Suasana perdagangan global sedang menghangat, bahkan cenderung memanas. Baru-baru ini, China mengeluarkan peringatan keras kepada Amerika Serikat (AS) terkait kebijakan getok tarif yang bisa mengganggu perdagangan dunia. Ini bukan sekadar friksi biasa antara dua raksasa ekonomi, tapi sebuah isu yang berpotensi menciptakan riak besar yang terasa sampai ke kantong dan stabilitas ekonomi kita semua. Mari kita bedah lebih dalam mengapa peringatan ini begitu penting dan apa dampaknya bagi kita.
Ilustrasi untuk artikel tentang China Peringatkan Keras: Jangan Main Getok Tarif, Perdagangan Dunia Bisa Kacau!
Latar Belakang Ketegangan Dagang AS-China
Ketegangan antara AS dan China bukanlah hal baru, namun kembali memanas seiring dengan kebijakan Presiden AS Donald Trump yang agresif terhadap impor. Pada Juli 2025, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, melakukan kunjungan pertamanya ke Asia sejak menjabat, bertemu dengan Menlu China, Wang Yi, di Kuala Lumpur, Malaysia. Pertemuan ini terjadi di tengah bayang-bayang ancaman tarif baru dari AS.
China sendiri telah diberi waktu hingga 12 Agustus untuk mencapai kesepakatan dengan Gedung Putih. Jika tidak, pembatasan impor yang sempat diberlakukan saat perang tarif saling balas pada April dan Mei lalu bisa diaktifkan kembali. Ancaman ini bukan main-main, dan Beijing sudah mengisyaratkan akan membalas negara mana pun yang bekerja sama dengan AS untuk memangkas keterlibatan China dalam rantai pasok global.
“Perilaku Bullying”: Kritik Keras dari Beijing
Menlu China, Wang Yi, tak ragu melontarkan kritik pedas selama kunjungannya di Kuala Lumpur. Ia menyebut kebijakan tarif impor AS sebagai “perilaku bullying sepihak” yang tidak seharusnya didukung oleh negara mana pun. Menurut Wang, tindakan AS ini bukan hanya merusak sistem perdagangan bebas, tetapi juga mengganggu stabilitas rantai produksi dan pasokan global.
Wang Yi juga menegaskan bahwa tarif AS ini adalah upaya untuk mencabut hak sah negara-negara Asia Tenggara atas pembangunan. “Kami percaya negara-negara Asia Tenggara mampu menghadapi situasi kompleks, menjaga prinsip, dan melindungi kepentingan mereka sendiri,” ujar Wang. Senada dengan itu, Kementerian Perdagangan China bahkan menyatakan bahwa AS “bermain api dengan semua negara di dunia,” termasuk dirinya sendiri.
Dampak Tarif Trump: Bukan Hanya China yang Kena Pukul!
Meski fokus utama adalah perseteruan AS-China, kebijakan tarif ala Trump ini ternyata berdampak luas. Puluhan negara mitra dagang AS, termasuk sekutunya, ikut kena imbas. Bayangkan, tarif impor baru dari AS diberlakukan untuk banyak negara Asia:
- Jepang, Korea Selatan, dan Malaysia: Tarif 25%
- Indonesia: Tarif 32%
- Thailand dan Kamboja: Tarif 36%
- Myanmar dan Laos: Tarif 40%
Bahkan, industri garmen Sri Lanka terancam setelah AS memberlakukan tarif impor 30%, padahal ekspor mereka ke AS mencapai miliaran dolar dan menyerap ratusan ribu tenaga kerja. Eksportir gerabah keramik dari Plered, Purwakarta, Indonesia, juga merugi ratusan juta rupiah akibat tarif 32% ini. Ini menunjukkan bahwa kebijakan getok tarif tidak hanya memukul satu atau dua negara, tetapi bisa menciptakan efek domino yang meresahkan.
Bagaimana Indonesia Menyikapi “Perang Tarif” Ini?
Indonesia, sebagai salah satu negara yang terkena dampak tarif impor AS (32%), tidak tinggal diam. Pemerintah Indonesia memilih jalur negosiasi dan diplomasi, alih-alih membalas dengan tarif serupa. Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Indonesia, Djatmiko Bris Witjaksono, menegaskan bahwa Indonesia menjunjung tinggi prinsip-prinsip perdagangan multilateral dan akan tetap menjalankan kegiatan perdagangan dengan mitra-mitra lainnya seperti biasa.
Sebagai langkah konkret, Indonesia bahkan menawarkan diri untuk meningkatkan pembelian produk energi dan agrikultur dari AS, seperti LPG, minyak mentah AS, bensin, gandum, dan kedelai. Harapannya, langkah ini bisa melunakkan sikap AS dan menghindari tarif tinggi lebih lanjut, tanpa harus mengorbankan hubungan dagang dengan China. Ini adalah strategi yang hati-hati di tengah situasi yang rumit.
Ancaman Global: Rantai Pasok dan Ekonomi Dunia Terganggu
Peringatan China bukan sekadar gertakan. Kebijakan tarif impor yang saling balas ini berpotensi besar mengganggu stabilitas rantai pasok global. Ketika biaya impor melonjak, perusahaan-perusahaan terpaksa mencari pemasok alternatif atau menaikkan harga produk, yang pada akhirnya membebani konsumen.
Dampaknya bahkan terasa di dalam negeri AS sendiri. Lesunya pasar tenaga kerja AS dipicu oleh ketidakpastian ekonomi akibat kebijakan tarif Presiden Donald Trump. Banyak perusahaan menahan diri merekrut karyawan baru, membuat warga AS makin susah mendapatkan pekerjaan. Ini menunjukkan bahwa perang dagang sejatinya tidak menguntungkan siapa pun dalam jangka panjang. Seperti yang dikatakan juru bicara Kementerian Perdagangan China, “Secara sederhananya, Amerika Serikat tengah bermain api dengan semua negara di dunia, termasuk dirinya.”
Kesimpulan
Peringatan keras dari China ini adalah alarm bagi seluruh dunia. Kebijakan getok tarif dan perang dagang yang dipicu oleh AS bukan hanya mengancam hubungan bilateral, tetapi juga mengganggu fondasi perdagangan dunia yang stabil dan bebas. Dampaknya meluas, memengaruhi negara-negara di Asia hingga pasar tenaga kerja di AS sendiri.
Dalam kondisi seperti ini, dialog dan negosiasi menjadi kunci untuk meredakan ketegangan. Stabilitas ekonomi global sangat bergantung pada kemampuan negara-negara besar untuk bekerja sama, bukan saling memukul dengan kebijakan proteksionisme. Semoga saja, peringatan ini didengar dan jalan keluar terbaik bisa segera ditemukan demi masa depan perdagangan yang lebih damai dan sejahtera.