Kabar mengenai hancurnya 6 lab riset penting Universitas Ben Gurion Israel dihantam rudal Iran pada 19 Juni 2025 telah mengguncang dunia akademik dan kemanusiaan. Lebih dari sekadar kehancuran fisik, insiden ini menyoroti dampak mendalam konflik bersenjata terhadap kemajuan ilmu pengetahuan, kehidupan individu, dan stabilitas kawasan. Artikel ini akan mengupas tuntas apa yang terjadi di balik berita utama, menganalisis kerugian tak ternilai yang diakibatkan, serta menempatkannya dalam konteks perang yang lebih luas antara Iran dan Israel yang melibatkan kekuatan global. Mari kita selami lebih dalam implikasi dari peristiwa tragis ini dan mengapa ia patut menjadi perhatian kita bersama.
Kerusakan Tak Tergantikan: Jantung Riset Ilmu Pengetahuan yang Hancur
Pada 19 Juni 2025, suasana damai di kampus Soroka University Medical Center, bagian dari Universitas Ben Gurion di Israel, berubah menjadi kekacauan. Sebuah serangan rudal Iran secara langsung menghantam fasilitas tersebut, menyebabkan kerusakan masif yang melumpuhkan sebagian besar aktivitas akademik dan penelitian. Universitas Ben Gurion, dalam pembaruan pascaperang, mengungkapkan skala kehancuran yang mengejutkan:
- Enam laboratorium penelitian utama hancur total.
- Sembilan laboratorium lainnya mengalami kerusakan signifikan.
Kerugian ini, menurut pihak universitas, “menghancurkan pekerjaan bertahun-tahun pada berbagai proyek penelitian di bidang kedokteran dan biologi.” Ini bukan hanya tentang bangunan yang runtuh atau peralatan yang rusak; ini adalah tentang hilangnya data, sampel, dan kemajuan yang tak ternilai yang telah diinvestasikan oleh para ilmuwan dan peneliti selama bertahun-tahun. Penelitian di bidang kedokteran dan biologi sering kali melibatkan eksperimen jangka panjang, pengumpulan data yang cermat, dan pengembangan hipotesis yang membutuhkan waktu serta dedikasi luar biasa. Kehancuran ini berarti potensi penemuan obat baru, pemahaman tentang penyakit, atau terobosan ilmiah lainnya kini tertunda, bahkan mungkin hilang selamanya.
Selain laboratorium, dampak serangan juga meluas ke fasilitas pendidikan lainnya:
- Ruang kelas.
- Laboratorium pengajaran.
- Ruang bedah Fakultas Ilmu Kesehatan.
Secara keseluruhan, sekitar 30 gedung di Marcus Family Campus utama mengalami kerusakan. Skala kehancuran ini menunjukkan bahwa serangan tersebut menargetkan bukan hanya infrastruktur vital, tetapi juga inti dari kegiatan akademik dan ilmiah universitas.
Biaya yang Membengkak: Kerugian Ekonomi dan Kemanusiaan
Dampak dari serangan rudal ini tidak hanya terbatas pada sektor akademik dan penelitian. Universitas Ben Gurion sendiri masih dalam proses menghitung total kerugian finansial, namun perkiraan awal menunjukkan angka yang fantastis: “puluhan, bahkan mungkin ratusan juta shekel.” Angka ini mencerminkan biaya rekonstruksi, penggantian peralatan, dan upaya pemulihan yang masif.
Namun, kerugian tidak berhenti di situ. Perang yang berlangsung selama 12 hari antara Iran dan Israel telah menimbulkan kerugian ekonomi yang jauh lebih besar bagi Israel secara keseluruhan. Media Zionis dan laporan ekonomi mengungkapkan total kerugian yang mencapai USD20 miliar (lebih dari Rp325 triliun), dengan kerugian langsung sebesar USD12 miliar (lebih dari Rp195 triliun). Kerugian ini mencakup berbagai aspek:
- Pengeluaran militer: Sekitar 10 miliar shekel (USD2,9 miliar) untuk amunisi, operasi udara, dan logistik unit cadangan. Militer Israel sendiri telah meminta tambahan dana sebesar 40 miliar shekel (USD11,7 miliar) untuk mengisi kembali persediaan senjata dan amunisi.
- Kompensasi: 5 miliar shekel (USD1,5 miliar) untuk bisnis, pekerja, dan 15.000 penduduk yang mengungsi.
- Kerusakan bangunan dan infrastruktur: 5 miliar shekel (USD1,5 miliar) akibat serangan rudal Iran.
Selain itu, ada biaya berkelanjutan yang belum sepenuhnya terhitung, seperti akomodasi hotel sementara dan perumahan alternatif bagi penduduk yang dievakuasi. Rehabilitasi properti yang belum selesai diperkirakan akan menambah 1 hingga 1,5 miliar shekel lagi.
Di sisi kemanusiaan, dampaknya juga sangat nyata. Sedikitnya 50 rumah anggota fakultas atau staf dan 48 tempat tinggal mahasiswa mengalami kerusakan. Akibatnya, 25 staf dan 41 mahasiswa harus dievakuasi dari tempat tinggal mereka. Bahkan, empat keluarga dari kota yang rumahnya rusak kini ditampung di fasilitas asrama mahasiswa, bersama dengan beberapa karyawan yang dievakuasi. Ini menunjukkan bagaimana konflik bersenjata secara langsung mengganggu kehidupan normal dan menciptakan krisis pengungsian internal. Pemerintah Israel bahkan dilaporkan “pusing” karena menghadapi lebih dari 30.000 permintaan ganti rugi dari warganya akibat serangan Iran.
Perang ini juga diperkirakan akan meningkatkan defisit anggaran nasional Israel menjadi sekitar enam persen, di samping proyeksi penurunan pertumbuhan ekonomi setidaknya 0,2 persen, yang pada gilirannya akan menurunkan penerimaan pajak. Untuk menutupi biaya perang yang membengkak, Israel bahkan diindikasikan akan mencari dukungan keuangan tambahan dari Amerika Serikat, baik melalui bantuan langsung maupun jaminan pinjaman.
Kronologi Konflik: Eskalasi yang Mengkhawatirkan
Insiden di Universitas Ben Gurion tidak berdiri sendiri; ia merupakan bagian dari eskalasi konflik yang lebih besar antara Iran dan Israel, dengan Amerika Serikat sebagai pemain kunci. Perang ini pecah pada 13 Juni 2025, dimulai dengan agresi udara militer Zionis yang menargetkan situs-situs militer dan nuklir Iran.
Respons Iran dan Keterlibatan Rudal Canggih:
Militer Teheran segera membalas dengan meluncurkan gelombang serangan rudal ke berbagai situs militer dan fasilitas penting Israel lainnya. Pada 22 Juni 2025, Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran mengumumkan peluncuran rudal balistik Kheibar Shekan generasi ketiga dengan hulu ledak ganda ke wilayah Israel. Ini adalah pertama kalinya rudal canggih tersebut digunakan dalam konflik ini.
Rudal Kheibar Shekan generasi ketiga dirancang dengan fitur-fitur yang sangat mengkhawatirkan:
- Hulu ledak ganda yang dapat bermanuver: Mampu diarahkan hingga saat benturan untuk meningkatkan akurasi dan daya hancur.
- Berbahan bakar padat dan cair: Memberikan fleksibilitas dalam peluncuran dan jangkauan.
- Jangkauan 1.450 hingga 1.500 kilometer: Mampu mencapai target jauh di dalam wilayah Israel.
- Sistem panduan fase terminal (MIRV): Memungkinkan rudal bermanuver saat fase penurunan untuk menghindari intersepsi dari sistem pertahanan seperti Arrow dan David’s Sling milik Israel. Kemampuan ini menjadikannya sangat sulit dicegat.
- Muatan besar: Mampu menghantam infrastruktur strategis dan diperkeras.
IRGC mengklaim bahwa dalam operasi ini, mereka mengerahkan 40 rudal balistik, termasuk Kheibar Shekan. Sasaran serangan yang diklaim Iran termasuk Bandara Internasional Ben Gurion, pusat penelitian biologi Israel (yang menguatkan laporan kerusakan di Universitas Ben Gurion), dan pusat komando serta kontrol cadangan. Klaim Iran bahwa sirene peringatan di Israel hanya berbunyi setelah rudal menghantam target, menunjukkan efektivitas rudal tersebut dalam menembus sistem pertahanan.
Intervensi Amerika Serikat dan Peran Donald Trump:
Perang semakin memanas setelah Amerika Serikat (AS) ikut campur dengan membombardir tiga situs nuklir Iran, yakni Fordow, Natanz, dan Isfahan, selama akhir pekan sebelum 25 Juni 2025. Presiden AS Donald Trump mengklaim serangan tersebut menggunakan pembom siluman B-2 dengan bom GBU-57 Massive Ordnance Penetrator (MOP) seberat 13 ton, yang diklaim mampu menghancurkan bunker bawah tanah seperti di Fordow. Trump bahkan menyatakan fasilitas nuklir Iran “hancur total” dan secara kontroversial membandingkan serangan AS ini dengan pengeboman Hiroshima dan Nagasaki yang mengakhiri Perang Dunia II, seraya membantah laporan intelijen yang mungkin meremehkan dampaknya.
Iran membalas serangan AS ini dengan menyerang Pangkalan Udara Al Udeid Qatar yang dioperasikan militer AS. Meskipun demikian, pemerintah Iran menyangkal bahwa program nuklir sipil mereka dihancurkan, bersikeras akan terus menggunakan teknologi tersebut untuk tujuan damai, dan mengklaim fasilitas Fordow sudah dievakuasi sebelumnya.
Gencatan Senjata dan Dampak Global:
Setelah 12 hari pertempuran udara yang intens, gencatan senjata antara Iran dan Israel difasilitasi oleh Presiden AS Donald Trump, yang tampaknya mulai berlaku pada 25 Juni 2025. Masing-masing pihak mengklaim kemenangan setelah konflik berakhir. Namun, perubahan sikap Trump yang tiba-tiba dari penekan menjadi mediator agresif menuai respons beragam. Kritikus menyoroti inkonsistensi antara klaim kehancuran total nuklir Iran dan temuan intelijen sejati.
Lebih dari 200 orang tewas di Iran dan 28 orang tewas di Israel selama pertempuran udara 12 hari tersebut. Situs-situs penting di kedua negara hancur dan rusak. Situasi ini menunjukkan bagaimana konflik regional dapat dengan cepat melibatkan kekuatan global dan menimbulkan kerugian yang meluas, baik secara materi maupun nyawa.
Refleksi: Harga yang Dibayar untuk Konflik
Kehancuran enam laboratorium riset penting di Universitas Ben Gurion adalah pengingat yang menyakitkan akan harga yang harus dibayar ketika konflik bersenjata terjadi. Ini bukan hanya tentang angka-angka dalam laporan kerugian atau jumlah korban jiwa, tetapi juga tentang hilangnya potensi, terhambatnya kemajuan, dan rusaknya fondasi peradaban.
Ilmu pengetahuan adalah jembatan menuju masa depan yang lebih baik. Laboratorium-laboratorium ini adalah tempat di mana solusi untuk tantangan kesehatan global mungkin sedang dikembangkan, di mana pemahaman baru tentang kehidupan sedang digali. Kehancuran mereka adalah kerugian bagi seluruh umat manusia, bukan hanya bagi Israel.
Situasi di Timur Tengah yang semakin memanas, dengan keterlibatan langsung antara kekuatan besar, memperlihatkan bahwa konflik kawasan semakin memasuki fase berbahaya. Pihak internasional, termasuk PBB dan negara-negara Uni Eropa, terus menyerukan de-eskalasi dan penyelesaian diplomatik untuk mencegah meluasnya konflik. Namun, insiden seperti yang terjadi di Universitas Ben Gurion menunjukkan betapa rapuhnya perdamaian dan betapa besar dampak yang ditimbulkan oleh setiap tindakan agresi.
Kesimpulan: Pembelajaran dari Puing-puing Pengetahuan
Kabar mengenai hancurnya 6 lab riset penting Universitas Ben Gurion Israel dihantam rudal Iran adalah sebuah tragedi yang melampaui batas geografis dan politik. Ini adalah pukulan telak terhadap kemajuan ilmiah, sebuah pengingat akan kerentanan institusi pendidikan di tengah gejolak perang, dan cerminan dari biaya kemanusiaan serta ekonomi yang tak terhitung akibat konflik yang berkepanjangan.
Dari puing-puing laboratorium yang hancur, kita bisa belajar tentang pentingnya menjaga perdamaian dan menempatkan dialog di atas kekerasan. Kerugian miliaran dolar dan terhambatnya penelitian vital di bidang kedokteran dan biologi adalah harga yang terlalu mahal untuk dibayar. Semoga insiden ini menjadi refleksi bagi semua pihak untuk mengutamakan stabilitas, mencari solusi diplomatik, dan melindungi pilar-pilar pengetahuan yang esensial bagi kemajuan umat manusia. Hanya dengan begitu, kita bisa berharap untuk membangun kembali apa yang telah hancur dan mencegah kehancuran yang lebih besar di masa depan.
Bagaimana pendapat Anda tentang dampak konflik ini terhadap ilmu pengetahuan dan masyarakat? Bagikan pemikiran Anda di kolom komentar.