Eks Sekretaris MA Nurhadi Ditangkap Lagi KPK Usai Bebas Bersyarat, Tersangka TPPU

Dipublikasikan 2 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Baru saja menghirup udara bebas bersyarat, mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi kembali harus berhadapan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penangkapan kedua ini mengejutkan publik, terutama karena ia baru saja dinyatakan bebas dari Lapas Sukamiskin. Nurhadi kini ditahan lagi sebagai tersangka dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait kasus di lingkungan MA.

Eks Sekretaris MA Nurhadi Ditangkap Lagi KPK Usai Bebas Bersyarat, Tersangka TPPU

Ilustrasi: Kembalinya Nurhadi ke pusaran kasus korupsi MA pasca bebas bersyarat, kembali menghadirkan sorotan tajam pada isu TPPU yang menjeratnya.

Artikel ini akan mengulas tuntas perjalanan kasus Nurhadi, mulai dari kasus suap sebelumnya hingga penangkapan terbarunya, agar Anda memahami lebih jelas duduk perkaranya.

Baru Bebas Bersyarat, Langsung Ditangkap Lagi KPK

Nurhadi Abdurrachman, mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), kembali ditangkap dan ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Minggu dini hari, 29 Juni 2025. Penangkapan ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, tepat saat Nurhadi seharusnya menghirup udara bebas setelah mendapatkan pembebasan bersyarat.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan penangkapan dan penahanan kembali Nurhadi ini.

“Benar, KPK melakukan penangkapan dan kemudian dilakukan penahanan kepada saudara NHD (Nurhadi) di Lapas Sukamiskin,” kata Budi pada Senin (30/6/2025).

Menurut Budi, penangkapan dan penahanan ini berkaitan dengan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Mahkamah Agung. Kondisi Nurhadi saat ini dilaporkan dalam keadaan sehat, dan ia kembali menempati sel lamanya di Lapas Sukamiskin.

Jejak Kasus Nurhadi: Suap dan Gratifikasi Puluhan Miliar Rupiah

Sebelumnya, Nurhadi telah divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 10 Maret 2021. Vonis ini terkait kasus suap dan gratifikasi pengurusan perkara di MA yang menjeratnya bersama menantunya, Rezky Herbiyono.

Dalam putusan tersebut, Nurhadi terbukti menerima uang dengan rincian sebagai berikut:

  • Suap: Rp 35.726.955.000 dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT), Hiendra Soenjoto. Uang ini diberikan untuk pengurusan sejumlah perkara di MA pada rentang waktu 2015-2016.
  • Gratifikasi: Rp 13.787.000.000 dari berbagai pihak, termasuk Handoko Sutjitro, Renny Susetyo Wardani, Donny Gunawan, dan Riadi Waluyo. Gratifikasi ini terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Surabaya dan Pengadilan Negeri Denpasar.

Jika ditotal, Nurhadi terbukti menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 49.513.955.000. Jumlah ini lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta Nurhadi divonis 12 tahun penjara dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 83 miliar. Namun, majelis hakim tidak mengabulkan tuntutan pembayaran uang pengganti tersebut.

KPK kemudian mengeksekusi Nurhadi ke Lapas Sukamiskin pada 7 Januari 2022 untuk menjalani hukuman pidananya.

Mengapa KPK Kembali Menahan Nurhadi?

Penahanan kembali Nurhadi oleh KPK kali ini adalah pengembangan dari kasus suap dan gratifikasi yang telah menjeratnya. KPK menduga ada aliran dana hasil korupsi yang diterima Nurhadi yang kemudian disamarkan melalui berbagai modus pencucian uang atau diubah wujudnya menjadi aset bernilai ekonomis.

“Penangkapan dan penahanan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang di lingkungan MA,” jelas Juru Bicara KPK Budi Prasetyo.

Penyidik KPK menilai penahanan ini merupakan “kebutuhan penyidikan” untuk memperlancar proses pengusutan dugaan TPPU tersebut. KPK sendiri telah memeriksa beberapa saksi terkait kasus TPPU ini, salah satunya yang sempat menyita perhatian publik adalah Dito Mahendra.

Dengan status barunya sebagai tersangka TPPU, Nurhadi dipastikan harus kembali mendekam di Lapas Sukamiskin untuk menjalani proses hukum lanjutan.


Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak berhenti di vonis penjara. KPK terus berkomitmen untuk menelusuri aliran dana hasil kejahatan hingga ke akar-akarnya, termasuk dugaan pencucian uang yang melibatkan aset-aset. Ini menunjukkan keseriusan dalam menjaga integritas lembaga peradilan dan memastikan setiap rupiah hasil korupsi dapat dipertanggungjawabkan.