Di Balik Sorotan: Mengapa **Zohran Mamdani, Politikus Muslim Calon Wali Kota New York**, Memicu Reaksi Keras Donald Trump?

Dipublikasikan 26 Juni 2025 oleh admin
Sosial Politik

Dinamika politik Amerika Serikat selalu menyajikan kejutan, dan kali ini, sorotan tertuju pada kota metropolitan New York. Sebuah peristiwa yang tak hanya mencetak sejarah lokal tetapi juga memicu gelombang perdebatan nasional adalah mencuatnya Zohran Mamdani, seorang politikus Muslim muda, sebagai calon wali kota New York. Lebih dari sekadar kemenangan politik biasa, fenomena ini menarik perhatian publik luas, terutama setelah Presiden Donald Trump secara terbuka menunjukkan kemarahannya. Mengapa seorang politikus Muslim, yang digadang-gadang akan memimpin salah satu kota terbesar di dunia, bisa begitu memprovokasi reaksi keras dari figur seperti Trump? Mari kita selami lebih dalam narasi di balik isu Trump marah politikus Muslim Zohran Mamdani jadi calon wali kota New York ini, mengungkap lapisan-lapisan kompleks yang melibatkan identitas, ideologi, dan masa depan politik Amerika.

Di Balik Sorotan: Mengapa **Zohran Mamdani, Politikus Muslim Calon Wali Kota New York**, Memicu Reaksi Keras Donald Trump?

Artikel ini akan mengupas tuntas perjalanan Zohran Mamdani, visi progresifnya, bagaimana ia berhasil mengukir sejarah, serta analisis mendalam mengenai mengapa keberadaannya di panggung politik memicu polarisasi, termasuk respons tajam dari Donald Trump. Pembaca akan mendapatkan pemahaman komprehensif mengenai latar belakang peristiwa ini, implikasinya bagi Partai Demokrat, dan lanskap politik AS secara keseluruhan.

Zohran Mamdani: Dari Aktivis Akar Rumput Menuju Panggung Utama New York

Lahir di Kampala, Uganda, dari orang tua keturunan India—ibunya adalah sutradara film pemenang penghargaan Mira Nair dan ayahnya, Mahmood Mamdani, seorang profesor terkemuka di Universitas Columbia—Zohran Mamdani membawa latar belakang yang kaya dan multikultural. Keluarganya pindah ke New York saat ia berusia tujuh tahun, memberinya pemahaman mendalam tentang kota yang kini ia perjuangkan untuk pimpin. Pada usia 33 tahun, Mamdani telah mengukir jejaknya sebagai anggota legislatif dari Queens, memasuki masa jabatan ketiganya. Ia mengidentifikasi dirinya sebagai seorang “Sosialis Demokrat”, sebuah label yang mencerminkan pandangan politiknya yang progresif dan berani.

Sebelum mencalonkan diri sebagai wali kota, Mamdani relatif tidak dikenal luas di tingkat kota. Namun, ia dengan cepat memperoleh perhatian berkat kampanye yang penuh semangat dan inovatif. Kisahnya sering disandingkan dengan Alexandria Ocasio-Cortez (AOC), seorang sosialis demokrat lain yang melejit ke ketenaran politik AS dengan kemenangan mengejutkan. Seperti AOC, Mamdani berhasil membangun momentum melalui jangkauan media sosial yang luas, jaringan relawan yang canggih, dan kampanye surat langsung yang efektif, terutama menarik pemilih muda dan progresif.

Kemenangan Mengejutkan di Pemilihan Pendahuluan Demokrat: Sebuah Sinyal Perubahan

Pada Rabu, 25 Juni 2025, Zohran Mamdani secara mengejutkan mendeklarasikan kemenangannya dalam pemilihan pendahuluan Partai Demokrat untuk calon Wali Kota New York. Dengan 93 persen suara masuk, ia menyabet 43,5 persen dukungan, mengungguli rival terdekatnya, mantan Gubernur New York Andrew Cuomo, yang hanya meraih 36,4 persen. Kemenangan ini sangat signifikan mengingat Cuomo adalah veteran politik yang pernah menjabat sebagai gubernur dan dikenal luas di seluruh negeri, bahkan berusaha bangkit setelah skandal pelecehan seksual pada 2021.

Kekalahan Cuomo menandai apa yang oleh beberapa ahli strategi politik disebut sebagai “kekalahan terbesar dalam sejarah NYC modern”. Mamdani sendiri, dalam pidato kemenangannya yang penuh semangat, mengutip Nelson Mandela, “Ini semua terlihat tidak mungkin sampai benar-benar terjadi,” menegaskan bahwa mereka telah berhasil mencetak sejarah. Pengakuan kekalahan dari Cuomo semakin mengukuhkan posisi Mamdani, meskipun penghitungan suara akhir masih akan ditentukan oleh sistem pilihan berperingkat yang memungkinkan pemilih menentukan hingga lima kandidat sesuai urutan preferensi. Namun, dengan keunggulan telak dan dukungan dari kandidat lain seperti Brad Lander, Mamdani kemungkinan besar akan melampaui ambang batas 50 persen.

Jika kemenangannya resmi dalam pemilihan umum November mendatang, Mamdani akan mencatat sejarah sebagai:

  • Wali kota termuda New York dalam satu abad.
  • Wali kota Muslim pertama di kota tersebut.
  • Orang pertama keturunan Asia Selatan yang memimpin New York.

Kemenangan ini bukan hanya sekadar pergantian kepemimpinan, tetapi juga menjadi indikator penting tren politik AS menjelang pemilihan paruh waktu kongres tahun depan, terutama mengenai isu-isu krusial seperti kejahatan, imigrasi, dan keterjangkauan perumahan.

Platform Progresif yang Menggugah Hati Rakyat New York

Daya tarik utama Zohran Mamdani terletak pada platform ekonominya yang progresif, ambisius, dan mudah diingat, yang secara langsung menyentuh denyut nadi kehidupan warga New York. Ia berjanji akan mengangkat kelas pekerja dan menjadi model masa depan bagi partainya, dengan menekankan bahwa “hidup yang layak tidak seharusnya menjadi hak istimewa segelintir orang. Itu seharusnya menjadi sesuatu yang dijamin oleh pemerintah kota untuk setiap warga New York.”

Beberapa proposal kebijakan utamanya meliputi:

  • Transportasi bus gratis di seluruh kota: Rencana ambisius yang akan meringankan beban finansial jutaan komuter.
  • Layanan penitipan anak gratis: Memberikan dukungan esensial bagi keluarga pekerja.
  • Pembekuan sewa untuk apartemen dengan sewa terkendali: Mengatasi krisis keterjangkauan perumahan di kota yang terkenal mahal.
  • Membangun 200.000 rumah terjangkau baru.
  • Mendirikan toko kelontong milik publik yang berfokus pada harga rendah.
  • Upah yang lebih baik untuk pekerja penitipan anak.

Semua inisiatif ini didanai melalui rencana kenaikan pajak besar-besaran bagi warga kota yang paling kaya dan perusahaan. Kampanye akar rumput Mamdani yang masif berhasil mengumpulkan $8 juta, didukung oleh 40.000 sukarelawan yang telah melakukan lebih dari satu juta panggilan telepon dan mengetuk lebih dari satu juta pintu. Daya tariknya melampaui batas tradisional gender, ras, dan agama, menarik dukungan dari pemilih muda yang terinspirasi oleh kehadirannya di media sosial, serta pemilih yang lebih tua yang terbebani oleh biaya hidup yang tinggi.

Reaksi Keras Donald Trump: “Komunis Gila”

Keberhasilan Zohran Mamdani dalam pemilihan pendahuluan tidak luput dari perhatian Presiden Donald Trump. Pada hari Rabu, Trump mengkritik Mamdani di platform Truth Social miliknya, menyebutnya sebagai “Komunis Gila.” Komentar ini secara langsung menyoroti mengapa isu Trump marah politikus Muslim Zohran Mamdani jadi calon wali kota New York menjadi begitu sentral dalam narasi politik AS saat ini.

Trump dikenal dengan retorika populisnya yang sering menyerang kebijakan imigrasi ketat dan pandangan politik progresif. Label “Komunis Gila” yang dilontarkan Trump bukan sekadar kritik biasa, melainkan upaya untuk mendiskreditkan Mamdani dengan menghubungkannya pada ideologi yang di Amerika Serikat sering kali diasosiasikan dengan ancaman dan ekstremisme. Bagi Trump dan basis pendukungnya, platform sosialis demokratis Mamdani, yang mengadvokasi pajak tinggi bagi orang kaya dan layanan publik gratis, mungkin dipandang sebagai ancaman terhadap sistem kapitalis dan nilai-nilai “Amerika”. Reaksi ini juga bisa jadi merupakan strategi untuk membangkitkan sentimen anti-kiri dan anti-imigran di kalangan pemilih konservatif menjelang pemilihan umum.

Isu Palestina dan Islamofobia: Tantangan Berat yang Dihadapi Mamdani

Selain platform ekonominya, dukungan publik Zohran Mamdani terhadap perjuangan Palestina menjadi salah satu aspek yang paling memicu kontroversi dan, pada gilirannya, kemarahan dari beberapa kalangan, termasuk yang bisa jadi memicu reaksi Trump. New York memiliki populasi Yahudi terbesar di luar Israel, tetapi juga komunitas Muslim yang cukup besar, menjadikan konflik Israel-Palestina memiliki resonansi khusus dengan para pemilih, bahkan dalam pemilihan kota.

Mamdani dikenal sebagai salah satu pejabat AS yang paling vokal dalam mengkritik perang Israel di Gaza, bahkan menyatakan keyakinannya bahwa Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, harus ditangkap atas genosida jika ia datang ke New York. Pendiriannya ini menuai tuduhan anti-Semitisme dari beberapa warga New York dan politikus, termasuk dari Andrew Cuomo dan moderator debat. Namun, Mamdani secara konsisten membedakan antara anti-Zionisme (kritik terhadap kebijakan politik Israel) dan anti-Semitisme (kebencian terhadap orang Yahudi), menekankan bahwa kritiknya ditujukan pada kebijakan pemerintah AS dan Israel, bukan pada orang Yahudi.

Meskipun demikian, ia telah menghadapi serangan Islamofobia dan kebencian yang signifikan. Ini termasuk:

  • Pencitraan negatif dalam surat yang didistribusikan super PAC pendukung Cuomo.
  • Cercaan rasial dan agama dari politisi, termasuk seruan untuk deportasinya meskipun ia telah dinaturalisasi sebagai warga negara sejak 2018.
  • Ancaman pembunuhan dan pesan suara Islamofobia, yang mendorong penyelidikan kejahatan rasial NYPD dan perekrutan keamanan tambahan.

Para ahli seperti profesor teologi Universitas Fordham, Iskander Abbasi, mengaitkan serangan-serangan ini dengan Islamofobia yang dipicu oleh dukungan blak-blakan Mamdani terhadap hak-hak Palestina dan tantangannya terhadap struktur kekuasaan yang mengakar. Menariknya, reaksi keras ini justru memperkuat tekad banyak pendukungnya, termasuk pemilih muda Yahudi yang menghargai pendiriannya tentang Palestina. Solidaritas juga datang dari pemimpin Muslim terkemuka, seperti Nihad Awad dari Dewan Hubungan Amerika-Islam, yang menyebut kemenangan Mamdani sebagai “kemenangan bagi Palestina dan keadilan.” Corey Robin, seorang profesor ilmu politik, mencirikan kampanye anti-Mamdani sebagai “versi Trumpisme Partai Demokrat,” menggunakan politik identitas yang memecah belah untuk melemahkan kandidat sayap kiri. Ini semakin memperjelas mengapa Trump marah politikus Muslim Zohran Mamdani jadi calon wali kota New York menjadi begitu relevan, karena menunjukkan adanya kesamaan taktik politik dalam mendiskreditkan lawan.

Implikasi Politik yang Lebih Luas: Tren Demokrat di Era Trump

Kemenangan Zohran Mamdani dalam pemilihan pendahuluan bukan hanya cerita lokal New York, tetapi sebuah cerminan pergeseran ideologi yang lebih luas dalam tubuh Partai Demokrat. Kemenangan ini menjadi simbol preferensi pendukung Demokrat di era pemerintahan Presiden Donald Trump. Andrew Cuomo, yang mewakili kaum tua dan moderat, dikalahkan oleh Mamdani yang menjadi wajah kaum progresif muda. Ini menunjukkan bahwa di tengah gejolak politik di bawah kepemimpinan Trump, basis Partai Demokrat di New York cenderung mencari pemimpin yang berjuang dengan antusiasme dan keberanian, serta bersedia menantang status quo.

Pemilihan wali kota New York mendatang akan menjadi indikator krusial tren politik AS. Mamdani akan menghadapi beberapa lawan dalam pemilihan umum November, termasuk Wali Kota petahana Eric Adams yang mencalonkan diri sebagai independen setelah didakwa dengan tuduhan federal (yang kemudian diperintahkan untuk dibatalkan oleh administrasi Trump). Kandidat lain termasuk Republikan Curtis Sliwa dan independen Jim Walden. Mengingat Kota New York adalah basis Demokrat yang sangat kuat, Mamdani memiliki peluang tinggi untuk menjadi wali kota.

Dukungan dari tokoh-tokoh progresif ternama seperti Anggota Kongres Alexandria Ocasio-Cortez dan Senator Bernie Sanders semakin menggarisbawahi posisi Mamdani sebagai ikon gerakan kiri dalam partai. Keberhasilannya juga menunjukkan bahwa identitas—sebagai seorang Muslim, keturunan India-Amerika, dan seorang milenial—tidak lagi menjadi penghalang, melainkan bisa menjadi kekuatan pendorong dalam politik AS yang semakin beragam. Kemenangan ini mengisyaratkan jenis pemimpin yang dicari oleh Partai Demokrat untuk masa depan, terutama dalam menghadapi dinamika yang dibawa oleh kehadiran Donald Trump di panggung politik nasional.

Menutup Tirai: Sebuah Narasi Perubahan dan Perlawanan

Kisah Zohran Mamdani, politikus Muslim calon wali kota New York, dan reaksi keras yang ia terima dari Donald Trump, adalah lebih dari sekadar berita politik biasa. Ini adalah narasi tentang perubahan demografi, pergeseran ideologi, dan perlawanan terhadap status quo dalam lanskap politik Amerika yang terus berkembang. Mamdani mewakili gelombang baru politikus yang berani mengangkat isu-isu sosial-ekonomi progresif dan menyuarakan pandangan yang tidak populer di kalangan elit, bahkan jika itu berarti menghadapi serangan pribadi dan tuduhan yang tidak berdasar.

Kemarahan Trump terhadap Mamdani dapat dilihat sebagai reaksi alami dari seorang politikus yang mengandalkan polarisasi dan identitas untuk mempertahankan kekuasaan. Bagi Trump, munculnya seorang “Sosialis Demokrat” Muslim yang vokal, terutama di kota sebesar New York, mungkin dipandang sebagai ancaman terhadap narasi yang ia bangun. Namun, justru reaksi keras inilah yang secara paradoks menyoroti pentingnya dan dampak dari gerakan yang dipimpin Mamdani.

Terlepas dari tantangan yang dihadapinya, Zohran Mamdani telah membuktikan bahwa politik akar rumput, dipadukan dengan visi yang jelas dan kemampuan adaptasi media sosial, dapat mengguncang kemapanan. Kemenangannya di New York tidak hanya menjanjikan era baru bagi kota tersebut, tetapi juga mengirimkan pesan kuat tentang kekuatan suara rakyat, terutama dari komunitas yang selama ini terpinggirkan, dalam membentuk masa depan politik Amerika. Ini adalah kisah yang patut terus kita ikuti, karena resonansinya akan terasa jauh melampaui batas-batas kota New York.