Siapa yang tak kenal Dahlan Iskan? Nama beliau seolah tak terpisahkan dari Jawa Pos, salah satu raksasa media di Indonesia. Selama puluhan tahun, publik mengenal Dahlan Iskan sebagai sosok di balik kesuksesan luar biasa koran ini. Tapi, benarkah Dahlan Iskan Jawa Pos sukses membesarkan dan bagaimana kisahnya kini? Mari kita bedah perjalanan fenomenal ini, dari titik nadir hingga puncak kejayaan, lengkap dengan konflik yang kini membayangi.
Ilustrasi untuk artikel tentang Dahlan Iskan dan Kisah Sukses Membesarkan Jawa Pos: Dari Koran Sekarat Menjadi Raksasa Media
Artikel ini akan membawa Anda menyelami bagaimana Dahlan Iskan, dengan tangan dinginnya, mengubah Jawa Pos dari koran yang hampir mati menjadi imperium media. Anda juga akan memahami mengapa hubungan yang tadinya erat ini kini diwarnai sengketa hukum.
Awal Mula Sebuah Metamorfosis: Ketika Jawa Pos Sekarat
Bayangkan sebuah koran yang begitu tidak lakunya, sampai-sampai dibagikan gratis pun orang enggan mengambilnya, bahkan membuangnya di jalanan. Itulah gambaran Jawa Pos sebelum tahun 1982. Oplahnya hanya sekitar 6.800 eksemplar per hari, sebagian besar dibagikan gratis ke instansi pemerintah. Pamornya redup, kalah jauh dari media lokal lainnya di Jawa Timur.
Di tengah kondisi kritis ini, PT Grafiti Pers, penerbit majalah Tempo, datang sebagai penyelamat. Pada tahun 1982, mereka mengakuisisi Jawa Pos. Eric Samola, Direktur Utama PT Grafiti Pers kala itu, membuat keputusan krusial: menunjuk Dahlan Iskan, seorang wartawan Tempo di Surabaya, sebagai pemimpin redaksi baru. Dahlan tidak hanya diminta mengelola redaksi, tetapi juga aspek bisnis seperti iklan dan pemasaran. Modal yang diberikan pun sangat minim, hanya Rp 45 juta, yang bahkan tidak langsung diberikan tunai melainkan dicairkan bertahap sesuai kebutuhan.
Sentuhan Tangan Dingin Dahlan Iskan: Resep Membesarkan Jawa Pos
Di bawah kepemimpinan Dahlan Iskan, Jawa Pos mengalami revolusi total. Dahlan menerapkan cara kerja yang sangat berbeda. Wartawan yang tadinya hanya menunggu berita, kini diwajibkan mengejar berita. Evaluasi kinerja dilakukan setiap hari, dan Dahlan sendiri yang mengkritisi setiap lead, kutipan, hingga judul berita yang terbit. Ia selalu menekankan gaya pemberitaan yang bertutur runut dan sederhana, bahkan dikenal dengan “6 Rukun Iman” Jawa Pos yang menjadi panduan dalam meliput.
Inovasi pemasarannya pun tak kalah radikal. Dahlan merekrut 30 istri pegawai sebagai agen untuk membagikan 100 koran gratis kepada 100 tetangga selama lima hari, demi meningkatkan brand awareness. Konon, istri Dahlan sendiri, Nafsiah, berhasil menggaet 1.000 pelanggan baru dengan cara ini. Yang paling fenomenal adalah program “Tret tet tet ke Jakarta” yang memberangkatkan belasan ribu Bonek (suporter Persebaya) untuk menonton pertandingan di Jakarta, mendekatkan koran dengan masyarakat.
Hasilnya? Luar biasa! Dalam waktu singkat, Jawa Pos tumbuh besar. Oplahnya melonjak drastis, dari 6.800 menjadi 40.000 eksemplar, lalu mencapai 300.000 eksemplar per hari hanya dalam satu dekade. Dahlan Iskan sukses membesarkan Jawa Pos hingga menjadi perusahaan pers raksasa dengan total aset puluhan triliun rupiah.
Tidak hanya di Surabaya, Jawa Pos juga melebarkan sayap dengan mengakuisisi koran lokal yang sakit dan membangun koran-koran baru di luar Jawa, membentuk jaringan media yang dikenal sebagai Jawa Pos News Network. Bisnisnya pun merambah ke berbagai sektor, mulai dari percetakan, pabrik kertas (PT Adiprima Suraprinta), hingga pembangkit listrik sendiri, karena Dahlan tak ingin pusing lagi dengan pasokan kertas dan listrik yang sering bermasalah. “Pusing itu tidak perlu dihindari, karena setiap pengusaha yang berkembang akan menemukan pusingnya lagi,” ujar Dahlan, menggambarkan filosofi kewirausahaannya.
Babak Baru: Ketika “Jawa Pos Bukan Lagi Dahlan Iskan”
Hubungan mesra antara Dahlan Iskan dan Jawa Pos mulai bergeser ketika Dahlan terjun ke dunia politik, menjabat Direktur Utama PLN pada 2009 dan Menteri BUMN di kabinet SBY. Fokusnya yang terbagi membuat ia menyerahkan pengelolaan harian Jawa Pos kepada putranya, Azrul Ananda, yang diangkat sebagai Direktur Utama PT Jawa Pos Koran pada 2011.
Namun, di bawah kepemimpinan Azrul, pendapatan Jawa Pos mulai menunjukkan tren penurunan yang signifikan. Pada tahun 2013, pendapatan tercatat Rp 686,56 miliar, namun merosot menjadi Rp 345,57 miliar pada Oktober 2017. Penurunan kinerja ini menjadi perhatian serius para pemegang saham, yang sebagian besar adalah PT Grafiti Pers (pengendali utama), keluarga Eric Samola, dan para pendiri Tempo yang merupakan pemegang saham perorangan.
Puncaknya terjadi pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) Jawa Pos Holding (JPH) di tahun 2018. Mayoritas pemegang saham mendesak Dahlan Iskan mundur dari posisi chairman atau pimpinan utama JPH. Sebuah keputusan pahit bagi Dahlan, yang selama ini dianggap sebagai “Angsa Bertelur Emas” bagi para pemegang saham. Sejak saat itu, banyak yang mengatakan, “Jawa Pos bukan lagi Dahlan Iskan.”
Prahara Hukum: Sengketa yang Mengguncang Legasi
Kini, hubungan antara Dahlan Iskan dan Jawa Pos memasuki babak yang lebih kompleks: ranah hukum. Publik dikejutkan dengan berita bahwa Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jatim atas laporan seorang wakil direktur Jawa Pos. Pasal yang disangkakan cukup berat: tindak pidana pemalsuan dokumen, penggelapan, hingga pencucian uang, yang terkait sengketa saham Tabloid Nyata.
Simak ulasan lengkapnya dalam artikel terkait: babak baru sengketa
Di sisi lain, Dahlan Iskan juga menggugat Jawa Pos di Pengadilan Niaga Surabaya, mengklaim kekurangan pembayaran dividen sebesar Rp 54,5 miliar dari RUPS tahun 2003, 2006, 2012, dan 2016. Pihak Jawa Pos membantah tudingan ini, menyatakan tidak ada utang dividen dan semua keputusan RUPS telah disepakati secara bulat, termasuk oleh Dahlan sendiri saat masih menjabat Dirut.
Situasi ini memicu kebingungan dan simpati publik, yang merasa heran mengapa “Jawa Pos memolisikan yang membesarkannya.” Ini menjadi bukti bahwa di balik kisah sukses membesarkan sebuah imperium media, tersembunyi dinamika kepemilikan dan manajemen yang bisa berujung pada konflik tak terduga.
Kesimpulan
Perjalanan Dahlan Iskan dengan Jawa Pos adalah sebuah kisah inspiratif tentang bagaimana visi, inovasi, dan kerja keras dapat mengubah sebuah entitas yang sekarat menjadi raksasa yang dominan. Beliau sukses membesarkan Jawa Pos dari nol hingga menjadi salah satu grup media terbesar di Indonesia. Namun, seperti layaknya sebuah drama kehidupan, perjalanan ini tidak lepas dari babak-babak sulit, termasuk pergeseran kekuasaan dan sengketa hukum yang kini menjadi sorotan publik.
Kisah Dahlan Iskan dan Jawa Pos mengajarkan kita bahwa kesuksesan besar seringkali datang dengan tantangan besar, dan bahwa legasi seseorang bisa diuji oleh waktu, perubahan, dan dinamika internal yang kompleks.