Brasil Siap Gugat Indonesia: Kematian Pendaki Juliana Marins di Rinjani Disorot Dunia

Dipublikasikan 2 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Tragedi meninggalnya Juliana Marins, seorang pendaki asal Brasil di Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat, terus menjadi sorotan tajam. Kasus ini kini berbuntut panjang, bahkan berpotensi dibawa ke jalur hukum internasional. Pemerintah Brasil sendiri tak main-main, mereka membuka kemungkinan untuk menggugat Indonesia jika ditemukan unsur kelalaian dalam insiden tragis yang menimpa warganya.

Brasil Siap Gugat Indonesia: Kematian Pendaki Juliana Marins di Rinjani Disorot Dunia

Ilustrasi: Pemandangan puncak Rinjani yang megah kini diselimuti ketegangan menyusul potensi gugatan Brasil terkait kematian pendaki mereka.

Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa kasus ini begitu serius, apa saja yang menjadi tuntutan pihak Brasil, serta bagaimana respons dari Indonesia. Dengan membaca ini, Anda akan memahami lebih dalam duduk perkara insiden yang menghebohkan dua negara ini dan implikasi hukumnya.

Jenazah Juliana Tiba di Brasil, Keluarga Minta Autopsi Ulang

Jenazah Juliana Marins (26) tiba di kampung halamannya, Rio de Janeiro, Brasil, pada Selasa (1/7/2025) malam waktu setempat. Pemulangan dilakukan secara militer, menggunakan pesawat Angkatan Udara Brasil (FAB), menunjukkan betapa seriusnya pemerintah Brasil menanggapi kasus ini.

Setibanya di Rio, jenazah Juliana langsung dibawa ke Institut Medis Legal (IML) Afrânio Peixoto untuk menjalani autopsi ulang. Permintaan ini datang langsung dari pihak keluarga yang merasa ada banyak pertanyaan belum terjawab dari hasil autopsi pertama yang dilakukan di Bali.

“Sangat penting [untuk melakukan analisis baru pada jenazah] guna mengklarifikasi penyebab kematian. Ini adalah cara untuk memastikan bahwa keluarga menerima penilaian dalam kerangka hukum Brasil,” ujar Taísa Bittencourt Leal Queiroz, Pembela HAM Regional dari Kantor Pembela Umum Federal (DPU) Brasil yang mendampingi keluarga.

Autopsi pertama di Bali menyebutkan Juliana meninggal akibat trauma hebat, termasuk patah tulang dan luka dalam. Ia diperkirakan sempat bertahan hidup sekitar 20 menit setelah insiden, dan tidak ditemukan tanda-tanda hipotermia. Namun, keluarga mengeluhkan proses penyampaian hasil autopsi yang dilakukan melalui konferensi pers sebelum mereka menerima laporan resmi, menambah kekecewaan mereka.

Dugaan Kelalaian Jadi Sorotan: Mengapa Brasil Gugat Indonesia?

Inti dari potensi gugatan Brasil adalah dugaan kelalaian oleh otoritas Indonesia dalam penanganan dan penyelamatan Juliana Marins. Juliana jatuh ke jurang sedalam 300-600 meter saat mendaki Gunung Rinjani pada Sabtu (21/6/2025). Meskipun rekaman drone sempat menunjukkan ia masih hidup dengan teriakan minta tolong, tim penyelamat resmi dianggap lambat mencapai lokasi karena kondisi cuaca dan medan yang sulit.

Kantor Pembela Umum Federal (DPU) Brasil secara resmi meminta Kepolisian Federal (PF) untuk menyelidiki apakah ada unsur tindak pidana kelalaian dari pihak berwenang Indonesia dalam insiden ini. Jika hasil penyelidikan mengkonfirmasi dugaan tersebut, Brasil tidak akan ragu membawa kasus ini ke forum internasional.

Di Indonesia sendiri, Polres Lombok Timur sudah memeriksa sejumlah pihak, termasuk pemandu wisata, porter, polisi kehutanan, dan pihak biro perjalanan. Penyelidikan ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada kelalaian yang menyebabkan kematian Juliana. Hingga saat ini, belum ada tersangka yang ditetapkan. Kedutaan Besar Brasil di Indonesia juga aktif memantau jalannya penyelidikan.

Apa Itu IACHR? Lembaga HAM Internasional yang Jadi Tujuan Gugatan

Jika dugaan kelalaian terbukti, kasus kematian Juliana Marins berpotensi dibawa ke Komisi Antar-Amerika untuk Hak Asasi Manusia (IACHR). Lalu, apa sebenarnya IACHR ini?

IACHR (Inter-American Commission on Human Rights) adalah lembaga otonom di bawah Organisasi Negara-negara Amerika (OAS). Lembaga ini didirikan pada tahun 1959 dengan misi utama melindungi dan mempromosikan hak asasi manusia di seluruh benua Amerika. Kantor pusatnya berada di Washington, Amerika Serikat.

Penting untuk dipahami, IACHR memang tidak memiliki kewenangan hukum yang mengikat seperti pengadilan internasional pada umumnya. Namun, keputusan dan rekomendasinya memiliki bobot politik dan moral yang sangat besar. Jika IACHR menerima pengaduan dan menemukan adanya pelanggaran hak asasi manusia, mereka dapat:

  • Mengeluarkan rekomendasi agar negara yang bersangkutan memperbaiki kebijakannya.
  • Memberikan rekomendasi untuk memberikan kompensasi kepada korban pelanggaran HAM.
  • Memberikan tekanan diplomatik dan publik yang signifikan kepada negara yang dituduh melanggar HAM.

Dengan demikian, meskipun tidak langsung “menghukum” secara hukum, rekomendasi IACHR bisa memberikan dampak besar pada citra dan hubungan diplomatik suatu negara.

Respons Indonesia dan Pentingnya Keselamatan Wisata

Pihak Indonesia, melalui Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI Mohammad Syafii, sempat mengklaim bahwa keluarga Juliana telah menerima dan memahami kondisi serta prosedur evakuasi yang dilakukan. Pernyataan ini sedikit kontras dengan langkah hukum yang kini ditempuh pihak Brasil.

Ketua DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Baiq Isvie Rupaeda, menyampaikan dukacita mendalam atas insiden ini. Ia juga mengapresiasi kinerja tim SAR gabungan yang telah berupaya keras, meskipun menghadapi kendala cuaca buruk seperti kabut tebal dan badai.

Isvie berharap tragedi kematian Juliana Marins ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, khususnya pemerintah daerah, untuk menata pariwisata di NTB menjadi lebih aman dan nyaman. Ia menekankan perlunya peningkatan upaya perlindungan dan keamanan bagi wisatawan, serta kesiapan tim SAR yang terlatih untuk merespons cepat jika dibutuhkan.

*Beberapa poin penting yang disoroti oleh pihak Indonesia: *

  • Medan Sulit: Gunung Rinjani dikenal dengan medan yang sangat terjal dan cuaca yang tidak menentu, sering berkabut tebal.
  • Kondisi Darurat: Proses evakuasi memakan waktu lama karena kesulitan medan dan cuaca yang tidak memungkinkan penggunaan helikopter pada awalnya.
  • Kesiapan SAR: Perlunya tim SAR yang siaga dan terlatih untuk penanganan kondisi ekstrem.

Tragedi ini juga memicu reaksi warganet Brasil yang mendesak pemerintah Indonesia untuk mempercepat upaya penyelamatan, menunjukkan perhatian publik internasional yang besar terhadap keselamatan pendaki. Kejadian ini menjadi pengingat bagi semua pihak akan pentingnya keselamatan dan standar operasional yang jelas dalam aktivitas wisata ekstrem, terutama di destinasi alam yang menantang seperti Gunung Rinjani.

Kini, bola ada di tangan kedua negara untuk menyelesaikan kasus ini, baik melalui jalur investigasi internal maupun potensi jalur hukum internasional, demi keadilan bagi korban dan pembelajaran bagi masa depan pariwisata.