Yogyakarta, zekriansyah.com – Baru-baru ini, Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) mengumumkan sebuah keputusan penting: tanggal 17 Oktober akan diperingati sebagai Hari Kebudayaan Nasional. Pengumuman ini tentu saja memancing rasa penasaran publik. Mengapa tanggal tersebut yang dipilih? Menteri Kebudayaan Fadli Zon akhirnya buka suara, menjelaskan dasar-dasar penetapan yang ternyata punya akar sejarah yang sangat dalam. Artikel ini akan mengupas tuntas alasan di balik pilihan tanggal 17 Oktober, tujuan mulia di baliknya, hingga menjawab berbagai spekulasi yang sempat muncul. Mari kita selami bersama agar kita semua memahami betapa pentingnya hari ini bagi identitas bangsa kita!
Fadli Zon memaparkan alasan kuat penetapan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional, merujuk pada penandatanganan peraturan pemerintah tahun 1951 yang menetapkan lambang Garuda Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Mengapa 17 Oktober? Jejak Sejarah yang Mendalam
Pemilihan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional bukanlah tanpa alasan. Menurut Fadli Zon, tanggal ini dipilih berdasarkan pertimbangan kebangsaan yang sangat mendalam. Kuncinya terletak pada sebuah dokumen bersejarah: Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 1951.
Peraturan Pemerintah ini ditandatangani oleh proklamator kita, Presiden Sukarno (Bung Karno), bersama dengan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo pada tanggal yang sama, yaitu 17 Oktober 1951. Tahukah Anda apa isi PP tersebut? Dokumen ini secara resmi menetapkan Lambang Negara Indonesia, yaitu Garuda Pancasila, lengkap dengan semboyan legendarisnya, “Bhinneka Tunggal Ika”, sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa.
“Bhinneka Tunggal Ika bukan sekadar semboyan, tetapi filosofi hidup bangsa Indonesia yang mencerminkan kekayaan budaya, toleransi, dan persatuan dalam keberagaman,” jelas Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
Beliau juga menambahkan bahwa PP No. 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara ini merupakan tonggak sejarah penting dalam perjalanan identitas negara kita.
Bhinneka Tunggal Ika: Lebih dari Sekadar Semboyan
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika memiliki makna yang sangat kuat: “berbeda-beda tetapi tetap satu jua”. Frasa ini diambil dari Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular, yang berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrowa”. Filosofi ini menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang kaya akan beragam etnis, suku, bahasa, dan agama.
Semangat persatuan dalam keberagaman ini telah mengalir dalam sejarah bangsa, jauh sebelum Indonesia merdeka. Kita bisa melihatnya sejak Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, hingga sidang BPUPKI/PPKI 1945. Budaya, dalam konteks ini, menjadi perekat yang menyatukan perbedaan dan menjadi fondasi kerukunan.
Tiga Pilar Tujuan Penetapan Hari Kebudayaan Nasional
Penetapan Hari Kebudayaan Nasional pada 17 Oktober ini, menurut Fadli Zon, memiliki tiga tujuan utama yang strategis untuk masa depan Indonesia. Tujuan ini dirancang untuk memperkuat posisi kebudayaan dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Berikut adalah tiga tujuan utama tersebut:
- Penguatan Identitas Nasional: Penetapan hari ini diharapkan menjadi pengingat bagi seluruh rakyat Indonesia akan pentingnya menjaga identitas kebangsaan yang dilambangkan oleh Garuda Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Ini adalah momen refleksi untuk memahami makna mendalam dari simbol negara kita.
- Pelestarian Kebudayaan: HKN menjadi momentum vital untuk mendorong upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan kebudayaan sebagai pondasi pembangunan nasional yang berkelanjutan. Kebudayaan bukan hanya warisan masa lalu, melainkan aset penting untuk masa depan.
- Pendidikan dan Kebanggaan Budaya: Tujuannya adalah mendorong generasi muda untuk memahami akar budaya Indonesia. Dengan demikian, mereka bisa menjadikan kebudayaan sebagai bekal dalam menghadapi berbagai tantangan global di era modern ini.
“17 Oktober adalah momen penting dalam perjalanan identitas negara kita. Ini bukan hanya tentang sejarah, tetapi juga tentang masa depan kebudayaan Indonesia yang harus dirawat oleh seluruh anak bangsa,” tegas Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
Dari Yogyakarta, Sebuah Usulan Bernilai Budaya Tinggi
Mungkin banyak yang bertanya-tanya, dari mana ide penetapan Hari Kebudayaan Nasional ini berasal? Fadli Zon menjelaskan bahwa usulan ini awalnya datang dari kalangan seniman dan budayawan Yogyakarta. Mereka adalah para maestro tradisi dan kontemporer yang memiliki kepedulian tinggi terhadap kebudayaan bangsa.
Para seniman dan budayawan ini melakukan kajian mendalam sejak Januari 2025. Setelah beberapa kali diskusi intensif, usulan tersebut akhirnya disampaikan kepada Kementerian Kebudayaan. Salah satu pengusul dari Tim Garuda Sembilan Yogyakarta, Nano Asmorodono, bahkan menegaskan bahwa timnya hanya berfokus pada nilai historis dan budaya, terlepas dari isu-isu politik.
Meredam Spekulasi: Bukan Hanya Soal Tanggal Lahir
Penetapan tanggal 17 Oktober sempat memicu berbagai spekulasi di tengah masyarakat, terutama karena tanggal tersebut bertepatan dengan Hari Lahir Presiden Prabowo Subianto. Menanggapi hal ini, Fadli Zon dan beberapa politisi lainnya telah memberikan klarifikasi.
Menurut Fadli Zon, pemilihan tanggal ini murni didasarkan pada pertimbangan historis dan kebangsaan yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu penetapan PP No. 66 Tahun 1951 oleh Bung Karno. Politisi PDIP, Said Abdullah dan Aria Bima, juga turut mengapresiasi penetapan HKN ini dan meminta publik untuk tidak mengaitkannya secara tendensius dengan hari lahir Presiden. Mereka menyebutnya sebagai sebuah kebetulan saja.
Meskipun ada beberapa pihak yang mengkritik dan menilai tidak ada urgensi khusus, seperti seniman Butet Kartaredjasa, Kementerian Kebudayaan tetap berpegang pada dasar historis yang kuat sebagai pijakan utama penetapan ini.
Menjaga Warisan, Membangun Masa Depan
Hari Kebudayaan Nasional pada 17 Oktober memang tidak akan menjadi hari libur nasional. Namun, ini adalah pengingat penting bagi kita semua untuk terus menjaga dan merayakan kekayaan budaya Indonesia. Keputusan ini merupakan langkah strategis pemerintah untuk memperkuat kesadaran kolektif akan pentingnya pelestarian, perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan kebudayaan dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Mari kita bersama-sama memaknai Hari Kebudayaan Nasional ini sebagai bagian dari upaya kolektif kita membangun Indonesia yang beradab dan berbudaya, menjadikan Bhinneka Tunggal Ika sebagai filosofi hidup yang terus menyatukan kita dalam keberagaman. Kebudayaan adalah fondasi, pilar, dan identitas bangsa yang harus terus dirawat oleh setiap generasi.