Yogyakarta, zekriansyah.com – Isu mengenai Lelaki Seks Lelaki (LSL) seringkali menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Namun, tahukah Anda apa saja faktor-faktor di balik perubahan orientasi seksual ini? Memahami penyebabnya bukan hanya penting untuk menambah wawasan, tetapi juga sebagai langkah awal untuk pencegahan dan dukungan yang tepat, terutama bagi generasi muda. Artikel ini akan mengupas tuntas berbagai faktor yang disebut-sebut memengaruhi seorang pria menjadi LSL, berdasarkan temuan dari Dinas Kesehatan dan berbagai pihak terkait.
Ilustrasi: Jejak digital dan interaksi sosial membentuk identitas pria dalam spektrum ketertarikan.
Faktor-faktor Utama yang Memengaruhi Pria Menjadi LSL
Menurut Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Medan, ada beberapa faktor yang turut memengaruhi seorang pria untuk menjadi Lelaki Seks Lelaki (LSL). Faktor-faktor ini bersifat kompleks dan bisa saling berkaitan.
Berikut adalah beberapa di antaranya:
-
Media Sosial
Dunia maya, terutama media sosial, disebut menjadi salah satu gerbang utama. Kemudahan akses informasi dan konten tanpa filter bisa membuka pandangan baru yang sebelumnya tidak dikenal, termasuk mengenai isu orientasi seksual. Konten yang tidak sesuai atau paparan berlebihan dapat memengaruhi persepsi dan identitas diri seseorang, terutama di usia muda yang masih mencari jati diri. -
Pergaulan Bebas
Lingkungan pergaulan juga punya peran besar. Berinteraksi dengan kelompok yang memiliki orientasi atau perilaku menyimpang bisa memicu seseorang untuk ikut mencoba atau terpengaruh, apalagi jika tidak ada pondasi diri yang kuat. Politisi Partai Golkar dan Anggota Komisi A DPRD Sumatera Utara, Irham Buana Nasution, juga menyoroti “salah pergaulan” sebagai salah satu pemicu. -
Trauma Masa Kecil
Faktor psikologis, khususnya trauma masa kecil, juga menjadi sorotan. Pengalaman pahit atau kejadian tidak menyenangkan di masa lalu bisa meninggalkan luka yang mendalam. Trauma ini dapat memengaruhi perkembangan psikologis dan orientasi seksual seseorang di kemudian hari, sebagai bentuk mekanisme pertahanan diri atau pencarian kenyamanan. -
Kurangnya Figur Ayah
Ini adalah temuan yang cukup mengejutkan sekaligus krusial. Sebuah riset kolaborasi Dinas Kesehatan dan Badan Riset dan Inovasi Daerah Kota Medan tahun 2024 menunjukkan bahwa kurangnya sosok ayah dalam kehidupan anak menjadi pemicu kuat.“75 persen anak Indonesia kekurangan figur ayah berdasarkan penelitian. Sosok ayah justru bukan pendamping emosional anak, figur ayah hanya menjadi pencari nafkah,” ujar Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Medan, dr Pocut Fatimah Fitri.
Hal ini menunjukkan bahwa peran ayah bukan hanya sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai pendamping emosional yang vital bagi tumbuh kembang anak. Kehadiran figur ayah yang kuat dan positif penting untuk pembentukan identitas dan kestabilan emosi anak.
Peran Penting Keluarga dan Komunitas dalam Pencegahan
Menyikapi fenomena ini, Dinas Kesehatan Kota Medan menekankan pentingnya edukasi sejak usia muda. Namun, upaya ini tidak bisa dilakukan sendiri. Dibutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak untuk penanggulangan yang komprehensif, mulai dari:
- Orang Tua: Memberikan kasih sayang dan pendampingan emosional yang cukup, terutama figur ayah.
- Sekolah: Mengedukasi pelajar tentang orientasi seksual dan kesehatan reproduksi secara bijak.
- Dinas Pendidikan, DP3APM (Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana): Membuat program dan kebijakan yang mendukung edukasi dan pencegahan.
- Media: Menyajikan informasi yang bertanggung jawab dan tidak menormalisasi perilaku menyimpang.
- Tokoh Agama dan Masyarakat: Memberikan bimbingan moral dan spiritual serta menggerakkan komunitas untuk peduli.
“Kami memberikan edukasi di sejumlah sekolah, memang belum bisa menjangkau semuanya. tapi, perubahan orientasi seksual di usia dini juga tanggung jawab bersama,” tambah dr. Pocut.
Anggota DPRD Sumatera Utara, Irham Buana Nasution, juga mengecam keras perilaku menyimpang ini dan mendesak Pemerintah Provinsi Sumut melalui Dinas Sosial untuk melakukan pendekatan psikologi dan sosialisasi. Menurutnya, hal ini penting untuk mencegah masalah ini menjadi ‘warisan buruk’ bagi generasi mendatang.
Saat ini, layanan konseling untuk masalah kebingungan identitas seksual masih terbatas, yakni baru tersedia di Poli HIV. Ini menjadi tantangan tersendiri untuk menjangkau seluruh remaja dan dewasa muda yang membutuhkan dukungan dan bimbingan yang tepat.
Kesimpulan
Fenomena pria menjadi Lelaki Seks Lelaki (LSL) bukanlah hal yang sederhana, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor kompleks, mulai dari lingkungan digital, pergaulan, trauma masa lalu, hingga kurangnya peran figur ayah. Memahami faktor-faktor ini adalah kunci untuk memberikan edukasi yang tepat dan dukungan yang komprehensif.
Peran aktif dari keluarga, sekolah, pemerintah, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan mendukung tumbuh kembang orientasi seksual yang positif pada generasi muda. Mari bersama-sama mencegah dan memberikan pendampingan yang bijaksana demi masa depan yang lebih baik bagi anak-anak kita.