Di Balik Insiden Khan Younis: Pejuang Palestina Pasang Bom di Tank Israel, 7 Tentara Zionis Tewas Terbakar Hidup-Hidup

Dipublikasikan 26 Juni 2025 oleh admin
Sosial Politik

Konflik di Jalur Gaza terus menjadi sorotan dunia, menyajikan narasi kompleks tentang ketegangan, perlawanan, dan tragedi kemanusiaan yang mendalam. Salah satu insiden paling memilukan dan menjadi pengingat akan kerasnya medan pertempuran adalah kabar tentang pejuang Palestina pasang bom di tank Israel dan meledak, 7 tentara Zionis terbakar hidup-hidup di Khan Younis. Peristiwa yang terjadi pada Selasa, 24 Juni 2025 ini bukan sekadar statistik kematian, melainkan cerminan strategi baru perlawanan, kerentanan pasukan lapis baja, dan dampak kemanusiaan yang menghancurkan di tengah perang yang tak berkesudahan. Artikel ini akan mengupas tuntas detail insiden tragis tersebut, menganalisis taktik yang digunakan, serta menempatkannya dalam konteks konflik yang lebih luas di Gaza.

Di Balik Insiden Khan Younis: Pejuang Palestina Pasang Bom di Tank Israel, 7 Tentara Zionis Tewas Terbakar Hidup-Hidup

Momen Krusial di Khan Younis: Detik-Detik Ledakan yang Mengguncang

Pada suatu sore yang mencekam di Khan Younis, Gaza selatan, sebuah insiden tunggal merenggut nyawa tujuh prajurit Pasukan Pertahanan Israel (IDF), menjadikannya salah satu peristiwa paling mematikan bagi militer Israel sejak gencatan senjata dengan Hamas berakhir pada Maret 2025. Peristiwa ini melibatkan sebuah kendaraan pengangkut personel lapis baja (APC) jenis Puma yang membawa tujuh tentara dari Batalyon Teknik Tempur ke-605.

Menurut laporan dari berbagai sumber, termasuk The Jerusalem Post dan I24News, insiden tersebut terjadi ketika seorang pejuang Palestina berhasil mendekati APC Puma tersebut. Dengan keberanian yang luar biasa, pejuang tersebut memasang alat peledak pada kendaraan itu, lalu segera melarikan diri dari lokasi kejadian. Bom tersebut kemudian meledak dengan dahsyat, membakar APC hingga menyebabkan ketujuh tentara di dalamnya tewas terbakar hidup-hidup.

Rekaman yang kemudian disiarkan oleh Brigade Al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), dan dikutip oleh Al Jazeera, menunjukkan detail yang memilukan. Video tersebut memperlihatkan bagaimana pejuang perlawanan memanjat ke atas kendaraan lapis baja dan melemparkan sebuah perangkat peledak ke dalamnya. Adegan ini memicu kemarahan dan rasa malu di media Israel, yang menganggapnya sebagai “bencana di Gaza” yang mengindikasikan perlunya militer Israel untuk menghitung ulang arah strateginya.

Taktik Perlawanan dan Kecerdikan di Medan Perang Asimetris

Insiden di Khan Younis ini menyoroti adaptasi taktik perlawanan yang semakin canggih dan berani dari para pejuang Palestina. Meskipun menghadapi salah satu militer tercanggih di dunia, mereka terus menemukan cara untuk menyerang titik-titik lemah musuh.

Mengungkap “Shawaz EFP” dan Keberanian Luar Biasa

Beberapa laporan, terutama dari akun media sosial yang mengutip sumber perlawanan, menyebutkan bahwa alat peledak yang digunakan dalam insiden ini adalah jenis Explosively Formed Penetrator (EFP) yang dikenal sebagai “Shawaz EFP”. EFP adalah jenis bahan peledak improvisasi (IED) yang dirancang untuk menembus lapisan baja tebal.

Yang lebih mencengangkan adalah narasi tentang bagaimana seorang mujahid (pejuang) harus berlari membawa bom seberat sekitar 25 kg dan memasukkannya ke dalam APC canggih milik Zionis melalui lubang yang sangat kecil. Disebutkan bahwa pejuang tersebut hanya memiliki waktu sekitar 5 detik untuk melarikan diri sebelum bom meledak. Keberanian semacam ini digambarkan “di luar nalar” dan seringkali dikaitkan dengan keteguhan iman yang kuat, yang membuat mereka berani namun bijak dalam menghadapi risiko fatal.

Modus Operandi dan Pelajaran dari Masa Lalu

Serangan terhadap kendaraan lapis baja bukanlah hal baru dalam konflik ini. Sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, telah banyak laporan mengenai tank-tank Israel yang hancur atau hangus terbakar akibat serangan pejuang Palestina, seringkali menggunakan bazoka atau IED. Namun, insiden di Khan Younis ini memiliki karakteristik unik karena melibatkan penempatan bom secara langsung ke dalam kendaraan, menunjukkan tingkat presisi dan keberanian yang berbeda.

Militer Israel sendiri menggambarkan kematian para prajurit ini sebagai bagian dari insiden yang “kompleks” dan masih dalam penyelidikan. Penyelidikan awal menunjukkan adanya kegagalan keamanan, dengan empat insiden serupa telah terjadi terhadap Divisi ke-36 dalam sebulan terakhir—divisi yang menjadi target serangan terbaru. Hal ini menunjukkan bahwa ada pola kerentanan yang perlu diatasi oleh IDF.

Konsekuensi dan Reaksi: Dari Medan Perang Hingga Meja Perundingan

Dampak dari insiden ini sangat luas, tidak hanya di medan perang tetapi juga di tingkat politik dan kemanusiaan.

Korban Jiwa dan Identifikasi yang Sulit

Tujuh tentara yang tewas adalah Sersan Staf Alon Davidov, 21 tahun, dari Kiryat Yam, dan enam prajurit lainnya yang namanya dirilis secara bertahap. Proses identifikasi jenazah mereka memakan waktu berjam-jam, mengindikasikan tingkat keparahan ledakan dan kebakaran yang terjadi. Selain tujuh korban tewas, militer Israel juga melaporkan bahwa 16 tentara lainnya terluka dalam apa yang digambarkan sebagai “insiden tersulit yang dialami tentara dalam beberapa bulan terakhir.” Helikopter evakuasi dipanggil ke tempat kejadian, namun tidak ada tentara yang selamat, dan kendaraan lapis baja tersebut harus diangkut kembali ke Israel dalam keadaan hangus.

Klaim Perlawanan dan Narasi Konflik

Brigade Izzuddin al-Qassam mengumumkan bahwa para pejuangnya telah melakukan penyergapan kompleks yang menargetkan pasukan Israel, membunuh dan melukai anggotanya di Khan Younis. Mereka juga mempublikasikan rincian tambahan, menjelaskan bahwa mereka berhasil menghancurkan satu APC Israel dan menargetkan APC lain, serta memantau pendaratan helikopter untuk operasi evakuasi yang berlangsung selama beberapa jam. Ini adalah bagian dari narasi perlawanan yang ingin menunjukkan efektivitas dan keberanian mereka di tengah agresi yang terus-menerus.

Konteks Konflik yang Lebih Luas

Insiden ini terjadi di tengah konflik yang telah berlangsung lebih dari setahun, dimulai setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Sejak saat itu, Gaza telah hancur lebur, dengan lebih dari 57.000 warga Palestina tewas—mayoritas perempuan dan anak-anak. Angka ini mencerminkan apa yang banyak pihak sebut sebagai genosida di Gaza.

Perang ini juga telah menguras keuangan Israel secara signifikan. Israel dilaporkan menghabiskan sekitar USD725 juta (sekitar Rp11,8 triliun) per hari untuk mempertahankan diri dari serangan Iran, yang terjadi bersamaan dengan perang di Gaza. Biaya perang Gaza sendiri telah menembus lebih dari USD67,5 miliar (sekitar Rp1.099 triliun) hingga akhir 2024.

Kebuntuan Negosiasi dan Krisis Kemanusiaan

Negosiasi tidak langsung antara Israel dan Hamas untuk gencatan senjata baru dan pembebasan sandera berulang kali gagal mencapai kesepakatan. Hamas bersikeras agar perang di Gaza benar-benar berakhir, sementara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak tuntutan tersebut.

Situasi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk. Warga Palestina menghadapi kelaparan parah akibat blokade Israel terhadap masuknya makanan, bahan bakar, dan obat-obatan. Meskipun Israel mengklaim mengizinkan sedikit pasokan masuk melalui sistem distribusi baru, banyak organisasi internasional, termasuk PBB, memprotes situasi ini, menyebutnya sebagai “Hunger Games” atau pembantaian terhadap warga Gaza.

Ancaman Tersembunyi: Bom yang Belum Meledak dan Potensi Rekayasa Ulang

Di tengah kehancuran infrastruktur dan krisis kemanusiaan, muncul ancaman lain yang tak kalah mematikan: ribuan bom dan roket yang dijatuhkan Israel di Jalur Gaza sejak Oktober 2023 namun gagal meledak.

Organisasi kemanusiaan internasional Handicap International melaporkan bahwa dari sekitar 45.000 bom yang dijatuhkan antara Oktober hingga pertengahan Januari, sedikitnya 3.000 di antaranya tidak meledak. Bom-bom ini tersebar di berbagai sudut Gaza—dari reruntuhan rumah, lorong kamp pengungsian, hingga halaman sekolah PBB. Charles Birch, pakar penjinakan bahan peledak dari Badan Aksi Ranjau PBB, menyatakan bahwa Gaza kini dipenuhi “senjata mematikan yang tidur”, yang bisa menjadi warisan mematikan bagi generasi mendatang, mirip dengan sisa-sisa Perang Dunia II.

Kekhawatiran yang lebih besar adalah potensi bom-bom yang gagal meledak ini direkayasa ulang oleh Hamas atau faksi pejuang lainnya. Meskipun belum ada laporan resmi, para analis militer menyebut situasi ini “membuka ruang bahaya tak terduga.” Bahan peledak aktif dari bom-bom canggih ini dapat diubah menjadi senjata baru oleh pihak yang memiliki kemampuan teknis. Pengamat menyatakan bahwa penggunaan bom yang tidak meledak menjadi senjata mematikan oleh pejuang Hamas tidak rumit; mereka dapat memotong bom, mengeluarkan bahan peledak, dan mengangkutnya ke kotak logam besar untuk digunakan sebagai tabung atau bahkan mengikatnya dengan kawat ledakan dan mengembalikannya ke tentara Israel sendiri. Potensi ini menambah kompleksitas dan bahaya di medan perang Gaza, menunjukkan bagaimana kehancuran yang ditinggalkan dapat berbalik menjadi senjata.

Kesimpulan: Cerminan Perang Tak Simetris dan Harga Kemanusiaan

Insiden di Khan Younis, di mana pejuang Palestina pasang bom di tank Israel dan meledak, 7 tentara Zionis terbakar hidup-hidup, adalah sebuah pengingat brutal akan realitas perang asimetris. Ini menunjukkan bahwa di tengah dominasi militer canggih, keberanian individu dan adaptasi taktis masih dapat menciptakan dampak signifikan. Peristiwa ini bukan hanya tentang ledakan dan kematian, melainkan tentang keteguhan perlawanan di satu sisi, dan kerentanan tak terduga dari teknologi militer di sisi lain.

Lebih dari itu, insiden ini adalah secercah kecil dari gambaran besar konflik Gaza yang terus bergejolak. Sebuah konflik yang tidak hanya merenggut nyawa prajurit di kedua belah pihak, tetapi juga menghancurkan kehidupan jutaan warga sipil, menciptakan krisis kemanusiaan yang mendalam, dan meninggalkan warisan mematikan berupa puing-puing dan bom-bom yang belum meledak. Peristiwa di Khan Younis menegaskan kembali bahwa selama akar konflik tidak diselesaikan, penderitaan dan kekerasan akan terus berulang, dengan harga kemanusiaan yang tak terhingga.

Bagaimana pandangan Anda tentang insiden ini dan dampaknya terhadap dinamika konflik di Gaza? Bagikan pemikiran Anda di kolom komentar di bawah.