Yogyakarta, zekriansyah.com – Kabar mengejutkan datang dari dunia hukum Indonesia. Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, kembali ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, Nurhadi baru saja atau akan menghirup udara bebas setelah menjalani hukuman penjara dalam kasus suap dan gratifikasi.
Ilustrasi: Nurhadi kembali berhadapan dengan hukum setelah penangkapan oleh KPK, memperpanjang kisahnya dalam kasus dugaan pencucian uang.
Penangkapan kembali ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan: Ada apa sebenarnya? Mengapa Nurhadi kembali diciduk KPK? Artikel ini akan menjelaskan secara gamblang duduk perkaranya agar Anda, para pembaca, bisa memahami kasus ini dengan lebih jelas dan tidak salah informasi.
Kronologi Penangkapan Kembali Nurhadi
Nurhadi, yang sebelumnya berstatus terpidana kasus suap dan gratifikasi, diketahui telah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung. Namun, kebebasannya tak berlangsung lama. Pada Minggu dini hari, 29 Juni 2025, tim KPK bergerak cepat dan kembali menangkapnya.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi penangkapan ini pada Senin, 30 Juni 2025.
“Benar, KPK melakukan penangkapan dan kemudian dilakukan penahanan kepada saudara NHD di Lapas Sukamiskin,” kata Budi Prasetyo di gedung KPK.
Setelah ditangkap, Nurhadi langsung ditahan kembali di Lapas Sukamiskin, tempat ia sebelumnya menjalani masa hukuman.
Mengapa Nurhadi Ditangkap Lagi? Dugaan Pencucian Uang
Penangkapan kembali Nurhadi ini bukan tanpa alasan. KPK menjelaskan bahwa penahanan kali ini terkait dengan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atau money laundering di lingkungan Mahkamah Agung.
“Penangkapan dan penahanan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang di lingkungan MA,” jelas Budi.
Ini berarti, kasus TPPU yang menjerat Nurhadi adalah babak baru atau pengembangan dari kasus korupsi sebelumnya. KPK menduga bahwa uang hasil korupsi yang diterima Nurhadi telah disamarkan atau diubah wujudnya menjadi aset-aset bernilai ekonomis, seperti properti atau kegiatan bisnis. Misalnya, salah satu dugaan KPK adalah adanya penggunaan uang hasil korupsi untuk pembukaan lahan sawit.
Dalam pengembangan kasus TPPU ini, KPK juga telah memeriksa beberapa saksi, termasuk nama-nama yang sempat menjadi sorotan publik seperti Dito Mahendra dan bahkan disebut-sebut penyanyi Windy Yunita atau Windy Idol.
Perjalanan Kasus Nurhadi: Suap dan Gratifikasi Sebelumnya
Sebelum terjerat kasus TPPU, Nurhadi sudah pernah divonis bersalah dalam kasus suap dan gratifikasi terkait pengaturan sejumlah perkara di lingkungan peradilan. Mari kita ingat kembali kasus sebelumnya:
- Vonis: Nurhadi divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 atau 6 bulan kurungan.
- Suap: Ia terbukti menerima suap sebesar Rp 35,726 miliar (beberapa sumber menyebut Rp 45,726 miliar) dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto. Suap ini berkaitan dengan pengurusan dua perkara Hiendra.
- Gratifikasi: Selain suap, Nurhadi juga terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 13,787 miliar (beberapa sumber menyebut Rp 37,287 miliar) dari berbagai pihak yang berperkara di tingkat peradilan.
- Total: Jika ditotal, uang suap dan gratifikasi yang diterimanya mencapai sekitar Rp 49 miliar.
- Keterlibatan Menantu: Kasus ini juga melibatkan menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono, yang juga divonis serupa.
- Uang Pengganti: KPK sempat menuntut Nurhadi untuk membayar uang pengganti sekitar Rp 83 miliar, namun Mahkamah Agung menolak kasasi KPK terkait tuntutan uang pengganti ini pada 24 Desember 2021.
Nurhadi sendiri sempat menjadi buronan KPK selama berbulan-bulan sebelum akhirnya ditangkap pada 1 Juni 2020. Ia kemudian dieksekusi ke Lapas Sukamiskin untuk menjalani masa hukumannya.
Langkah KPK Selanjutnya dalam Kasus TPPU
Penangkapan kembali Nurhadi ini menunjukkan bahwa KPK serius dalam menindaklanjuti dugaan pencucian uang yang melibatkan mantan pejabat tinggi di lingkungan peradilan ini. Meskipun kuasa hukum Nurhadi, Maqdir Ismail, sempat menganggap penangkapan ini “berlebihan”, KPK menegaskan bahwa tindakan ini adalah bagian dari kepentingan penyidikan kasus TPPU yang masih berjalan.
KPK akan terus mendalami bagaimana uang hasil korupsi tersebut dicuci atau disamarkan, serta siapa saja pihak yang mungkin terlibat dalam upaya pencucian uang ini.
Ringkasan Kasus Nurhadi:
Kasus | Status | Vonis (Kasus Suap/Gratifikasi) | Jumlah Suap | Jumlah Gratifikasi |
---|---|---|---|---|
Suap & Gratifikasi | Sudah divonis | 6 tahun penjara, denda Rp 500 juta | Rp 35,726 M | Rp 13,787 M |
Pencucian Uang (TPPU) | Tersangka, ditahan kembali | Belum ada vonis | Sedang didalami | Sedang didalami |
Kesimpulan
Penangkapan kembali mantan Sekretaris MA Nurhadi oleh KPK, tak lama setelah ia menyelesaikan masa hukumannya, menjadi pengingat penting bahwa proses hukum terhadap tindak pidana korupsi terus berjalan, terutama dalam kasus pencucian uang. Ini menunjukkan komitmen KPK untuk membongkar tuntas akar kejahatan korupsi hingga ke aset-aset hasil kejahatan yang disembunyikan. Mari kita terus ikuti perkembangan kasus ini dan berharap keadilan dapat ditegakkan sepenuhnya.