Yogyakarta, zekriansyah.com – Siapa yang tak tersentuh melihat seorang pemimpin meneteskan air mata? Baru-baru ini, Dedi Mulyadi menangis di hadapan publik, bukan sekali, melainkan dua kali, saat menyaksikan langsung kondisi di Bogor. Tangisnya bukan karena urusan pribadi, melainkan karena kepedihan mendalam melihat bagaimana rakyat jadi korban, serta alam yang rusak parah di tanah Pasundan.
Dedi Mulyadi tak kuasa menahan tangis menyaksikan penderitaan warga Bogor akibat dampak buruk tambang dan alih fungsi lahan, menuntut solusi nyata dan alokasi dana perbaikan jalan serta pembangunan jalan khusus tambang.
Artikel ini akan membawa Anda menyelami mengapa Dedi Mulyadi begitu emosional melihat Bogor, khususnya di Parungpanjang dan Puncak, serta apa yang sebenarnya terjadi pada masyarakat dan lingkungan di sana. Mari kita pahami lebih dalam penderitaan yang melatarbelakangi tangis seorang gubernur.
Jeritan Rakyat Parungpanjang: “Kami Jadi Keset!”
Momen paling menyayat hati terjadi di Parungpanjang, Kabupaten Bogor, pada Juli 2025. Di hadapan ribuan warga, Dedi Mulyadi tak kuasa menahan air matanya. Ia mengungkapkan kemarahan dan kesedihannya melihat penderitaan warga yang sudah bertahun-tahun hidup di tengah debu, polusi, dan jalanan rusak parah akibat lalu lintas truk-truk tambang.
“Saya nangis rakyatku jadi keset kalian semua,” tegas Dedi Mulyadi dengan suara bergetar, menyentil para pengusaha tambang yang meraup untung besar.
Dampak Aktivitas Tambang pada Warga:
- Jalanan Hancur: Rusak parah dan berlubang, menyulitkan aktivitas sehari-hari warga.
- Polusi Debu: Debu pasir yang beterbangan menyebabkan penyakit pernapasan (ISPA).
- Kecelakaan Maut: Banyak warga terlindas truk tambang, sebuah tragedi yang kerap terjadi.
- Penderitaan Tak Berujung: Warga merasa dibiarkan menderita sementara para konglomerat semakin kaya dari hasil bumi mereka.
Melihat kondisi ini, Dedi Mulyadi berjanji akan segera mencari solusi. Ia bahkan langsung menelepon Kepala Bappeda untuk mengalokasikan anggaran Rp100 miliar demi perbaikan jalan Parungpanjang. Selain itu, ia juga memastikan akan ada pembangunan jalan khusus tambang agar truk-truk besar tidak lagi melintas di jalan umum yang sejatinya untuk rakyat.
Puncak Bogor yang Terkoyak: Ketika Gunung Tak Lagi Sakral
Tak hanya di Parungpanjang, Dedi Mulyadi kembali menangis beberapa bulan sebelumnya, tepatnya pada Maret 2025, saat meninjau kerusakan alam di Puncak Bogor. Tangisnya pecah saat melihat hutan lindung yang seharusnya dijaga, justru dibabat habis demi proyek-proyek pariwisata dan properti.
Bagi Dedi, sebagai orang Sunda, gunung memiliki makna yang sangat sakral. “Karena bagi orang Sunda dan orang Jawa, gunung itu sesuatu yang sakral, gunung itu sesuatu yang dihormati,” ungkapnya.
Penyebab Kerusakan Alam di Puncak:
- Alih Fungsi Lahan Serampangan: Hutan lindung berubah menjadi area komersial, seperti pembangunan wahana wisata Eiger Adventure Land.
- Proyek Merusak Ekosistem: Pembangunan jembatan gantung dan fasilitas wisata lainnya menyebabkan tanah terbelah dan ekosistem rusak.
- Dampak Bencana: Kerusakan ini diduga kuat menjadi salah satu pemicu banjir bandang dan longsor yang kerap menerjang kawasan tersebut, merenggut nyawa dan merusak infrastruktur.
Dedi Mulyadi merasa martabatnya direndahkan ketika gunung yang dihormatinya dirusak demi keuntungan semata. Ia pun mengambil langkah tegas dengan menyegel beberapa tempat wisata yang terbukti melanggar aturan alih fungsi lahan, bahkan memerintahkan pembongkaran objek wisata yang dikelola BUMD Jawa Barat, PT Jasa dan Kepariwisataan.
Membangun Kembali Harapan: Komitmen untuk Rakyat dan Alam
Tangisan Dedi Mulyadi ini bukan sekadar luapan emosi, melainkan cerminan dari komitmennya untuk membela hak-hak rakyat dan menjaga kelestarian alam. Ia mengingatkan para pejabat agar menjadikan rakyat sebagai tujuan dari kekuasaan, bukan sekadar alat untuk mengejar jabatan.
Penderitaan rakyat Bogor akibat aktivitas tambang yang merajalela dan kerusakan alam Puncak akibat alih fungsi lahan adalah masalah kompleks yang membutuhkan solusi menyeluruh. Langkah-langkah yang diambil Dedi Mulyadi, mulai dari alokasi dana perbaikan jalan hingga penyegelan tempat wisata ilegal, adalah awal dari upaya besar untuk mengembalikan hak dan martabat warga.
Semoga kepedulian dan ketegasan pemimpin seperti Dedi Mulyadi ini dapat menjadi inspirasi bagi semua pihak untuk lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Karena pada akhirnya, alam yang lestari dan rakyat yang sejahtera adalah fondasi sejati kemajuan sebuah daerah.