Dahlan Iskan & Jawa Pos: Mengapa Ada Klaim ‘Tak Ada Kaitan’ di Tengah Sengketa yang Memanas?

Dipublikasikan 12 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Siapa yang tak kenal Dahlan Iskan? Namanya begitu lekat dengan kemajuan media raksasa Jawa Pos. Bertahun-tahun, publik mengenalnya sebagai sosok di balik kebangkitan koran yang dulunya “beroplah satu becak” ini menjadi grup media bertriliun-triliun rupiah. Bahkan, tak sedikit yang menyebut, “Jawa Pos adalah Dahlan Iskan, dan Dahlan Iskan adalah Jawa Pos.”

Dahlan Iskan & Jawa Pos: Mengapa Ada Klaim 'Tak Ada Kaitan' di Tengah Sengketa yang Memanas?

Ilustrasi untuk artikel tentang Dahlan Iskan & Jawa Pos: Mengapa Ada Klaim ‘Tak Ada Kaitan’ di Tengah Sengketa yang Memanas?

Namun, belakangan ini, hubungan harmonis itu seolah diterpa badai. Berita-berita terbaru di pertengahan tahun 2025 menunjukkan adanya sengketa hukum yang melibatkan kedua nama besar ini. Lalu, mengapa muncul narasi tentang ’tak ada kaitan’ di tengah pusaran konflik ini? Mari kita selami lebih dalam, apa sebenarnya yang terjadi antara Dahlan Iskan dan Jawa Pos.

Dahlan Iskan dan Jawa Pos: Kisah Sukses yang Penuh Lika-liku

Kisah Dahlan Iskan dan Jawa Pos adalah legenda di dunia media Indonesia. Pada tahun 1982, saat Jawa Pos dibeli oleh PT Grafiti Pers (penerbit majalah Tempo) dan berada di ambang kesulitan, Eric Samola menunjuk Dahlan Iskan sebagai pemimpin redaksi. Di bawah kepemimpinannya, koran ini melesat, mengalahkan pesaingnya, dan tumbuh menjadi salah satu grup media terbesar di Tanah Air. Ini adalah bukti nyata energi dan inovasi yang dicurahkan Dahlan Iskan.

Dahlan Iskan dikenal dengan gaya manajemen akal sehatnya. Ia pernah menegaskan dalam rapat akbar, “Tidak ada kaitannya antara gaji karyawan dengan omzet dan laba perusahaan.” Pesan ini menunjukkan filosofinya bahwa kewajiban perusahaan adalah gaji, sementara bonus adalah kebijakan. Sebuah prinsip yang mungkin terasa keras, namun menjadi bagian dari bagaimana ia membangun kerajaan media itu.

Namun, kejayaan itu tak selamanya mulus. Pada tahun 2009, Dahlan Iskan harus meninggalkan posisinya di Jawa Pos untuk mengemban tugas negara sebagai Direktur Utama PLN. Ia berharap bisa kembali, namun ternyata tidak pernah. Pemegang saham mayoritas yang selama ini “mengawasi dari jauh” kini memegang kendali penuh. Dahlan sendiri memiliki sekitar 3,8% saham di Jawa Pos, yang ia seklaim sebagai hadiah atas prestasinya. Sementara itu, saham mayoritas dipegang oleh PT Grafiti Pers.

Awal Mula Sengketa: Gugatan Perdata dan Dokumen Perusahaan

Konflik antara Dahlan Iskan dan Jawa Pos mulai terkuak ke publik pada pertengahan 2025. Awalnya, Dahlan Iskan mengajukan gugatan perdata berupa permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT Jawa Pos di Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam gugatan ini, Dahlan mengklaim adanya kekurangan pembayaran dividen sebesar Rp54,5 miliar dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahun 2003, 2006, 2012, dan 2016.

Selain gugatan dividen, Dahlan Iskan juga melayangkan gugatan terkait hak atas dokumen-dokumen perusahaan yang ia butuhkan. Ia mengaku tidak pernah menyimpan dokumen tersebut di rumah dan merasa kesulitan mengaksesnya dari kantor Jawa Pos, padahal sebagai pemegang saham ia merasa punya hak. Permintaan dokumen ini ternyata berkaitan dengan kasus lain di kepolisian di mana Dahlan menjadi saksi, yaitu sengketa kepemilikan Tabloid Nyata.

Pelajari lebih lanjut tentang Dahlan Iskan Blak-blakan Usai Jadi Tersangka, Kisah Pilu dengan Jawa Pos dan Tabloid Nyata di sini: Dahlan Iskan Blak-blakan Usai Jadi Tersangka, Kisah Pilu dengan Jawa Pos dan Tabloid Nyata.

Namun, pihak Jawa Pos melalui kuasa hukumnya, Leslie Sajogo, membantah keras tudingan utang dividen tersebut. Menurutnya, seluruh keputusan RUPS selama periode yang disebutkan sudah diputuskan secara bulat, bahkan oleh Dahlan Iskan sendiri saat masih menjabat direktur utama. Leslie juga menegaskan bahwa tidak ada utang jatuh tempo dan bisa ditagih, serta menyinggung bahwa Dahlan tidak pernah melakukan mediasi langsung.

Status Tersangka: “Tak Ada Kaitan” atau Justru Kaitan yang Rumit?

Puncak ketegangan terjadi pada awal Juli 2025, ketika kabar penetapan Dahlan Iskan dan mantan Direktur Jawa Pos, Nany Widjaja, sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim beredar luas. Penetapan ini, yang didasarkan pada laporan seorang wakil direktur Jawa Pos, Rudy Ahmad Syafei Harahap, terkait dugaan pemalsuan dokumen, penggelapan dalam jabatan, hingga pencucian uang.

Pelajari lebih lanjut tentang gempar! dahlan iskan di sini: gempar! dahlan iskan.

Di sinilah frasa ’tak ada kaitan’ menjadi semakin kompleks. Pihak Dahlan Iskan, melalui kuasa hukumnya Johanes Dipa, menyatakan keterkejutan dan menilai penetapan ini janggal serta terkesan dipaksakan. Mereka menegaskan bahwa Dahlan Iskan bukan pihak terlapor utama, melainkan hanya Nany Widjaja. Johanes bahkan curiga penetapan ini ada kaitannya dengan gugatan PKPU yang diajukan Dahlan Iskan terhadap Jawa Pos.

Lebih jauh, Dahlan Iskan sendiri memberikan klarifikasi penting terkait “tak ada kaitan” ini. Ia menegaskan bahwa tidak semua media yang ia pimpin adalah milik Jawa Pos, termasuk Tabloid Nyata. Inilah inti dari sengketa pidana yang sedang berlangsung. Menurut Dahlan dan kuasa hukum Nany Widjaja, saham PT Dharma Nyata Pers (penerbit Tabloid Nyata) secara sah dimiliki oleh Dahlan Iskan dan Nany Widjaja berdasarkan akta jual beli dan tercatat di AHU, bukan oleh PT Jawa Pos. Klaim Jawa Pos atas Tabloid Nyata didasarkan pada surat pernyataan yang dibuat Nany Widjaja atas permintaan Dahlan Iskan pada tahun 2008, yang disebut dalam rangka rencana go public yang tidak pernah terwujud.

Perspektif Berbeda dari Para Pihak

Situasi ini memunculkan berbagai sudut pandang:

  • Dahlan Iskan: Merasa aneh harus berurusan dengan polisi di usia 74 tahun, terutama dengan media yang ia besarkan sendiri. Ia merasa dihalang-halangi untuk mendapatkan dokumen yang ia butuhkan sebagai pemegang saham dan saksi. Ia curiga ada kaitan antara penetapan tersangka ini dengan gugatan perdata yang ia ajukan.
  • Kuasa Hukum Dahlan Iskan: Menganggap penetapan tersangka ini sebagai “pembunuhan karakter” dan “kriminalisasi”, serta mempertanyakan profesionalisme proses hukum yang infonya justru lebih dulu sampai ke media daripada pihak terkait.
  • Pihak Jawa Pos (melalui kuasa hukum): Membantah adanya utang dividen dan menegaskan semua keputusan RUPS sudah bulat. Terkait kasus pidana, mereka menyatakan bahwa dalam SP2HP yang diterima, hanya nama Nany Widjaja yang tertera sebagai tersangka, bukan Dahlan Iskan. Mereka juga menyatakan terbuka untuk mediasi dengan Nany Widjaja.

Menguak Makna ‘Tak Ada Kaitan’

Jadi, ketika kita bicara ’apa Dahlan Iskan Jawa Pos tak kaitan’, ada beberapa lapisan makna. Awalnya, itu adalah prinsip manajemen Dahlan Iskan tentang gaji dan omzet. Namun, kini, frasa itu merujuk pada:

  1. Klaim hukum bahwa Dahlan Iskan bukan pihak terlapor utama dalam kasus pidana.
  2. Penegasan Dahlan Iskan bahwa Tabloid Nyata bukanlah milik Jawa Pos, meskipun ada sengketa kepemilikan.
  3. Perasaan ironis Dahlan Iskan yang kini terkesan “tidak memiliki kaitan” lagi dengan perusahaan yang ia bangun dan besarkan, bahkan harus menggugatnya untuk mendapatkan hak-haknya.

Sengketa ini adalah babak baru yang rumit dalam sejarah hubungan antara Dahlan Iskan dan Jawa Pos. Dari yang dulunya identik dan tak terpisahkan, kini mereka berada di meja hijau, memperdebatkan hak, kepemilikan, dan sejarah. Kita semua berharap proses hukum ini berjalan adil dan transparan, sehingga kejelasan dapat terkuak dan hubungan yang pernah begitu erat ini menemukan titik terang.