Yogyakarta, zekriansyah.com – Belakangan ini, dunia dihebohkan dengan laporan dari surat kabar Israel, Haaretz, yang menyebutkan dugaan tentara Israel diperintahkan untuk menembaki warga sipil Palestina yang sedang mengantre bantuan di Jalur Gaza. Kabar ini tentu saja langsung memicu beragam reaksi, mengingat kondisi kemanusiaan di Gaza yang sangat memprihatinkan.
Ilustrasi: Ketegangan membayangi antrean bantuan di Gaza, memicu pertanyaan tentang perintah tembak tentara Israel.
Artikel ini akan mengupas tuntas klaim para tentara, bantahan dari pihak militer dan pemerintah Israel, serta melihat konteks yang lebih luas di balik insiden penembakan ini. Dengan membaca artikel ini, Anda akan mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai duduk perkara tuduhan yang sangat serius ini, lengkap dengan berbagai dalih dan bantahan yang muncul ke publik.
Klaim Tentara: Perintah Tembak Kerumunan Warga Sipil
Menurut laporan surat kabar Israel, Haaretz, ratusan tentara Israel yang bertugas di Jalur Gaza mengklaim bahwa mereka menerima perintah langsung dari komandan militer. Perintah ini diduga berupa instruksi untuk menembaki kerumunan warga Palestina yang sedang antre bantuan kemanusiaan. Tujuannya disebut-sebut untuk membubarkan mereka dan membersihkan area distribusi bantuan.
Para tentara tersebut dilaporkan menggunakan “kekuatan mematikan yang tidak perlu” terhadap orang-orang yang jelas-jelas tidak menimbulkan ancaman. Seorang tentara yang tidak disebutkan namanya bahkan mengaku bahwa tindakan ini merupakan pelanggaran serius terhadap kode etik militer IDF (Pasukan Pertahanan Israel).
“IDF sepenuhnya telah melanggar kode etik di Jalur Gaza,” ujar seorang tentara Israel dikutip dari Haaretz.
Tragisnya, laporan ini muncul di tengah fakta bahwa lebih dari 500 warga Palestina telah tewas dan ratusan lainnya terluka saat berusaha mendapatkan bantuan makanan di area distribusi. Banyak dari mereka yang tewas akibat tembakan, seringkali di bagian kepala atau dada, saat antre di pusat-pusat bantuan yang dioperasikan oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung Amerika Serikat.
Menanggapi tuduhan serius ini, Advokat Jenderal Militer Israel telah memerintahkan penyelidikan internal atas kemungkinan adanya kejahatan perang. Ini menunjukkan adanya pengakuan resmi dari militer Israel bahwa laporan tersebut tidak bisa dianggap remeh dan memerlukan penanganan serius.
Bantahan Keras dari Militer dan Pemimpin Israel
Meski ada laporan dan klaim dari para tentara, pihak militer Israel (IDF) secara resmi membantah tuduhan tersebut. Militer Israel menegaskan bahwa mereka tidak pernah memerintahkan pasukannya untuk dengan sengaja menembaki warga sipil.
Menurut IDF, seluruh tindakan pasukan mereka selalu berpatokan pada standar operasional dan hukum perang internasional yang berlaku. Mereka menambahkan bahwa jika ada tembakan, itu hanya bersifat “tembakan peringatan” apabila ada potensi ancaman terhadap posisi militer di sekitar titik distribusi bantuan.
IDF juga menyatakan bahwa mereka berupaya meningkatkan “respons operasional” di area bantuan. Beberapa langkah yang telah diambil antara lain:
- Pemasangan pagar dan rambu baru.
- Pembukaan rute tambahan untuk mencapai zona pembagian bantuan.
Bantahan keras juga datang dari level tertinggi pemerintahan Israel. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Katz secara tegas membantah laporan Haaretz.
“Ini adalah kebohongan jahat yang bertujuan mendiskreditkan IDF—tentara paling bermoral di dunia,” tegas Netanyahu dan Katz, seperti dikutip CNN.
Mereka menyebut laporan tersebut sebagai “kebohongan jahat yang dirancang untuk mencemarkan nama baik militer” Israel. Proses evaluasi internal atas insiden-insiden yang terjadi di dekat lokasi bantuan juga disebut sedang dilakukan, meskipun hasilnya belum dipublikasikan secara terbuka.
Mengapa Warga Gaza Antre Bantuan Jadi Sasaran?
Kondisi di Jalur Gaza saat ini memang sangat memprihatinkan. Warga menghadapi kelaparan parah dan sangat bergantung pada bantuan kemanusiaan. Ribuan orang setiap hari berkumpul di pusat-pusat distribusi, berharap mendapatkan pasokan makanan untuk keluarga mereka.
Namun, proses penyaluran bantuan ini seringkali diwarnai kekerasan. Selain insiden penembakan yang dilaporkan Haaretz, ada juga tuduhan dari World Food Programme (WFP) dan Kementerian Kesehatan Palestina bahwa warga ditembaki di dekat titik distribusi bantuan.
Di tengah krisis ini, Israel menolak bekerja sama dengan Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), badan kemanusiaan utama di wilayah tersebut. Israel menuduh beberapa staf UNRWA terlibat dalam serangan Hamas, meskipun PBB menegaskan Israel belum memberikan bukti. Sebagai gantinya, Israel mendukung Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung AS untuk menyalurkan bantuan.
Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, bahkan menuduh Israel menggunakan bantuan kemanusiaan sebagai alat untuk memindahkan paksa warga Palestina. Tuduhan ini menambah kompleksitas situasi di mana kebutuhan dasar warga sipil justru menjadi arena tarik-ulur dan konflik. Kanselir Jerman Friedrich Merz juga menyatakan bahwa tindakan Israel yang menyakiti populasi sipil hingga taraf ekstrem “tak bisa lagi dibenarkan dengan dalih melawan terorisme.”
Sejarah Tuduhan Penggunaan Kekuatan Berlebihan dan Perisai Manusia
Tuduhan penggunaan kekuatan berlebihan dan penargetan warga sipil bukanlah hal baru dalam konflik Israel-Palestina. Laporan Goldstone pada tahun 2009, misalnya, menyimpulkan bahwa Israel telah menggunakan kekuatan yang tidak proporsional, menargetkan warga sipil, dan bahkan menggunakan mereka sebagai perisai manusia. Laporan ini membantah tuduhan Israel bahwa Hamas menggunakan warga sipil sebagai tameng.
Meskipun pengadilan tinggi Israel pada tahun 2005 telah melarang penggunaan warga Palestina sebagai perisai manusia, organisasi hak asasi manusia seperti B’Tselem dan Defence for Children International Palestine (DCIP) terus mendokumentasikan kasus-kasus pelanggaran ini, termasuk penggunaan anak-anak sebagai tameng. Hal ini menunjukkan pola dugaan pelanggaran yang terus berulang dan menjadi perhatian serius komunitas internasional.
Kesimpulan
Laporan mengenai perintah tembak terhadap warga sipil Palestina yang antre bantuan di Gaza adalah isu yang sangat sensitif dan serius. Di satu sisi, ada klaim dari tentara Israel sendiri yang menyebut adanya perintah tersebut, didukung oleh banyaknya korban jiwa di lokasi distribusi bantuan. Di sisi lain, militer dan pimpinan Israel membantah keras, menyebutnya sebagai kebohongan dan upaya mencemarkan nama baik mereka.
Terlepas dari dalih dan bantahan yang ada, fakta bahwa ratusan warga sipil tewas saat berjuang untuk mendapatkan makanan adalah tragedi kemanusiaan yang nyata. Penyelidikan menyeluruh dan transparan dari pihak berwenang sangat dibutuhkan untuk mengungkap kebenaran dan memastikan akuntabilitas. Situasi di Gaza membutuhkan gencatan senjata segera dan akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, agar tidak ada lagi nyawa tak bersalah yang melayang hanya karena mencari sesuap nasi.