Efek Putusan MK: Masa Jabatan Anggota DPRD Bisa Diperpanjang?

Dipublikasikan 27 Juni 2025 oleh admin
Sosial Politik

Halo pembaca setia! Baru-baru ini, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan penting yang bikin banyak orang bertanya-tanya, terutama soal masa depan pemilihan umum kita. Putusan ini mengatur ulang jadwal pemilu nasional dan daerah, yang dampaknya bisa bikin masa jabatan anggota DPRD di seluruh Indonesia berpotensi diperpanjang. Wah, kenapa begitu ya? Mari kita bedah bersama agar Anda tidak ketinggalan informasi penting ini dan memahami apa artinya bagi sistem demokrasi kita.

Efek Putusan MK: Masa Jabatan Anggota DPRD Bisa Diperpanjang?

Apa Itu Putusan MK yang Baru?

Pada tanggal 26 Juni 2025, MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024. Intinya, MK memutuskan untuk memisahkan pelaksanaan pemilu di tingkat nasional dan daerah, mulai Pemilu 2029 nanti.

Sebelumnya, kita mengenal “Pemilu 5 Kotak” di mana kita memilih Presiden, anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota secara serentak. Sedangkan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) untuk Gubernur, Bupati, dan Wali Kota digelar di waktu terpisah.

Nah, dengan putusan MK ini, sistemnya akan berubah seperti ini:

  • Pemilu Nasional: Akan tetap serentak untuk memilih Presiden/Wakil Presiden, anggota DPR RI, dan anggota DPD RI.
  • Pemilu Daerah: Akan digabung dan serentak untuk memilih anggota DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota.

MK mengusulkan ada jeda waktu antara Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah. Pemilu Daerah ini bisa dilaksanakan paling cepat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan setelah pelantikan Presiden/Wakil Presiden dan anggota DPR/DPD hasil Pemilu Nasional.

Untuk memudahkan, coba lihat perbandingannya dalam tabel berikut:

Aspek Pemilu Sistem Pemilu Sebelum Putusan MK (hingga 2024) Sistem Pemilu Setelah Putusan MK (mulai 2029)
Tingkat Nasional Presiden/Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, DPRD Kab/Kota (serentak) Presiden/Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI (serentak)
Tingkat Daerah Pilkada (Gubernur, Bupati, Walikota) terpisah DPRD Provinsi, DPRD Kab/Kota, Gubernur, Bupati, Walikota (serentak)
Jeda Waktu Tidak ada jeda antar Pemilu serentak dan Pilkada Pemilu Daerah digelar 2-2,5 tahun setelah pelantikan hasil Pemilu Nasional

Kenapa Masa Jabatan Anggota DPRD Berpotensi Diperpanjang?

Ini dia poin yang paling banyak jadi sorotan. Jika Pemilu Nasional digelar pada 2029, dan Pemilu Daerah baru bisa dilaksanakan pada 2031 (mengikuti jeda waktu 2 tahun), maka akan ada kekosongan jabatan anggota DPRD.

Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menjelaskan alasannya:

“Jeda waktu 2029-2031 untuk DPRD provinsi, kabupaten/kota, termasuk untuk jabatan gubernur, bupati, wali kota, itu kan harus ada norma transisi. Kalau bagi penjabat gubernur, bupati, wali kota, kita bisa tunjuk penjabat seperti yang kemarin, tetapi untuk anggota DPRD satu-satunya cara adalah dengan cara kita memperpanjang masa jabatan,”

Artinya, tidak seperti kepala daerah yang bisa ditunjuk Penjabat (Pj) sementara saat masa jabatannya berakhir dan belum ada pengganti terpilih, anggota DPRD tidak punya mekanisme Pj. Oleh karena itu, perpanjangan masa jabatan menjadi opsi yang paling realistis untuk menghindari kekosongan wakil rakyat di daerah.

Alasan MK Memisahkan Pemilu Nasional dan Daerah

Lantas, apa pertimbangan MK mengeluarkan putusan penting ini? MK melihat ada beberapa masalah dari sistem pemilu serentak sebelumnya, antara lain:

  • Isu Daerah “Tenggelam”: Saat Pemilu Nasional dan Daerah digabung, perhatian partai politik, kandidat, dan pemilih cenderung lebih fokus pada isu-isu nasional dan pemilihan presiden. Akibatnya, masalah pembangunan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota jadi kurang mendapat sorotan.
  • Memperkuat Partai Politik: MK menilai Pemilu “lima kotak” melemahkan pelembagaan partai politik. Partai kesulitan melakukan rekrutmen dan kaderisasi calon legislatif di semua tingkatan secara bersamaan. Dengan pemisahan ini, diharapkan partai punya waktu dan energi lebih untuk menyiapkan kadernya.
  • Mempermudah Pemilih: Memilih lima jenis wakil rakyat sekaligus dalam satu waktu dinilai cukup rumit bagi sebagian pemilih awam. Pemisahan diharapkan membuat proses pemilihan lebih sederhana dan mudah dipahami.
  • Meningkatkan Kualitas Pemilu: Dengan fokus yang lebih terpecah, diharapkan kualitas kampanye, debat, dan pemilihan itu sendiri bisa lebih baik karena isu-isu yang dibahas menjadi lebih spesifik dan mendalam.

Bagaimana DPR Menyikapi Putusan Ini?

Komisi II DPR RI menyatakan menghormati putusan MK ini. Ketua Komisi II, Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan bahwa putusan ini akan menjadi rujukan penting dalam menyusun revisi Undang-Undang Pemilu di masa mendatang.

Namun, ada juga pandangan lain. Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar, Ahmad Irawan, menilai putusan MK ini terlalu jauh memasuki ranah kewenangan legislatif. Ia berpendapat bahwa perlu kajian lebih lanjut untuk menentukan tindak lanjut yang tepat, apakah cukup dengan revisi UU Pemilu dan Pilkada, atau bahkan perlu amandemen UUD 1945.

“Secara highlight saya baca putusan tersebut, MK jauh memasuki ranah legislatif. Sehingga masih perlu kami pelajari apakah tindak lanjut dari putusan MK tersebut cukup dengan dilakukan revisi undang-undang atau lebih jauh dari itu harus dilaksanakan amandemen terhadap UUD 1945,” ujar Irawan.

DPR juga menyadari perlunya “norma transisi” atau aturan peralihan untuk mengisi jeda waktu antara berakhirnya masa jabatan DPRD 2024-2029 dan dimulainya Pemilu Daerah yang baru.

Kesimpulan

Putusan Mahkamah Konstitusi terkait pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah adalah langkah besar yang akan mengubah lanskap politik dan demokrasi kita mulai tahun 2029. Meski tujuannya mulia untuk meningkatkan kualitas pemilu dan fokus pada isu-isu lokal, putusan ini juga membawa konsekuensi, salah satunya potensi perpanjangan masa jabatan anggota DPRD.

Proses ini tentu akan terus bergulir di DPR, terutama dalam revisi Undang-Undang Pemilu. Mari kita pantau bersama bagaimana para pembuat kebijakan akan merumuskan aturan transisi ini, demi memastikan tidak ada kekosongan kepemimpinan dan wakil rakyat kita bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Ini adalah bagian dari dinamika demokrasi yang patut kita pahami dan kawal bersama.