Kabar Terbaru RKUHAP: **DPR Hapus Pasal Larangan Mahkamah Agung Beri Vonis Lebih Berat**, Apa Artinya Bagi Keadilan?

Dipublikasikan 11 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Pernahkah Anda bertanya-tanya, bagaimana sih proses hukum di tingkat banding dan kasasi bekerja? Baru-baru ini, ada kabar penting dari Gedung DPR RI yang cukup menyita perhatian, khususnya bagi kita yang peduli dengan sistem peradilan di Indonesia. Panitia Kerja (Panja) Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dan pemerintah telah sepakat menghapus pasal larangan Mahkamah Agung (MA) untuk menjatuhkan vonis lebih berat dari putusan pengadilan di bawahnya.

Kabar Terbaru RKUHAP: **DPR Hapus Pasal Larangan Mahkamah Agung Beri Vonis Lebih Berat**, Apa Artinya Bagi Keadilan?

Mahkamah Agung kini berwenang menjatuhkan vonis lebih berat dari pengadilan di bawahnya, mengubah potensi beratnya hukuman.

Apa dampak perubahan ini? Mengapa pasal ini awalnya diusulkan, lalu dihapus? Mari kita selami lebih dalam agar kita semua bisa memahami implikasinya terhadap perjalanan keadilan di negeri kita.

Mengapa Pasal Ini Sempat Diusulkan?

Awalnya, usulan pasal ini muncul dengan niat baik untuk mengatur kewenangan Mahkamah Agung dalam menjatuhkan pidana. Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, sempat menjelaskan bahwa usulan Pasal 293 ayat (3) RKUHAP ini didasari pemikiran bahwa Mahkamah Agung tidak memeriksa ulang fakta-fakta perkara seperti di pengadilan tingkat pertama atau banding. Dalam istilah hukum, pengadilan tingkat pertama dan banding disebut sebagai judex factie.

Logikanya, jika MA tidak memeriksa fakta secara langsung, bagaimana bisa mereka memperberat hukuman? Pemikiran ini mengarah pada usulan agar putusan MA tidak boleh lebih berat dari putusan judex factie sebelumnya.

Apa Implikasi Penghapusan Pasal Ini?

Nah, dengan dihapusnya pasal tersebut, situasinya kini berubah. Ketua Panja RKUHAP dari Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa Mahkamah Agung kini diizinkan untuk menjatuhkan vonis lebih berat atau bahkan lebih ringan, sesuai keyakinan hakim agung.

Ini berarti, jika sebelumnya ada kekhawatiran vonis tidak bisa diperberat di tingkat kasasi (tingkat MA), kini kekhawatiran itu tidak berlaku lagi. MA memiliki keleluasaan penuh untuk menilai dan memutuskan, tanpa terikat batasan vonis dari pengadilan sebelumnya. Mereka bisa menjatuhkan hukuman sesuai keyakinan dan pertimbangan hukum mereka, apakah itu lebih berat, lebih ringan, atau sama dengan putusan di tingkat bawah.

Proses Pembahasan dan Kesepakatan

Keputusan DPR hapus pasal larangan MA beri vonis lebih berat ini bukanlah hasil sepihak, melainkan kesepakatan bulat antara DPR RI, khususnya Komisi III, dan pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM. Pembahasan RKUHAP ini memang menjadi salah satu prioritas legislasi DPR, bahkan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2025.

Habiburokhman menyebut, seluruh fraksi di DPR sepakat dengan penghapusan ketentuan ini, yang sebelumnya tertuang dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) 1531 Pasal 293 ayat (3). Ini menunjukkan adanya dinamika dan diskusi mendalam dalam merumuskan undang-undang yang akan menjadi pijakan hukum acara pidana kita. Targetnya, pembahasan revisi KUHAP ini bisa rampung sebelum tahun 2026.

Perkembangan Lain dalam Revisi KUHAP

Selain soal vonis MA, revisi KUHAP juga membawa beberapa perubahan penting lainnya yang patut kita ketahui, menunjukkan komitmen DPR dan pemerintah dalam menyempurnakan sistem hukum pidana di Indonesia:

  • Hak Impunitas Advokat: Advokat tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien, baik di dalam maupun di luar persidangan.
  • Penghapusan Larangan Siaran Langsung Sidang: Publik kini boleh menyiarkan langsung jalannya persidangan tanpa izin pengadilan. Ini merupakan langkah maju demi transparansi dan akuntabilitas proses peradilan.
  • Mekanisme Restorative Justice untuk Penghinaan Presiden: Perkara penghinaan presiden dan wakil presiden bisa diselesaikan di luar pengadilan melalui pendekatan keadilan restoratif. Ini memberi ruang klarifikasi dan musyawarah sebelum masuk ke jalur hukum formal.
  • Pengaturan Plea Bargain dan Deferred Prosecution Agreement (DPA): Mekanisme modern ini memungkinkan terdakwa untuk mengakui kesalahan dan bersikap kooperatif dengan imbalan keringanan hukuman, atau penundaan penuntutan dalam kasus korporasi, mendorong efisiensi dalam sistem peradilan.

Kesimpulan

Penghapusan pasal larangan Mahkamah Agung beri vonis lebih berat ini menandai langkah penting dalam penyempurnaan RKUHAP. Tujuannya jelas: menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih adaptif, adil, dan responsif terhadap dinamika masyarakat. Dengan perubahan ini, Mahkamah Agung akan memiliki fleksibilitas lebih besar dalam menegakkan keadilan di tingkat akhir.

Mari kita terus mengikuti perkembangan pembahasan revisi KUHAP ini, karena setiap perubahan di dalamnya akan memengaruhi hak-hak dan keadilan bagi kita semua.

FAQ

Tanya: Apa arti dihapusnya pasal larangan MA menjatuhkan vonis lebih berat dalam RKUHAP?
Jawab: Dihapusnya pasal ini berarti Mahkamah Agung kini memiliki kewenangan untuk memperberat hukuman terdakwa, meskipun tidak memeriksa ulang fakta perkara secara langsung.

Tanya: Mengapa awalnya ada usulan untuk melarang MA menjatuhkan vonis lebih berat?
Jawab: Usulan awal didasari pemikiran bahwa MA bukan judex factie (pemeriksa fakta) sehingga tidak seharusnya bisa memperberat hukuman.

Tanya: Apa implikasi praktisnya bagi proses hukum setelah pasal ini dihapus?
Jawab: Terdakwa yang mengajukan kasasi kini berisiko menerima hukuman yang lebih berat dari putusan pengadilan sebelumnya.