Kabar mengejutkan datang dari dunia hukum Indonesia. Kejaksaan Agung (Kejagung) baru-baru ini menetapkan ayah dan anak jadi tersangka korupsi Pertamina. Sosok yang dimaksud adalah Mohammad Riza Chalid, seorang saudagar minyak ternama, dan putranya, Muhammad Kerry Andrianto Riza. Keduanya kini terjerat dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023.
Ilustrasi untuk artikel tentang Terungkap! Bapak Anak Jadi Tersangka Korupsi Pertamina: Siapa Mereka dan Apa Peran Masing-masing?
Tentu saja, penetapan ini langsung mencuri perhatian publik. Bagaimana tidak, kasus ini melibatkan kerugian negara yang fantastis dan menyeret nama-nama besar di industri minyak. Artikel ini akan mengupas tuntas siapa sebenarnya Riza Chalid dan Kerry Andrianto, apa peran mereka dalam kasus korupsi Pertamina, serta seberapa besar kerugian yang ditimbulkan akibat praktik ilegal ini. Yuk, kita selami lebih dalam!
Mengenal Sosok Mohammad Riza Chalid dan Muhammad Kerry Andrianto Riza
Sebelum membahas lebih jauh mengenai peran mereka, mari kita kenali dulu siapa dua sosok sentral ini.
Mohammad Riza Chalid dikenal luas sebagai seorang pengusaha minyak. Namanya sudah tidak asing lagi di kalangan elite bisnis, terutama dalam industri perdagangan minyak yang diimpor Pertamina. Ia bahkan disebut pernah mengendalikan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), anak usaha Pertamina yang berbasis di Singapura. Kekayaannya diperkirakan mencapai ratusan juta dolar Amerika Serikat, menjadikannya salah satu orang terkaya di Indonesia pada masanya. Selain minyak, Riza juga merambah berbagai lini bisnis lain, mulai dari ritel, perkebunan sawit, hingga minuman jus.
Sementara itu, Muhammad Kerry Andrianto Riza adalah putra Riza Chalid. Ia lahir pada 15 September 1986 dan mengikuti jejak sang ayah di dunia bisnis. Di usianya yang relatif muda, Kerry sudah mengendalikan beberapa perusahaan trader minyak besar yang menjadi mitra Pertamina, seperti PT Navigator Khatulistiwa dan PT Pelayaran Mahameru Kencana Abadi. Ia juga pernah menjabat sebagai Komisaris PT Orbit Terminal Merak dan Presiden Direktur PT Aryan Indonesia (KidZania Jakarta).
Kronologi Penetapan Tersangka: Siapa Dulu yang Terjerat?
Proses penetapan tersangka terhadap bapak anak tersangka korupsi Pertamina ini berlangsung secara bertahap.
- Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) menjadi yang pertama ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung pada 24 Februari 2025. Setelah penetapan, Kerry langsung diamankan dan ditahan di Rutan Salemba, Jakarta Pusat. Bersamanya, Kejagung juga menetapkan delapan tersangka lain, termasuk beberapa petinggi Pertamina.
- Menyusul sang anak, Mohammad Riza Chalid (MRC) ditetapkan sebagai tersangka pada 10 Juli 2025. Namun, berbeda dengan Kerry, Riza Chalid hingga kini masih buron dan diduga berada di Singapura. Kejagung terus berkoordinasi dengan pemerintah Singapura untuk memburunya.
Secara total, hingga saat ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 18 tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina ini. Daftar panjang tersangka ini mencakup mantan petinggi Pertamina dan pihak swasta.
Beda Peran Bapak dan Anak dalam Kasus Korupsi Pertamina
Meskipun memiliki hubungan darah, Mohammad Riza Chalid dan Muhammad Kerry Andrianto Riza memiliki peran yang berbeda dalam praktik korupsi ini.
Peran Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR)
Kerry Andrianto menjabat sebagai beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa. Perusahaan ini bergerak di bidang pengoperasian kapal tongkang, tanker minyak, dan pengangkut gas, serta berperan sebagai broker dalam pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang Pertamina.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa Kerry diduga terlibat dalam pemufakatan jahat terkait pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga.
“Tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut,” ungkap Qohar.
Keuntungan ini didapat Kerry dari dugaan mark up kontrak pengiriman (shipping) minyak impor yang dilakukan oleh Dirut PT Pertamina International Shipping saat itu, Yoki Firnandi (yang juga menjadi tersangka). Akibat mark up ini, negara harus membayar biaya fee sebesar 13-15 persen dari harga asli.
Peran Mohammad Riza Chalid (MRC)
Riza Chalid adalah beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan PT Orbit Terminal Merak. Perannya dalam kasus ini berbeda dengan sang anak. Abdul Qohar menjelaskan bahwa Riza Chalid menyepakati kerja sama penyewaan terminal BBM tangki Merak dengan melakukan intervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina.
Intervensi ini dilakukan bersama dengan Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Tahun 2014 Hanung Budya, VP Supply dan Distribusi PT Pertamina 2011-2015 Alfian Nasution, serta Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo (tersangka sebelumnya).
Modus operandinya meliputi:
- Memasukkan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM Merak, padahal saat itu PT Pertamina belum memerlukan tambahan penyimpanan stok BBM.
- Menghilangkan skema kepemilikan aset terminal BBM Merak dalam kontrak kerja sama.
- Menetapkan harga kontrak yang sangat tinggi.
Perbuatan Riza Chalid dan kawan-kawan ini dinilai melawan hukum karena mengintervensi kebijakan tata kelola minyak di perusahaan BUMN tersebut.
Kerugian Negara yang Fantastis
Kasus korupsi Pertamina yang melibatkan bapak dan anak ini menimbulkan kerugian negara yang sangat besar. Awalnya, Kejagung mengumumkan kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun. Namun, setelah perhitungan lebih lanjut, angka tersebut membengkak.
“Berdasarkan hasil perhitungan yang sudah dipastikan jumlahnya, itu totalnya Rp 285.017.731.964.389,” kata Abdul Qohar.
Jumlah kerugian ini terdiri dari dua komponen utama: kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara. Praktik-praktik melawan hukum ini tidak hanya merugikan kas negara secara langsung, tetapi juga menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang pada akhirnya harus dibayar oleh masyarakat. Akibatnya, pemerintah terpaksa memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi dari APBN.
Langkah Kejaksaan Agung Selanjutnya
Untuk mengungkap tuntas kasus ini, Kejagung telah melakukan berbagai langkah. Beberapa aset terkait telah disita, termasuk uang tunai, dokumen, barang bukti elektronik dari rumah Riza Chalid, serta dua bidang tanah dan pabrik (kilang minyak) milik anak Riza Chalid, Kerry Adrianto.
Saat ini, fokus Kejagung juga tertuju pada pengejaran Mohammad Riza Chalid yang masih buron di Singapura. Koordinasi intensif dengan pemerintah Singapura terus dilakukan untuk membawa Riza kembali ke Indonesia dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Kasus ini menjadi pengingat betapa krusialnya pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan strategis milik negara seperti Pertamina. Dengan adanya penetapan bapak anak jadi tersangka korupsi Pertamina, diharapkan proses hukum dapat berjalan transparan dan para pelaku korupsi dapat menerima hukuman yang setimpal. Ini adalah langkah penting dalam upaya pemberantasan korupsi demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa.