Dedi Mulyadi Sebut Lampu Lalu Lintas Jadi Biang Kerok Kemacetan Parah di Bandung: Ini Faktanya!

Dipublikasikan 13 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Bandung, kota kembang yang selalu jadi primadona tujuan wisata dan kuliner, kini harus menghadapi predikat kurang menyenangkan: kota termacet di Indonesia. Predikat ini datang dari survei TomTom Traffic Index 2024 yang cukup mengejutkan banyak pihak. Menanggapi kondisi ini, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, bahkan menyebut lampu lalu lintas jadi salah satu biang kerok utama kemacetan parah yang kerap terjadi di Ibu Kota Jawa Barat ini.

Dedi Mulyadi Sebut Lampu Lalu Lintas Jadi Biang Kerok Kemacetan Parah di Bandung: Ini Faktanya!

Berikut adalah beberapa pilihan caption yang menarik, relevan, dan informatif dalam Bahasa Indonesia, dengan gaya bahasa caption berita pada umumnya, untuk gambar ilustrasi artikel tersebut: **Pilihan 1 (Fokus pada pernyataan Dedi Mulyadi):** > Dedi Mulyadi soroti lampu lalu lintas sebagai biang kerok kemacetan parah di Bandung, kota yang kini dinobatkan sebagai terpadat di Indonesia berdasarkan survei TomTom Traffic Index 2024. **Pilihan 2 (Fokus pada predikat kemacetan Bandung):** > Predikat kota termacet di Indonesia diraih Bandung menurut TomTom Traffic Index 2024, dengan Dedi Mulyadi mengungkap lampu lalu lintas sebagai salah satu faktor penyebab utama. **Pilihan 3 (Lebih ringkas namun tetap informatif):** > Terungkapnya lampu lalu lintas sebagai biang kerok kemacetan parah di Bandung, kota yang kini menduduki peringkat teratas sebagai kota termacet di Indonesia versi TomTom Traffic Index 2024.

Pernyataan Dedi Mulyadi ini tentu memicu banyak pertanyaan. Bagaimana bisa sistem yang seharusnya melancarkan lalu lintas justru memperparah kemacetan? Yuk, kita bedah lebih dalam fakta di baliknya dan apa saja rencana perbaikan yang sedang diupayakan!

Bandung Termacet, Dedi Mulyadi Buka Suara

Kemacetan di Bandung, terutama di akhir pekan dan musim liburan, sudah bukan rahasia lagi. Banyak warga dan wisatawan seringkali terjebak dalam antrean kendaraan yang panjang. Predikat kota termacet dari TomTom Traffic Index 2024 semakin mempertegas masalah ini.

Menyikapi kondisi tersebut, Dedi Mulyadi memberikan pandangannya. Ia mengakui bahwa kemacetan di akhir pekan memang membawa berkah bagi sektor UMKM dan perhotelan di Bandung. Namun, ia juga menyoroti akar masalah yang lebih dalam. “Problem Bandung itu kan cuma satu. Satu dari dulu sampai sekarang jalannya tidak mengalami perubahan,” ujar Dedi, merujuk pada luas badan jalan yang stagnan sementara jumlah kendaraan terus meningkat.

Lebih lanjut, Dedi Mulyadi kemudian melontarkan pernyataan yang cukup menarik perhatian. Ia menyebut lampu lalu lintas jadi fokus utama analisis mereka. “Kita lagi membuat analisis tentang traffic light. Karena traffic light itu justru bikin macet. Bisa nggak ke depan sih traffic light itu membuat menjadi lancar?” ungkapnya, menunjukkan keraguan atas efisiensi sistem yang ada.

Mengapa Lampu Lalu Lintas Justru Bikin Macet?

Menurut Dedi Mulyadi, penempatan dan durasi nyala lampu lalu lintas di berbagai titik di Bandung saat ini belum optimal. Ia menduga sistem pengaturannya masih belum akurat, sehingga justru memperparah kemacetan, alih-alih mengurainya.

Meskipun sebagian besar titik telah menggunakan sistem ATCS (Area Traffic Control System) yang canggih, yang memungkinkan pengaturan lalu lintas secara otomatis dan terintegrasi dari pusat kendali, efektivitasnya masih dipertanyakan. Banyak titik lampu lalu lintas justru memiliki waktu tunggu yang sangat panjang dan menyebabkan penumpukan kendaraan yang masif.

Bisa dibayangkan betapa frustrasinya pengemudi yang harus menunggu lama. Contoh paling nyata bisa kita lihat di simpang Soekarno Hatta-Ibrahim Adjie, atau yang lebih dikenal sebagai lampu merah Samsat. Di titik ini, waktu tunggu bisa mencapai 300 detik atau sekitar 5 menit! Ini bukan waktu yang singkat, bukan?

Waktu tunggu yang tidak jauh berbeda juga tercatat di beberapa simpang lainnya, seperti:

  • Pasteur: Waktu tunggu mencapai 200 detik.
  • Soekarno Hatta – Buah Batu: Waktu tunggu sekitar 180 detik.
  • Ujungberung & Cibiru: Waktu tunggu berkisar antara 190–200 detik.

Durasi tunggu yang lama ini, menurut Dedi Mulyadi, menjadi alasan kuat mengapa lampu lalu lintas jadi salah satu penyebab utama kemacetan kronis di kota ini.

Titik-titik Krusial Lampu Merah di Bandung

Data dari Dinas Perhubungan Kota Bandung tahun 2022 mencatat terdapat 150 titik Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) yang tersebar di berbagai wilayah kota. Sebagian besar berada di ruas-ruas jalan utama yang memang terkenal padat.

Berikut adalah beberapa simpang padat yang menggunakan sistem ATCS aktif dan terkoneksi, yang kerap menjadi titik kritis kemacetan:

  • Soekarno Hatta – Gedebage
  • Soekarno Hatta – Ibrahim Adjie (Lampu Merah Samsat)
  • Soekarno Hatta – Buah Batu
  • Soekarno Hatta – M. Toha
  • Pasteur – Suryasumantri
  • Sudirman – Otista
  • Simpang Lima Ahmad Yani – Laswi

Titik-titik ini mencakup berbagai jenis persimpangan, mulai dari simpang empat, simpang lima, simpang tiga, hingga jalan tanpa persimpangan yang tetap dilengkapi lampu lalu lintas. Ini menunjukkan kompleksitas masalah lalu lintas di Bandung yang membutuhkan solusi terintegrasi dan menyeluruh.

Solusi dan Harapan untuk Bandung Lebih Lancar

Langkah evaluasi serius tengah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama Dinas Perhubungan Kota Bandung. Gubernur Dedi Mulyadi berharap ke depannya pengaturan lampu lalu lintas bisa disesuaikan dengan pola lalu lintas sebenarnya di lapangan. Artinya, sistem tidak lagi hanya berdasarkan jadwal atau sistem otomatis yang tidak fleksibel, tetapi mampu beradaptasi secara dinamis dengan kepadatan kendaraan.

Selain evaluasi lampu lalu lintas, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga tengah merencanakan pembangunan transportasi publik yang terintegrasi sebagai solusi jangka panjang. Dedi Mulyadi mengakui bahwa ini adalah kunci untuk mengatasi masalah kemacetan di seluruh Jawa Barat, mengingat setiap kabupaten/kota memiliki otonomi dan keputusan sendiri.

Usulan program transportasi publik ini nilainya fantastis, mencapai hampir Rp22 triliun, dan saat ini sedang menunggu keputusan dari pemerintah pusat. Harapannya, dengan revisi sistem dan durasi lampu lalu lintas yang lebih efektif, ditambah dengan realisasi transportasi publik yang terintegrasi, Bandung bisa segera keluar dari daftar kota termacet dan menghadirkan mobilitas yang lebih lancar bagi warganya.

Kesimpulan

Kemacetan di Bandung memang menjadi tantangan besar, dan Dedi Mulyadi menyebut lampu lalu lintas jadi salah satu faktor kunci penyebabnya. Dengan 150 titik lampu lalu lintas yang banyak di antaranya memiliki durasi tunggu sangat panjang, wajar jika penumpukan kendaraan tak terhindarkan.

Namun, harapan itu ada. Dengan evaluasi mendalam terhadap sistem lampu lalu lintas, penyesuaian durasi berdasarkan kondisi riil di lapangan, serta rencana besar pembangunan transportasi publik terintegrasi, Bandung berpotensi besar untuk menjadi kota yang lebih lancar dan nyaman. Mari kita nantikan bersama upaya-upaya ini agar Kota Kembang kembali bersinar dengan mobilitas yang lebih baik!

FAQ

Tanya: Mengapa Dedi Mulyadi menyebut lampu lalu lintas sebagai biang kerok kemacetan di Bandung?
Jawab: Dedi Mulyadi menyoroti bahwa sistem lampu lalu lintas yang ada saat ini belum optimal dalam mengelola volume kendaraan yang terus meningkat di jalan-jalan Bandung yang tidak mengalami perubahan ukuran.

Tanya: Apa predikat yang disandang Bandung berdasarkan TomTom Traffic Index 2024?
Jawab: Berdasarkan TomTom Traffic Index 2024, Bandung dinobatkan sebagai kota termacet di Indonesia.

Tanya: Selain lampu lalu lintas, faktor apa lagi yang disebut Dedi Mulyadi sebagai penyebab kemacetan di Bandung?
Jawab: Dedi Mulyadi juga menyebutkan bahwa stagnasi ukuran badan jalan di Bandung, sementara jumlah kendaraan terus bertambah, menjadi akar masalah kemacetan yang signifikan.