Yogyakarta, zekriansyah.com – Isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terus menjadi sorotan publik. Namun, di tengah desakan dari berbagai pihak, muncul dugaan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak kunjung merespons tuntutan ini karena adanya “siasat” rahasia dengan kelompok yang disebut “Geng Solo”. Apa sebenarnya yang terjadi di balik lambannya respons DPR ini? Mari kita telusuri lebih dalam agar Anda memahami duduk perkaranya.
Ilustrasi: Suasana tegang di ruang sidang, dengan para politisi saling beradu argumen, mengisyaratkan upaya pemakzulan yang terganjal.
Tuntutan Pemakzulan Gibran Menguat, DPR Dinilai Lamban
Tuntutan agar Gibran Rakabuming Raka dimakzulkan dari jabatannya sebagai Wakil Presiden semakin kencang. Salah satu suara paling lantang datang dari Forum Purnawirawan TNI. Mereka menilai isu ini sangat serius, menyangkut keberlangsungan negara dan masa depan rakyat.
Mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto bahkan menegaskan keseriusan tuntutan ini. Pada Rabu (2/7/2025) lalu, Slamet menyatakan kekecewaannya karena upaya penyampaian tuntutan secara sopan tidak digubris.
“Kalau sudah kita dekati dengan cara yang sopan, tapi diabaikan, nggak ada langkah lain selain ambil secara paksa. Kita duduki MPR Senayan sana. Oleh karena itu, saya minta siapkan kekuatan,” ujar Slamet, menunjukkan ancaman serius jika DPR terus mengabaikan.
Forum Purnawirawan TNI merasa geram karena alasan DPR menunda respons dianggap tidak masuk akal, padahal surat tuntutan seharusnya sudah tercatat rapi.
Dugaan ‘Main Mata’ Antara DPR dan ‘Geng Solo’
Lambannya respons DPR ini memicu kecurigaan publik dan pengamat. Peneliti media dan politik, Buni Yani, mencurigai adanya pembicaraan rahasia antara DPR dan “Geng Solo” (kelompok yang dekat dengan Gibran) untuk menghambat proses pemakzulan.
Menurut Buni Yani, rakyat sudah sangat paham bahwa banyak politikus di gedung DPR adalah “manusia politik” yang bisa memanipulasi apa saja demi kepentingan pribadi dan golongan.
“Cukup sudah rakyat 10 tahun di bawah Joko Widodo yang memerintah secara zalim, di mana banyak hak yang dipinggirkan sampai titik paling buruk,” kata Buni Yani, Minggu (6/7/2025).
Buni Yani juga mengkritik Ketua DPR Puan Maharani dan seluruh anggota DPR yang dianggap mengabaikan persoalan genting ini. Ia menilai DPR tidak bisa lagi “menipu rakyat dengan alasan receh dan bodoh”. Alasan bahwa surat tuntutan pemakzulan belum ditemukan, padahal sudah menjadi berita nasional dan jarak ruangan Puan dengan Sekretariat Jenderal DPR tidak jauh, dianggap sebagai upaya pembodohan rakyat.
“Apa kira-kira yang menyebabkan Puan dan DPR berani melakukan pembodohan kepada rakyat?” tanya Buni Yani.
Ancaman Perlawanan Rakyat dan Masa Depan Demokrasi
Buni Yani menekankan bahwa kali ini rakyat tidak akan diam. Ia berharap DPR menunjukkan diri sebagai lembaga yang berpihak pada rakyat, bukan perwakilan partai yang hanya mendengarkan perintah partai.
“Rakyat tidak akan menerima setiap perbuatan yang melawan kebenaran dan keadilan,” tegas Buni Yani.
Ia menambahkan, rakyat yang sudah lama menderita dan merasa disiksa akan melawan dengan sekeras-kerasnya. Para purnawirawan TNI yang sudah sepuh pun terpaksa “turun gunung” karena panggilan kecintaan pada bangsa dan negara, bukan karena motif lain.
Buni Yani bahkan memberi peringatan keras:
“Bila Puan, juga semua anggota DPR, masih ragu-ragu dengan tugas mereka dalam membela rakyat, sebaiknya mereka mengundurkan diri sebelum diusir rakyat bersama Gibran.”
Ini menunjukkan betapa seriusnya pandangan sebagian masyarakat dan pengamat terhadap situasi politik saat ini, di mana lembaga legislatif diharapkan bisa kembali menjadi penyambung lidah rakyat, bukan alat kepentingan golongan.
Kesimpulan
Dugaan adanya “siasat” antara DPR dan “Geng Solo” terkait lambannya respons terhadap tuntutan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka telah menimbulkan kegelisahan di masyarakat. Suara-suara dari Forum Purnawirawan TNI dan pengamat seperti Buni Yani menunjukkan bahwa publik menuntut transparansi dan akuntabilitas dari para wakil rakyat.
Ini adalah momen krusial bagi DPR untuk membuktikan diri sebagai lembaga yang benar-benar mewakili kepentingan rakyat, bukan kepentingan kelompok tertentu. Masa depan demokrasi dan kepercayaan publik terhadap lembaga negara sangat bergantung pada bagaimana DPR menyikapi tuntutan serius ini dengan kebenaran dan keadilan. Rakyat menanti tindakan nyata, bukan sekadar janji atau alasan yang mengada-ada.