjutkan ke Pesantren Raudlatut Thalibin di Lengkong, Kuningan, sembari bersekolah formal di MTs Yaspika Kuningan. Pendidikan menengah atasnya di MAN Cigugur Kuningan juga diiringi dengan pendalaman ilmu agama di Pondok Pesantren Al-Ma’mur Cipondok, Kadugede. Kecerdasan dan prestasinya bahkan membawanya menerima undangan seleksi PMDK dari Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk program studi Seni Rupa pada tahun 2006 melalui jalur Beasiswa Santri Berprestasi.

Namun, jalan hidup membawanya pada pilihan berbeda. Dengan restu orang tua yang menginginkan pendidikan tinggi di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, Agus justru kemudian memilih jalur sastra. Kecintaannya pada sastra mengantarkannya ke jenjang magister pada tahun 2012, diterima di Program Magister Ilmu Susastra, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

Kiprah organisasinya tak kalah mentereng. Agus Mulyono dikenal luas sebagai aktivis muda dengan latar belakang kuat di dunia pergerakan mahasiswa. Ia adalah mantan Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) periode 2017–2021. Di bawah kepemimpinannya, PMII dikenal visioner, mengakar pada nilai-nilai keislaman progresif, dan berpihak pada kaum muda. Rekam jejaknya sebagai aktivis pesantren yang menembus pusat-pusat pengambilan kebijakan menjadikannya sosok yang diperhitungkan dalam peta politik generasi muda Indonesia.

Di PSI, Agus Mulyono saat ini menjabat sebagai juru bicara partai dan kerap tampil mewakili sikap politik partai dalam berbagai isu nasional. Gaya komunikasinya yang lugas dan kritis menjadikan Agus sebagai figur yang disegani, baik di internal partai maupun di ruang publik. Ia juga dikenal sebagai pendiri organisasi “Kawan Gibran”, yang semakin mengukuhkan posisinya dalam narasi politik yang dekat dengan lingkaran kekuasaan.

Strategi “Jagoan Datang Belakangan”: Mengapa Mendaftar di Hari Terakhir?

Salah satu aspek yang paling menarik dari pencalonan Agus Mulyono Herlambang adalah keputusannya untuk mendaftarkan diri di hari terakhir batas pendaftaran, yaitu Senin, 23 Juni 2025. Langkah ini bukan tanpa alasan, melainkan sebuah strategi yang ia sebut sebagai “jagoan datang belakangan”.

Dalam pernyataannya di Basecamp DPP PSI, Jakarta Pusat, Agus berkelakar bahwa kedatangannya di penghujung waktu adalah untuk menegaskan dirinya sebagai “pemeran utama” dalam pemilihan raya PSI. Ia membandingkan dirinya dengan Shah Rukh Khan dalam film India, sementara kandidat yang mendaftar lebih awal ia sebut sebagai “pemeran figuran”.

“Terus terang mengapa saya pilih daftar di hari terakhir karena biasanya jagoan datang belakangan. Kalau film India, Shah Rukh Khan baru datang. Yang kemarin daftar itu pemeran figuran lah. Pemeran utamanya hadir, membawa spirit bertarung. Teman saya jadi saksi hidupnya bahwa saya pantang kalah dan pantang mundur, mengalahkan siapapun,” kata Agus.

Lebih dari sekadar klaim dramatis, ada alasan politis yang lebih dalam di balik strategi ini. Agus mengungkapkan bahwa ia sengaja menunggu dan memastikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mendaftarkan diri sebagai calon ketua umum PSI. Sebagai seorang santri, Agus menganggap Jokowi sebagai guru dan kiai-nya.

“Karena background saya santri, saya menganggap Pak Jokowi adalah guru saya, kiai saya, yang kalau kemudian beliau mendaftar, saya sebagai santri, kualat kalau saya mendaftarkan diri menjadi, melawan guru,” jelas Agus.

Namun, ia menegaskan bahwa berkontestasi atau berkompetisi dengan “anak kiai” (merujuk pada Kaesang Pangarep, putra Presiden Jokowi) adalah hal yang biasa dan lumrah dalam ranah politik. Ini menunjukkan perhitungan politik yang matang, di mana ia menunjukkan rasa hormat kepada figur yang lebih tua dan berkuasa, namun siap bertarung dengan generasi penerus.

Agus juga menekankan bahwa pencalonannya bukan didasari oleh dorongan pribadi atau ambisi semata, melainkan amanah dan mandat dari kader-kader PSI di daerah. Ia mengklaim mendapatkan dukungan signifikan dari 6 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) dan 24 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PSI di seluruh Indonesia.

“Jadi saya datang sebagai pemeran utamanya, untuk memastikan dan ingin dalam upaya perjuangan ini, terus terang saya tidak punya dorongan pribadi untuk menjadi ketua umum. Tetapi DPW-DPW, DPD-DPD yang memberikan amanah dan mandat kepada saya, itu yang harus saya tuntaskan. Karena ini bukan keinginan pribadi, ini adalah dorongan dari kader-kader PSI. Mungkin tidak semuanya, tetapi saya yakin lebih dari separuh kader-kader PSI menginginkan saya menjadi ketua umum,” pungkasnya.

Pernyataan ini mengindikasikan bahwa Agus membawa gelombang dukungan akar rumput, yang bisa menjadi modal kuat dalam Pemilu Raya yang mengusung konsep ‘satu anggota satu suara’.

Kontestasi Panas: Daftar Calon Ketua Umum PSI

Dengan masuknya Agus Mulyono Herlambang, perebutan kursi Ketua Umum PSI semakin memanas. Ia akan berhadapan dengan dua nama besar lainnya yang telah mendaftar sebelumnya:

  1. Kaesang Pangarep: Putra bungsu Presiden Joko Widodo ini adalah Ketua Umum PSI petahana yang kembali mencalonkan diri. Kaesang telah mendaftar pada hari Sabtu, 21 Juni 2025, dan mendapatkan dukungan substansial dari 10 DPW dan 75 DPD PSI. Ia juga telah mengambil cuti dari jabatannya sebagai Ketua Umum untuk menjaga netralitas proses pemilihan, dengan Wakil Ketua Umum PSI, Andy Budiman, ditunjuk sebagai Plt. Ketum.
  2. Ronald Aristone Sinaga (Bro Ron): Dikenal sebagai tokoh publik dan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PSI Jawa Barat, Ronald A. Sinaga juga telah mendaftarkan diri sebagai calon ketua umum. Ia dikabarkan mendapatkan dukungan dari 6 DPW dan 35 DPD PSI. Kehadiran Bro Ron menambah variasi kandidat dengan latar belakang yang berbeda, dari konten kreator hingga politisi berpengalaman di tingkat daerah.

Pemilihan ketua umum PSI ini akan bermuara pada Kongres partai yang direncanakan dihelat di Solo, Jawa Tengah, pada 19-20 Juli 2025. Proses ini mengusung konsep ‘satu anggota satu suara’, yang diharapkan memberikan legitimasi kuat bagi ketua umum terpilih dan mencerminkan aspirasi seluruh kader.

Mengurai Dinamika Internal PSI: Antara Gimik dan Realitas Politik

Kontestasi Pemilu Raya PSI ini tak luput dari berbagai spekulasi dan analisis, termasuk tudingan bahwa proses ini hanyalah sebuah “gimik politik”. Mantan kader PSI, Guntur Romli, secara terang-terangan menuding bahwa pemilihan ini sudah diatur dan Ketua Umum sudah dipastikan adalah Kaesang Pangarep. Ia bahkan menyebut isu pendaftaran Presiden Jokowi sebagai ketua umum PSI sebelumnya hanya bertujuan untuk mendongkrak popularitas partai.

Namun, di sisi lain, pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, memiliki pandangan berbeda. Ia menilai bahwa isu Jokowi akan maju sebagai ketua umum PSI adalah cara untuk mengukur dukungan kader terhadap dirinya. Jamiluddin juga berpendapat bahwa sejak awal, Presiden Jokowi memang menginginkan Kaesang untuk terus berkarier di politik dan memiliki jabatan publik, sebagaimana kakak dan iparnya, Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution.

Bagi Kaesang sendiri, tantangan ke depan tidaklah mudah. Jamiluddin Ritonga memprediksi bahwa Kaesang akan menghadapi kesulitan dalam mendongkrak suara PSI pada Pemilu 2029, terutama karena reputasinya yang lekat dengan isu “dinasti politik”. Untuk mengatasi hal ini, penting bagi Kaesang untuk:

  • Mengubah citranya menjadi pemimpin yang independen.
  • Membuktikan kapasitas kepemimpinannya secara nyata.

Selain itu, PSI secara keseluruhan juga perlu menawarkan calon legislatif yang benar-benar memenuhi ekspektasi dan kebutuhan masyarakat agar dapat menarik lebih banyak dukungan dan mencapai target lolos ke Senayan pada Pemilu 2029.

Di sinilah peran Agus Mulyono Herlambang menjadi relevan. Dengan latar belakang aktivis dan klaim dukungan dari kader akar rumput, ia menawarkan narasi alternatif yang bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi PSI. Agus sendiri bertekad untuk membawa PSI masuk dalam parlemen nasional (Senayan) pada tahun 2029 jika terpilih menjadi ketua umum. Ia juga berkomitmen untuk mengajak para kader PMII, yang memiliki basis massa dan pengalaman pergerakan yang kuat, untuk bergabung dan memperkuat PSI.

Kesimpulan

Pendaftaran eks Ketum PMII Agus Mulyono Herlambang daftar caketum PSI siap bertarung telah menciptakan gelombang baru dalam dinamika Pemilu Raya Partai Solidaritas Indonesia. Dengan strategi “jagoan datang belakangan” dan klaim dukungan signifikan dari DPW serta DPD, Agus Mulyono Herlambang bukan sekadar pelengkap, melainkan penantang serius bagi Kaesang Pangarep dan Ronald A. Sinaga.

Kontestasi ini lebih dari sekadar perebutan jabatan; ini adalah pertarungan narasi, visi, dan legitimasi. PSI, dengan ambisi besar untuk lolos ke Senayan pada 2029, membutuhkan pemimpin yang tidak hanya populer tetapi juga mampu menggalang kekuatan internal dan eksternal. Perjalanan Agus Mulyono, dari santri hingga aktivis yang menembus pusat kekuasaan, menawarkan perspektif unik dalam kepemimpinan politik anak muda.

Kita akan melihat bagaimana “jagoan” yang datang belakangan ini akan memengaruhi hasil Kongres PSI di Solo pada Juli mendatang. Apakah strategi ini akan membuahkan kemenangan, ataukah dinamika internal partai akan membawa kejutan lain? Yang jelas, Pemilu Raya PSI kali ini menjanjikan tontonan politik yang menarik dan penuh intrik. Mari kita pantau bersama perkembangan selanjutnya dari arena politik Tanah Air ini.