Siapa yang tidak kenal dengan Kang Dedi Mulyadi, sosok Gubernur Jawa Barat yang selalu menjadi perbincangan hangat? Belakangan ini, kinerja Dedi Mulyadi sebagai kepala daerah Provinsi Jawa Barat sedang menjadi sorotan tajam dari berbagai pihak. Bukan tanpa alasan, ada beberapa indikator penting yang menunjukkan adanya penurunan, terutama terkait realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Ilustrasi untuk artikel tentang Kinerja Dedi Mulyadi di Jawa Barat: Realisasi APBD Merosot, Sorotan Tajam Mengemuka
Jika Anda penasaran mengapa Provinsi Jawa Barat yang biasanya menjadi juara kini posisinya melorot, serta bagaimana tanggapan para pejabat dan pakar, artikel ini akan mengupas tuntas semua fakta dan analisisnya. Mari kita selami lebih dalam dinamika kepemimpinan di salah satu provinsi terbesar di Indonesia ini.
Jawa Barat Melorot dari Peringkat Puncak APBD Nasional
Selama ini, Jawa Barat dikenal sebagai provinsi yang selalu menduduki peringkat teratas dalam hal realisasi APBD secara nasional. Namun, pemandangan itu berubah drastis pada tahun 2025. Data terbaru menunjukkan bahwa kinerja Dedi Mulyadi dalam pengelolaan fiskal daerah mengalami kemerosotan yang cukup signifikan.
Sentilan Langsung dari Mendagri Tito Karnavian
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian bahkan secara langsung memberikan “sentilan” kepada Dedi Mulyadi. Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah pada Senin, 7 Juli 2025, Mendagri Tito menyoroti pergeseran peringkat Jawa Barat.
“Dulu Jawa Barat nomor satu, sekarang Kang Dedi Mulyadi (KDM) kalah sama Ngarso Dalem Sri Sultan (Sri Sultan Hamengkubuwono X). Dan Pak Lalu Iqbal dari NTB sekarang di atas Jawa Barat,” kata Tito, seperti dilansir TribunJabar.id.
Kini, Provinsi Jawa Barat harus puas berada di posisi ketiga nasional, disalip oleh Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Ini tentu menjadi alarm serius bagi pemerintahan Dedi Mulyadi.
Angka Bicara: Perbandingan Realisasi Anggaran
Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat perbandingan realisasi pendapatan dan belanja daerah per semester pertama tahun 2025 dari beberapa provinsi:
Provinsi | Realisasi Pendapatan (%) | Realisasi Belanja (%) | Peringkat Nasional |
---|---|---|---|
Daerah Istimewa Yogyakarta | 57,43% | 41,92% | 1 |
Nusa Tenggara Barat | 46,26% | 38,99% | 2 |
Jawa Barat | 44,72% | 38,79% | 3 |
Data ini menunjukkan bahwa realisasi pendapatan Jawa Barat tertinggal dari DIY dan NTB, begitu pula dengan realisasi belanjanya.
“One Man Show”: Kritik Terhadap Gaya Kepemimpinan Dedi Mulyadi
Penurunan realisasi APBD ini memicu berbagai kritik, salah satunya datang dari Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono. Ia menyoroti gaya kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi yang dinilai cenderung “one man show”.
Suara dari DPRD Jawa Barat: Ono Surono
Ono Surono, dari Fraksi PDIP, merasa prihatin dengan kondisi ini. Menurutnya, Jawa Barat sebagai provinsi dengan potensi ekonomi terbesar kedua nasional seharusnya tidak tertinggal dalam kinerja keuangan daerah.
“Kami sebagai unsur legislatif tentu sangat prihatin. Ini harus menjadi alarm. Jawa Barat adalah provinsi dengan potensi ekonomi terbesar kedua nasional, tapi justru tertinggal dalam kinerja keuangan daerah,” ujar Ono Surono.
Ia berpendapat bahwa rendahnya serapan anggaran ini berdampak langsung pada pelayanan publik, penanganan pengangguran, pembangunan infrastruktur, dan kesejahteraan rakyat. Kritik ini juga mengarah pada dugaan bahwa Dedi Mulyadi lebih mementingkan popularitas dibandingkan kolaborasi dalam tata kelola pemerintahan.
Pentingnya Kolaborasi untuk Kesejahteraan Rakyat
Ono Surono mendesak Dedi Mulyadi untuk membuka ruang kepemimpinan yang lebih kolektif dan kolaboratif. Ia menekankan bahwa era saat ini menuntut kepemimpinan berbasis tim, bukan lagi pendekatan individual.
“Kapasitas Gubernur tidak diragukan, tetapi harus dibarengi dengan pelibatan OPD (Organisasi Perangkat Daerah), wakil gubernur, mitra DPRD, dan stakeholder lainnya secara intensif,” tegas Ono. Ia juga mendorong adanya sistem perencanaan dan pengawasan yang lebih kuat, serta mengaktifkan kembali peran teknokratik birokrasi, bukan hanya mengandalkan pendekatan populistik semata.
Antara Popularitas Tinggi dan Tantangan Birokrasi
Menariknya, di tengah sorotan terhadap kinerja fiskal Pemprov Jawa Barat, popularitas Dedi Mulyadi secara personal justru tetap tinggi. Survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap gubernur mencapai 94,7% dalam 100 hari pertama menjabat, menjadikannya tertinggi di Pulau Jawa.
Survei Indikator: Kepuasan Publik vs. Kinerja Pemprov
Ini menciptakan sebuah paradoks: kinerja Dedi Mulyadi yang secara personal dinilai “top” oleh publik (Sumber 5), tidak selalu sejalan dengan kinerja birokrasi Pemprov Jabar secara keseluruhan yang justru dianggap “mandek” atau kurang optimal (Sumber 13).
Prof. Burhanuddin Muhtadi, peneliti utama Indikator Politik Indonesia, menyebutkan bahwa kemampuan KDM dalam memanfaatkan media sosial (Facebook, YouTube, Instagram) menjadi kunci peningkatan awareness publik terhadap kebijakannya. Ia dinilai sebagai “influencer” yang mampu menyampaikan kebijakan secara relevan. Namun, para pakar seperti dari Unpar juga menyoroti adanya ketimpangan antara popularitas KDM dan kinerja Pemprov secara keseluruhan (Sumber 12).
Kebijakan Dedi Mulyadi yang Menarik Perhatian
Terlepas dari isu APBD, Dedi Mulyadi memang dikenal dengan berbagai gebrakan dan kebijakan yang seringkali kontroversial namun menarik perhatian publik. Beberapa di antaranya meliputi:
- Rencana Kebijakan Vasektomi bagi Penerima Bansos: Sebuah ide untuk mengaitkan program KB pria dengan pemberian bantuan sosial, demi menekan angka kemiskinan dan biaya kelahiran.
- Larangan Study Tour dan Penonaktifan Kepala Sekolah: Kebijakan yang bertujuan menghindari kecelakaan dan beban biaya siswa, yang sempat memicu pro-kontra.
- Pembongkaran Wahana Rekreasi Milik BUMD: Tindakan tegas terhadap pelanggaran izin pengelolaan lahan, menunjukkan prinsip aturan tanpa pandang bulu.
- Penghapusan Wisuda dari TK hingga SMA: Kebijakan untuk mengurangi beban finansial orang tua dan mengembalikan esensi kenaikan kelas/kelulusan.
- Rencana Pengiriman Anak Nakal ke Barak Militer: Program pembinaan disiplin bagi anak-anak bermasalah bekerja sama dengan institusi militer dan kepolisian.
Gebrakan-gebrakan ini, meski dianggap mencengangkan oleh beberapa pihak seperti aktivis lingkungan David Riksa Buwana (Sumber 15), juga mendapat catatan bahwa pendekatannya masih bersifat “trigger” dan belum terstruktur dalam bentuk kebijakan yang jelas.
Masa Depan Kinerja Dedi Mulyadi di Jawa Barat
Kinerja Dedi Mulyadi di Jawa Barat kini berada di persimpangan. Sorotan atas realisasi APBD yang merosot menjadi tantangan serius yang harus segera diatasi. Penting bagi Gubernur Dedi Mulyadi untuk melakukan evaluasi menyeluruh, mempercepat realisasi anggaran, dan membuka ruang kolaborasi yang lebih luas dengan berbagai pihak.
Dukungan dari DPRD, OPD, dan masyarakat sipil akan sangat krusial untuk mengembalikan Provinsi Jawa Barat ke posisi teratas dan memastikan program-program strategis daerah berjalan maksimal. Rakyat Jawa Barat menaruh harapan besar agar kinerja pemerintahan dapat berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan dan pembangunan yang merata.