Yogyakarta, zekriansyah.com – Kasus dugaan keterlibatan mantan pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), yang kini berganti nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), dalam praktik melindungi situs judi online (judol) semakin memanas. Nama mantan Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi, yang kini menjabat Menteri Koperasi dan UKM, ikut terseret. Bekas anak buahnya di persidangan mulai buka suara, memberikan pengakuan yang membuat publik bertanya-tanya: sejauh mana peran Budi Arie dalam skandal besar ini?
Ilustrasi: Keterlibatan Budi Arie dalam kasus judi online terungkap melalui bisikan Pak Menteri Tahu yang mengejutkan.
Artikel ini akan membahas detail pengakuan para mantan pegawai, dugaan keterlibatan Budi Arie, serta bagaimana kasus ini menjadi sorotan tajam di tengah upaya pemerintah memberantas judi online. Mari kita selami lebih dalam agar Anda bisa memahami benang kusut di balik kasus yang meresahkan ini.
Pengakuan Mengejutkan dari Mantan Pegawai Kominfo
Sorotan tajam terhadap Budi Arie bermula dari persidangan kasus judi online yang menyeret sejumlah mantan pegawainya di Kominfo (sekarang Komdigi). Salah satu terdakwa, Riko Rasota Rahmada, bekas pegawai Kominfo, mengaku dirinya yakin bahwa pimpinan tertinggi di kementerian, yaitu “Pak Menteri”, sudah mengetahui tindakan yang mereka lakukan dalam melindungi situs judol.
“Saya semacam itu, karena saya diyakinkan bahwa pimpinan tahu. Itu dijelaskan, ‘tenang aja Pak, pimpinan udah tahu yang paling atas, Pak Menteri.’ Itu Adi yang mengatakan itu kepada saya,” ujar Riko di hadapan majelis hakim, seperti dikutip dari Fajar.co.id.
Pernyataan ini diperkuat oleh Palti Hutabarat, mantan relawan Ganjar Pranowo, yang meyakini Budi Arie mengetahui seluk-beluk kasus ini. Palti bahkan menyebut Budi Arie seharusnya terbuka mengakui jika mendapat keuntungan dari judi online. “Budi Arie Tahu dan Juga Berikan Perintah Pengamanan Judol,” cuit Palti di akun X-nya.
Dugaan Keterlibatan Budi Arie: Dari Perintah Rekrutmen hingga Jatah Persen
Dugaan keterlibatan Budi Arie tidak hanya berhenti pada “bisikan” bahwa Pak Menteri tahu. Dalam persidangan, saksi Teguh Arifiyadi mengungkapkan hal yang lebih mengejutkan. Ia menyebut Budi Arie lah yang memerintahkan agar terdakwa Adhi Kismanto dimasukkan ke Kominfo sebagai staf ahli. Adhi Kismanto kemudian ditempatkan di bagian yang mengurusi situs judi online.
“Jadi, perintah Pak Menteri kan diminta membantu, pada saat itu kan dengan crawling situs-situs judol. Otomatis saya tempatkan di bagian yang memang… Jadi, ditempatkan di bagian itu atas perintah Pak Menteri juga? Betul,” tegas Teguh dalam sidang di PN Jakarta Selatan.
Jaksa penuntut umum (JPU) juga sempat menyebut adanya dugaan pembagian uang hasil kejahatan judi online. Dalam dakwaan disebutkan, uang tersebut diduga dibagikan untuk Adhi Kismanto sebesar 20%, Zulkarnaen Apriliantony 30%, dan untuk “saudara Budi Arie Setiadi sebesar 50% dari keseluruhan website yang dijaga”. Tentu saja, angka ini memicu pertanyaan besar di benak publik.
Mantan Menko Polhukam Mahfud MD pun mendesak polisi untuk memeriksa Budi Arie. Menurut Mahfud, pemeriksaan ini penting untuk memastikan apakah Budi Arie terlibat atau tidak. Mahfud mempertanyakan, apakah saat menjabat Menkominfo, Budi Arie lalai dalam merekrut pegawai, atau justru ada kesengajaan. “Kemungkinannya dua, satu Anda lalai, yang kedua Anda sengaja,” tegas Mahfud.
Polisi Dalami Keterlibatan Budi Arie, Ini Responsnya
Menanggapi berbagai desakan dan pengakuan, Polda Metro Jaya melalui Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Wira Satya Triputra mengaku akan mendalami dugaan keterlibatan Budi Arie. Namun, Wira belum bisa memastikan apakah Budi Arie akan dipanggil atau tidak. “Nanti akan kami sampaikan ketika kami dapat hasil,” katanya.
Budi Arie sendiri telah diperiksa oleh Bareskrim Polri pada 19 Desember 2024 sebagai saksi. Usai pemeriksaan, ia mengaku siap membantu polisi.
“Sebagai warga negara yang taat hukum, saya berkewajiban untuk membantu pihak kepolisian dalam penuntasan pemberantasan kasus judi online di lingkungan Komdigi,” kata Budi Arie.
Ia juga membantah terlibat dalam kasus judi online dan mengaku siap jika kepolisian ingin mendalami lebih jauh. Budi Arie mengakui mengenal para pegawai Komdigi yang terseret kasus ini. Ia juga menjelaskan bahwa rekrutmen Adhi Kismanto dilakukan karena maraknya judol dan adanya indikasi ketidakwajaran gaya hidup beberapa pegawai Kominfo.
Ironi di Tengah Gencarnya Pemberantasan Judi Online
Kasus ini menjadi ironi karena Budi Arie, selama menjabat Menkominfo, dikenal gencar memberantas judi online. Ia bahkan pernah dinobatkan sebagai “Tokoh Pendorong Pemberantasan Judi Online” oleh media. Di bawah kepemimpinannya, Kominfo mengklaim telah memblokir jutaan konten judol.
Namun, fakta di lapangan berbicara lain. Polisi berhasil membongkar sindikat judi online yang justru dibekingi oleh 11 (kemudian berkembang menjadi 15, lalu 26) pegawai Kementerian Komdigi yang seharusnya bertugas memblokir situs-situs tersebut. Mereka diduga melindungi ribuan situs judol dari sebuah kantor satelit di Bekasi.
Menurut Kombes Wira Satya Triputra, total ada 1.000 situs yang “dijaga” para tersangka. Setiap situs dijaga dengan bayaran bulanan sekitar Rp8,5 juta. Artinya, mereka bisa meraup hingga Rp8,5 miliar per bulan. Angka ini bahkan dianggap terlalu kecil oleh pakar informatika Roy Suryo, yang menduga bayarannya bisa mencapai Rp20-25 juta per situs per bulan.
Skema ‘Pagar Makan Tanaman’ dan Transaksi Mencurigakan
Modus yang dilakukan para pegawai ini bisa disebut “pagar makan tanaman”. Mereka memanfaatkan wewenang untuk melonggarkan sistem pemblokiran, sehingga situs judi online tetap aktif. Untuk menghindari pelacakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), mereka menyiasati transaksi menggunakan layanan money changer dan perantara tunai, serta identitas palsu.
Skandal ini terjadi di tengah kondisi judi online yang sudah sangat parah di Indonesia. PPATK melaporkan, nilai transaksi judi online dari Januari hingga September 2024 saja mencapai sekitar Rp280 triliun. PPATK juga memblokir ribuan rekening terkait judol. Yang lebih miris, dari jutaan pemain judi online di Indonesia, sekitar 80 ribu di antaranya berusia di bawah 10 tahun, dan sebagian besar pemain berasal dari kalangan masyarakat miskin.
Di sisi lain, para pelaku dan beking judi online hidup dalam kemewahan. Contohnya Denden Imadudin Soleh, Ketua Tim Keamanan Informasi Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika yang kini dipecat. Gaya hidupnya yang glamor dengan perjalanan “healing” ke luar negeri dan barang-barang mewah menjadi sorotan publik.
Berikut adalah beberapa barang bukti yang disita polisi dalam penggerebekan:
- Uang tunai: Rp35,7 miliar
- Mata uang Dolar Singapura: 2,9 juta SGD (senilai Rp35 miliar)
- Mata uang Dolar AS: 183.500 USD (senilai Rp2,8 miliar)
- Senjata api: 2 unit
- Handphone: 34 unit
- Laptop: 23 unit
- Lukisan: 20 buah
- Mobil: 16 unit
- Monitor: 16 unit
- Jam tangan mewah: 11 buah
- Tablet: 4 unit
- Bangunan: 4 unit
- Motor: 1 unit
- Logam mulia: 215,5 gram
Kesimpulan
Pengakuan dari bekas anak buah Budi Arie dalam kasus judi online ini telah menimbulkan gelombang pertanyaan besar di publik. Apakah Budi Arie benar-benar mengetahui atau bahkan terlibat dalam praktik perlindungan situs judi online yang dilakukan mantan anak buahnya? Ataukah ia hanya menjadi korban dari kelalaian atau pengkhianatan bawahannya?
Penyelidikan yang sedang berlangsung, termasuk pemeriksaan terhadap Budi Arie, diharapkan bisa mengungkap kebenaran di balik skandal ini. Penting bagi aparat penegak hukum untuk bekerja transparan dan tuntas demi menjaga kepercayaan publik serta memastikan bahwa upaya pemberantasan judi online di Indonesia benar-benar berjalan efektif tanpa pandang bulu.