Yogyakarta, zekriansyah.com – Bullying dan trauma adalah dua kata yang sering kita dengar, namun dampaknya bisa jauh lebih dalam dari yang kita bayangkan, terutama pada anak-anak dan remaja. Bayangkan jika tuduhan palsu menimpa keluarga Anda, membuat Anda dan orang tua dicap “pencuri dan pembohong” di masyarakat. Tekanan sosial, ejekan di sekolah, dan beban emosional yang tak tertanggung bisa berujung pada masalah kesehatan mental serius, termasuk gangguan makan seperti anoreksia.
Ilustrasi: Senyum yang hilang, tergerus oleh luka bullying, anoreksia, dan trauma yang merenggut masa depan.
Artikel ini akan membahas secara mendalam bagaimana bullying dan trauma dapat saling berkaitan, memicu gangguan makan, dan apa saja tanda-tanda yang perlu diwaspadai. Anda akan memahami mengapa dukungan dan penanganan yang tepat sangat krusial bagi para korban.
Kisah Pilu Millie Castleton: Ketika Bullying dan Trauma Merenggut Masa Remaja
Millie Castleton baru berusia delapan tahun ketika ayahnya kehilangan pekerjaan sebagai kepala kantor pos di Bridlington, Yorkshire. Keluarganya dicap sebagai “pencuri dan pembohong” di komunitas lokal. Hampir satu dekade kemudian, setelah menghadapi bullying di sekolah, mengembangkan gangguan makan, dan putus kuliah, Millie masih berjuang dengan dampak yang ia rasakan.
Kisah Millie ini disorot dalam sebuah laporan yang diterbitkan minggu lalu, menginvestigasi skandal di sekitar para sub-kepala pos yang dituduh secara keliru melakukan penipuan. Ratusan anak lain menderita pengalaman serupa: dijauhi teman-teman, kesulitan finansial, dan menyaksikan orang tua mereka hancur di bawah tekanan tuduhan.
“Sebagian dari diriku akan selalu terasa sedikit hancur,” kata Millie dalam penyelidikan resmi skandal Kantor Pos. “Suara yang mengganggu di kepalaku kadang-kadang masih mengatakan hal-hal buruk. Itu masih memberitahuku bahwa masa laluku dan perjuangan keluargaku akan mendefinisikanku, bahwa itu akan menjadi cap di kulitku selamanya. Hancur, pencuri, atau pembohong.”
Pada usia 17 tahun, kesehatan mental Millie mulai memburuk. Ia mengalami “kebencian diri, depresi, dan merasa menjadi beban bagi keluarganya.” Millie sempat berkuliah, namun terpaksa putus di awal tahun kedua setelah mengembangkan anoreksia. Bahkan kini, di usia 29 tahun, ia masih sulit mempercayai siapa pun.
Dampak serupa juga dirasakan oleh anak-anak lain. Putri Janine Powell, 10 tahun, harus tinggal bersama teman saat ibunya dipenjara. Perpisahan dari ibu, pindah sekolah, dan ketidakbahagiaan mendalam di rumah barunya membentuk pengalaman traumatis yang menyebabkan gangguan mental pada anak tersebut. Anak-anak Robert Thomson, 10 dan 13 tahun, diejek dan di-bully di sekolah, sementara istrinya menjadi penyendiri dan depresi karena “sangat malu.”
Hubungan Erat Bullying, Trauma, dan Gangguan Makan
Bullying bukan sekadar kenakalan biasa. Ini adalah pengalaman masa kanak-kanak yang umum dengan konsekuensi sosial dan psikologis jangka panjang. Studi menunjukkan bahwa keterlibatan dalam bullying, baik sebagai korban maupun pelaku, dapat meningkatkan risiko gejala gangguan makan.
Berikut beberapa poin penting mengenai kaitan antara bullying, trauma, dan gangguan makan:
- Korban Bullying Lebih Berisiko: Penelitian menunjukkan bahwa korban bullying, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki risiko lebih tinggi terhadap gejala anoreksia nervosa dan bulimia nervosa. Ejekan terkait penampilan fisik, verbal, bahkan relasional, secara signifikan terkait dengan risiko gangguan makan.
- Trauma Memicu Mekanisme Koping: Trauma dapat didefinisikan sebagai respons terhadap peristiwa yang sangat menyedihkan atau mengganggu, membuat individu merasa tidak berdaya, mengurangi rasa diri, dan memengaruhi kemampuan mereka untuk merasakan berbagai emosi.
- Jenis-jenis Trauma:
- Trauma Akut: Hasil dari satu insiden terisolasi.
- Trauma Kronis: Berasal dari pengalaman berulang dan berkepanjangan, seperti pelecehan yang terus-menerus.
- Trauma Kompleks: Muncul dari paparan berbagai peristiwa traumatis yang bervariasi, seringkali bersifat invasif dan interpersonal.
- Ketika seseorang mengalami trauma, sistem saraf mereka bisa “terjebak” dalam mode “lawan atau lari” (fight or flight). Aktivasi stres kronis ini dapat mengganggu kemampuan otak memproses dan menyimpan ingatan dengan benar, memicu gejala seperti hipervigilansi, kecemasan, dan kilas balik.
- Jenis-jenis Trauma:
- Gangguan Makan sebagai Pelarian: Peristiwa traumatis dapat menyebabkan perasaan tidak aman dan peningkatan kerentanan. Sebagai respons terhadap trauma, gangguan makan (seperti anoreksia nervosa, bulimia nervosa, atau gangguan makan berlebihan) dapat berkembang sebagai mekanisme koping. Pembatasan asupan makanan, makan berlebihan, atau memuntahkan makanan bisa menjadi strategi maladaptif untuk mengatasi perasaan meluap-luap yang berasal dari pengalaman traumatis.
Anoreksia: Ketika Gangguan Makan Menjadi Mekanisme Koping yang Berbahaya
Anoreksia nervosa, atau yang dikenal sebagai anoreksia, adalah gangguan makan serius yang ditandai dengan ketakutan berlebihan akan penambahan berat badan dan citra tubuh yang terdistorsi. Bagi sebagian korban bullying, terutama yang diejek karena hal-hal yang tidak dapat mereka kontrol (seperti ras atau ciri fisik), anoreksia dapat menjadi manifestasi dari upaya untuk mendapatkan kembali kontrol atas hidup mereka.
Orang yang menderita anoreksia seringkali merasa seperti sedang melawan “pengganggu internal” di kepala mereka sendiri. Suara ini dapat:
- Memberitahu bahwa Anda tidak pernah melakukan hal yang benar.
- Menyalahkan Anda atas segala sesuatu yang salah terjadi.
- Menginginkan semua perhatian Anda.
- Mencegah Anda menghabiskan waktu dengan orang lain.
- Menghina, merendahkan, atau mempermalukan Anda terus-menerus.
- Mengontrol keputusan Anda.
- Membuat Anda melakukan tindakan yang menyakiti Anda (tapi mengatakan itu demi kebaikan Anda sendiri).
- Mensabotase kemampuan Anda untuk berfungsi di sekolah, pekerjaan, atau pertemuan sosial.
Gangguan makan adalah penyakit mental dan pada saat yang sama bisa menjadi mekanisme koping sebagai respons terhadap trauma. Sayangnya, anoreksia memiliki tingkat kematian tertinggi kedua di antara semua gangguan mental, hanya kalah dari kecanduan opioid. Ini menunjukkan betapa seriusnya kondisi ini dan urgensi untuk mencari bantuan.
Tanda-tanda Bahaya: Mengenali Bullying dan Gangguan Makan
Mengenali tanda-tanda bullying dan gangguan makan sejak dini sangat penting untuk memberikan bantuan yang tepat.
Tanda-tanda seseorang mungkin menjadi korban bullying:
- Cedera yang tidak bisa dijelaskan.
- Mimpi buruk yang berulang.
- Penurunan nilai atau kesulitan fokus di sekolah.
- Perubahan drastis pada pola makan (makan terlalu banyak atau terlalu sedikit).
- Barang pribadi hilang atau rusak.
- Kehilangan minat atau menghindari situasi sosial yang sebelumnya disukai.
Tanda-tanda seseorang mungkin mengalami gangguan makan (khususnya anoreksia):
- Perubahan berat badan yang mencolok (menurun drastis).
- Kesulitan berkonsentrasi atau berkomunikasi.
- Tampak tidak nyaman saat makan di sekitar orang lain.
- Sangat vokal atau menunjukkan kekhawatiran berlebihan terhadap ukuran dan bentuk tubuh.
- Perubahan suasana hati yang ekstrem.
- Kulit kering, rambut rontok, dan kuku rapuh.
- Kulit pucat atau kekuningan.
- Mengenakan pakaian berlapis untuk menyembunyikan penurunan berat badan atau menjaga kehangatan tubuh karena kurangnya lemak.
Pentingnya Pendekatan “Trauma-Informed Care” dalam Pemulihan
Pemulihan dari gangguan makan memerlukan pendekatan yang komprehensif, tidak hanya mengatasi aspek fisik tetapi juga psikologis. Pendekatan “trauma-informed care” (perawatan yang memahami trauma) sangat penting. Ini memastikan bahwa riwayat trauma individu diakui dan diintegrasikan ke dalam rencana perawatan mereka, menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung pemulihan dari gangguan makan dan trauma yang mendasarinya.
Beberapa modalitas terapi yang umum digunakan dalam pengobatan gangguan makan dan trauma meliputi:
- Terapi Perilaku Kognitif (CBT): Membantu individu mengidentifikasi dan mengubah pola pikir serta perilaku yang menyimpang terkait makanan, citra tubuh, dan harga diri.
- Terapi Perilaku Dialektis (DBT): Menggabungkan teknik kognitif-perilaku dengan praktik mindfulness, mengajarkan keterampilan manajemen stres dan emosi.
- Terapi Berbasis Keluarga (FBT): Melibatkan keluarga dalam proses perawatan, memberdayakan orang tua untuk mendukung pemulihan anak mereka.
- Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR): Membantu individu memproses ingatan traumatis dan mengurangi dampak emosionalnya.
Selain terapi psikologis, intervensi medis dan nutrisi juga krusial. Seorang ahli gizi/dietisien terdaftar (RD) yang berspesialisasi dalam gangguan makan dapat menjadi bagian integral dari perjalanan pemulihan anoreksia, membantu dalam rehabilitasi gizi dan melawan “suara” gangguan makan yang merusak.
Kesimpulan
Kisah Millie Castleton adalah pengingat betapa dahsyatnya dampak bullying dan trauma pada kehidupan seseorang, khususnya anak-anak dan remaja. Hubungan erat antara bullying, trauma, dan risiko gangguan makan seperti anoreksia tidak bisa diabaikan. Penting bagi kita untuk lebih peka terhadap tanda-tanda bahaya, baik pada diri sendiri maupun orang di sekitar. Jika Anda atau orang terdekat mengalami kondisi ini, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Pemulihan adalah mungkin, dan dengan dukungan yang tepat, setiap individu berhak mendapatkan kembali kualitas hidup mereka.
FAQ
Tanya: Bagaimana bullying dan tuduhan palsu dapat memicu gangguan makan seperti anoreksia pada anak?
Jawab: Tekanan emosional yang berat akibat bullying dan stigma sosial dapat menyebabkan anak merasa tidak berdaya, yang terkadang diekspresikan melalui kontrol terhadap makanan dan berat badan. Gangguan makan seperti anoreksia bisa menjadi mekanisme koping yang merusak untuk mengatasi trauma dan rasa malu yang dialami.
Tanya: Apa saja tanda-tanda yang perlu diwaspadai pada anak yang mengalami bullying dan trauma yang berujung pada gangguan makan?
Jawab: Tanda-tanda yang perlu diwaspadai meliputi perubahan drastis pada kebiasaan makan, penurunan berat badan yang signifikan, penolakan terhadap makanan tertentu, serta perubahan perilaku seperti menarik diri dari sosial dan kecemasan berlebih terkait penampilan. Perubahan emosional seperti mudah marah, sedih, atau depresi juga merupakan indikator penting.
Tanya: Mengapa dukungan dan penanganan yang tepat sangat krusial bagi korban bullying dan trauma yang mengalami gangguan makan?
Jawab: Dukungan dari keluarga, teman, dan profesional sangat penting untuk membantu korban memproses trauma, membangun kembali kepercayaan diri, dan mengatasi gangguan makan. Penanganan yang tepat dapat mencegah dampak jangka panjang yang merusak masa depan mereka.